Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Selasa, 14 Sep 2021, 00:04 WIB

Pembangunan Antardaerah Sangat Timpang

RAPAT KERJA I Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan penjelasan pemerintah dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (13/9). Raker itu membahas Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (RUU HKPD).

Foto: KORAN JAKARTA/M FACHRI

» Jumlah penduduk miskin tertinggi di Kabupaten Deiyai Papua dengan persentase 41,76 persen, disusul Suma Tengah 34,49 persen dan Kabupaten Sabu Raijua 30,18 persen.

» Kemampuan daerah memperoleh Pendapatan Asli Daerah sangat minim hanya sekitar 24,7 persen dari APBD.

JAKARTA - Belanja daerah yang kurang optimal dinilai sebagai salah satu penyebab ketimpangan pembangunan. Di beberapa daerah kinerjanya dari berbagai indikator sangat baik, sedangkan di banyak daerah sangat tertinggal.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, di Jakarta, Senin (13/9), mengatakan ketimpangan tecermin dari Angka Partisipasi Murni (APM) pendidikan tingkat SMP dan SMA dengan capaian tertinggi ada di Kabupaten Humbang Hasundutan 90,38 persen, Kota Metro 88,26 persen, dan Kota Bima 88,07 persen.

Sedangkan Kabupaten Kepulauan Mentawai hanya 51,27 persen, Kabupaten Sintang 49,71 persen dan terendah adalah Kabupaten Intan Jaya, Papua hanya 13,34 persen. Secara nasional APM berada di level 70,68 persen.

Begitu juga untuk ketersediaan air minum yang layak, baru tujuh daerah yang mencapai 100 persen di antaranya Magelang, Tegal, dan Klaten, sedangkan Kabupaten Tulang Bawang Barat hanya 27,4 persen, Kabupaten Mamasa 22,91 persen, dan Kabupaten Lanny Jaya 1,06 persen, dengan angka nasional 89,27 persen.

"Kita lihat Kabupaten Lanny Jaya hanya 1,06 persen penduduknya yang mendapat akses air bersih," kata Menkeu.

Sementara itu, untuk indikator imunisasi yang lengkap, capaian tertinggi dicatatkan oleh Kota Madiun 82,95 persen, Kabupaten Gianyar 79,58 persen, dan Kabupaten Purworejo 78,41 persen. Sementara capaian imunisasi terendah adalah Kota Subulussalam 5,8 persen, Aceh Utara 5,46 persen, dan Aceh Timur 5,22 persen dengan angka nasional 50,34 persen.

Untuk Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Yogyakarta tercatat yang paling tinggi sebesar 86,61 persen, Banda Aceh 85,41 persen, dan Denpasar 83,93 persen.

Sedangkan IPM terendah yaitu Kabupaten Malaka 60,21 persen, Kabupaten Sabu Raijua 57,02 persen, dan Kabupaten Nduga 31,55 persen dengan angka IPM nasional sebesar 71,94 persen.

Lebih lanjut, Menkeu menjelaskan bahwa angka penduduk miskin nasional mencapai 10,19 persen dari total populasi. Namun, di beberapa jumlah penduduk miskin cukup besar seperti Kabupaten Sabu Raijua 30,18 persen dari penduduknya, Kabupaten Sumba Tengah 34,49 persen, dan Kabupaten Deiyai 41,76 persen.

Sedangkan daerah dengan jumlah penduduk miskin terendah adalah Tangerang Selatan 1,68 persen, Bandung 1,78 persen, dan Depok 2,07 persen.

Menkeu mengatakan pemerintah daerah (pemda) belum mengoptimalkan dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) dari APBN untuk membangun daerahnya. Apalagi, struktur APBD masih didominasi dari TKDD yakni 70 persen dalam tiga tahun terakhir, sedangkan kemampuan daerah memperoleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) sangat minim yakni hanya sekitar 24,7 persen.

Untuk Dana Alokasi Umum (DAU) yang berkorelasi dengan belanja pegawai, namun esensinya tidak tercapai sebagai alat yang memberikan pelayanan dasar bagi masyarakat, mengurangi ketimpangan, dan mendukung kecukupan pendanaan untuk pelaksanaan urusan yang diserahkan ke daerah oleh pemerintah pusat.

Begitu juga Dana Alokasi Khusus (DAK) yang berkorelasi pada belanja modal, dalam praktiknya pemda hanya menggunakan DAK sebagai sumber utama, tanpa berupaya mencari sumber pendanaan lainnya.

Kebocoran Anggaran

Pengamat Ekonomi dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Aloysius Gunadi Brata, mengatakan pemerintah pusat harus menekan pemda dalam mengoptimalkan pemanfaatan anggaran terutama TKDD. "Lebih dari separuh belanja daerah merupakan belanja operasional, belanja pegawai, dan lain-lain, yang tidak secara langsung meningkatkan kesejahteraan masyarakat, seperti terlihat pada IPM," kata Aloysius.

Dia juga mencatat kebocoran anggaran di daerah sangat marak, sehingga bukan hanya kecepatan pencairan anggaran yang harus dikebut, namun juga kualitas penggunaan anggaran itu sendiri.

"Banyak daerah akan tetap sulit untuk mengejar ketertinggalan bila tidak ada intervensi yang baik dan terarah dari pusat, khususnya yang berada di Indonesia Timur dan daerah-daerah hasil pemekaran," papar Aloysius.

Redaktur: Vitto Budi

Penulis: Eko S, Selocahyo Basoeki Utomo S

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.