Pemenang Nobel Perdamaian Mengkritik Langkah Meta Mengakhiri Pemeriksaan Fakta
Peraih Nobel Perdamaian asal Filipina, Maria Ressa.
Foto: IstimewaMANILA - Peraih Nobel Perdamaian Tahun 2021 asal Filipina, Maria Ressa, pada Rabu (8/1), memperingatkan tentang masa depan yang sangat berbahaya setelah raksasa media sosial Meta mengakhiri program pengecekan fakta Amerika Serikat di Facebook dan Instagram.
Dikutip dari The Straits Times, Ressa dan situs berita Rappler yang didirikannya telah menghabiskan waktu bertahun-tahun melawan disinformasi daring sambil berjuang menghadapi kasus pengadilan yang diajukan di bawah mantan presiden Filipina Rodrigo Duterte setelah laporan kritisnya tentang perang narkoba yang mematikan.
Jurnalis kawakan itu mengatakan keputusan Meta berarti “masa depan yang sangat berbahaya” bagi jurnalisme, demokrasi, dan pengguna media sosial.
"Mark Zuckerberg mengatakan ini masalah kebebasan berbicara, itu sepenuhnya salah," kata Ressa.
"Hanya jika Anda berorientasi pada keuntungan, Anda dapat mengklaim itu; hanya jika Anda menginginkan kekuasaan dan uang, Anda dapat mengklaim itu. Ini tentang keselamatan."
Pengumuman Meta pada tanggal 7 Januari dilihat oleh para analis sebagai upaya Zuckerberg untuk menenangkan Presiden terpilih AS, Donald Trump sebelum pelantikannya pada bulan Januari.
Trump telah menjadi kritikus keras Meta dan Zuckerberg selama bertahun-tahun, menuduh perusahaan itu bias terhadapnya dan mengancam akan melakukan tindakan balasan terhadap triliuner teknologi itu setelah kembali menjabat.
Pemeriksaan fakta dan penelitian disinformasi telah lama menjadi isu hangat dalam iklim politik yang sangat terpolarisasi di AS, dengan para pendukung konservatif AS mengatakan keduanya adalah alat untuk membatasi kebebasan berbicara dan menyensor konten sayap kanan.
Ressa yang juga warga negara AS, menolak pernyataan Zuckerberg bahwa pemeriksa fakta telah menjadi terlalu bias secara politik dan menghancurkan lebih banyak kepercayaan daripada yang mereka ciptakan.
“Jurnalis memiliki seperangkat standar dan etika," kata Ressa.
“Apa yang akan dilakukan Facebook adalah menyingkirkan hal itu dan kemudian membiarkan kebohongan, kemarahan, ketakutan, dan kebencian menginfeksi setiap orang di platform tersebut.”
"Tindakan Meta akan mengarah pada dunia tanpa fakta ??dan itulah dunia yang tepat untuk seorang diktator,” ujar Ressa memperingatkan.
“Mark Zuckerberg memiliki kekuasaan tertinggi,” ungkapnya.
“Dan dia memilih secara keliru dengan memprioritaskan keuntungan, keuntungan tahunan Facebook, daripada keselamatan orang-orang yang menggunakan platform tersebut.”
Rappler adalah salah satu mitra yang bekerja dengan program pemeriksaan fakta Facebook. Facebook membayar untuk menggunakan pemeriksaan fakta dari sekitar 80 organisasi di seluruh dunia pada platformnya, WhatsApp dan Instagram.
Dalam pernyataan, Rappler mengatakan pihaknya bermaksud untuk terus bekerja sama dengan Facebook untuk melindungi sesama warga Filipina dari manipulasi dan bahaya disinformasi. “Apa yang terjadi di AS hanyalah permulaan" kata Rappler.
“Ini adalah tanda yang tidak menyenangkan akan datangnya masa yang lebih berbahaya dalam perjuangan untuk melestarikan dan melindungi hak individu dan realitas bersama kita.”
Ressa telah lama menegaskan bahwa tuduhan terhadap dirinya dan Rappler bermotif politik setelah laporan kritis mereka terhadap kebijakan pemerintah Duterte, termasuk tindakan keras antinarkoba yang menewaskan ribuan orang.
"Trump, yang berjanji dalam konferensi pers pasca-pemilu pertamanya untuk meluruskan pers AS yang korup, tampaknya telah meniru strategi Duterte," kata Ressa.
Presiden AS yang baru terpilih telah meluncurkan tuntutan hukum yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap surat kabar dan lembaga survei yang dikhawatirkan para pengamat merupakan tanda-tanda meningkatnya intimidasi dan taktik penyensoran.
Ressa berjanji akan melakukan segala hal yang ia bisa untuk “memastikan integritas informasi”.
“Hadiah Nobel mengatakan bahwa demokrasi tidak akan terwujud jika tidak ada jurnalisme,” kata Ressa.
“Ini adalah tahun yang krusial bagi kelangsungan hidup jurnalisme. Kami akan melakukan apa pun yang kami bisa untuk memastikan hal itu terjadi.”
Berita Trending
- 1 Pemerintah Percepat Pembangunan Sekolah Rakyat
- 2 TNI AD Telah Bangun 3.300 Titik Air Bersih di Seluruh Indonesia
- 3 Athletic Bilbao dan Barca Perebutkan Tiket Final
- 4 Program Makan Bergizi Gratis Harus Didanai Sepenuhnya Dari APBN/D
- 5 DJP Kalselteng Capai Target Penerimaan Pajak Empat Tahun Berturut-turut
Berita Terkini
- DPR Minta Pemerintah Bongkar Pagar Laut di Tangerang
- Ini Program 100 Hari Pertama Pramono-Rano: Bereskan Masalah Lahan
- Investor Antisipasi Kebijakan Trump, Berikut Prediksi Kurs Rupiah Jelang Akhir Pekan
- Cegah Banjir, Jakarta Pusat Banyak Lakukan Pengerukan Saluran Air
- Budi Daya Tanaman Hias Anturium