Pembayaran Tukin Dosen Tanpa Rapel
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) Togar M. Simatupang (tengah).
Foto: IstimewaJAKARTA - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) Togar M. Simatupang, mengatakan, pembayaran tunjangan kinerja (tukin) dosen berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam kurun waktu 2020-2024 tidak bisa dirapel pada tahun ini atau waktu yang akan datang. Menurutnya, pada masa tersebut tukin dosen ASN tak pernah dianggarkan.
"Hal ini tidak memenuhi proses birokrasi atau kepatuhan yang lengkap, serta tak dapat diulang akibat tutup buku," ujar Togar, kepada awak media, Kamis (6/2).
Dia menjelaskan, sebagai gantinya ajuan tukin bagi dosen ASN pada 2025 ini telah dianggarkan dan disetujui Badan Anggaran (Banggar) DPR dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI. Adapun nominalnya sebesar 2,5 triliun rupiah.
"Terkait perkiraan kapan pembayaran tukin bisa diselesaikan, sedang dalam proses untuk melakukan pembayaran tukin dosen ASN 2025," jelasnya.
Togar mengungkapkan, pembayaran tukin untuk guru dan dosen ASN secara rapel memang pernah dilakukan Kementerian Agama (Kemenag) pada 2021 lalu. Hal tersebut dapat terjadi karena Kemenag menjalankan proses birokrasi dan penganggaran.
"Jadi masih bisa dilanjutkan kalau ada kekurangan. Hal yang ceritanya berbeda dengan tukin yang ada di lingkungan Dikti," katanya.
Pelanggaran Hak
Dosen Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya, Satria Unggul Wicaksana, menilai, tukin dosen dari 2020 hingga 2024 yang tidak diberikan, dan hanya dibayarkan untuk tahun 2025 merupakan hal yang mencederai hak dosen. Menurutnya, tunjangan kinerja (tukin) untuk dosen merupakan bagian dari kesejahteraan dosen, sehingga harus diberikan sebagai hak dosen.
Dia menerangkan, dalam Undang-Undang tercantum spending mandatory sebesar 20 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan untuk pendidikan. Hal itu menegaskan bahwa bidang pendidikan harus mendapat prioritas.
"Yang seharusnya diberikan sebagai hak dasar dosen, kemudian tidak diberikan, tentu sekali lagi ini bertentangan dengan prinsip-prinsip pemenuhan dasar dari dosen itu sendiri, dan perlindungan dari Hak aassi manusia,” ucapnya.
Satria menyarankan, Kemendiktisaintek mengeluarkam kebijakan yang berpijak pada tiga hal. Tiga hal tersebut yaitu pengembangan akses pendidikan, kesejahteraan guru dan dosen, fasilitas pelayanan pendidikan.
"Tukin itu bagian dari kesejahteraan dosen, lebih-lebih dosen Perguruan Tinggi Negeri (PTN) ya, ASN, dan dosen yang lain. Tentu ini tidak bisa ditolerir ya, atau sesuatu yang dapat dinegoisasikan," ucapnya.
Berita Trending
- 1 Kepala Otorita IKN Pastikan Anggaran untuk IKN Tidak Dipangkas, tapi Akan Lapor Menkeu
- 2 Presiden Prabowo Pastikan Pembangunan IKN Akan Terus Berlanjut hingga 2029
- 3 SPMB Harus Lebih Fleksibel daripada PPDB
- 4 Danantara Jadi Katalis Perekonomian Nasional, Asalkan...
- 5 Polemik Pagar Laut, DPR akan Panggil KKP