Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus
Hubungan Multilateral

Pembahasan Keringanan Utang di G20 Akan Sulit Hasilkan Kesepakatan

Foto : ISTIMEWA

Delegasi mengendarai buggy di tempat pertemuan pejabat keuangan G20 dekat Bengaluru, India, Rabu (22/2).

A   A   A   Pengaturan Font

BENGALURU - Pejabat Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS) memperkirakan diskusi G20 tentang keringanan utang untuk negara-negara yang tertekan akan "sulit" hasilkan kesepakatan, tetapi penting untuk menghilangkan hambatan agar masalah ini tidak menjadi masalah sistemik bagi ekonomi global di tahun-tahun yang akan datang.

"Masalah utang itu menantang, menurut saya. Mereka sulit dalam beberapa pertemuan terakhir dan saya perkirakan akan terus berlanjut," kata salah satu pejabat Departemen Keuangan AS, di Bangalore, India, Rabu (22/2).

Para pejabat berbicara kepada wartawan menjelang pertemuan para pemimpin keuangan G20 minggu ini, mengatakan tantangan utama yang harus diatasi kelompok itu adalah permintaan Tiongkok agar Bank Dunia dan bank pembangunan multilateral (MDB) lain berpartisipasi dalam pengurangan utang dengan mengambil "pemotongan utang" bersama kreditor bilateral.

Seperti dikutip dari Antara, pertemuan di Bangalore akan meluncurkan meja bundar utang negara global baru yang bertujuan menembus hambatan menuju restrukturisasi utang untuk Zambia, Sri Lanka, dan negara-negara tertekan lainnya.

Peserta termasuk AS, Tiongkok, India, Arab Saudi, dan negara-negara G7 lain bersama dengan kreditor sektor swasta, dan enam negara debitor, yaitu Ethiopia, Zambia, Ghana, Sri Lanka, Suriname, dan Ekuador.

Pembicaraan meja bundar ditujukan untuk mencoba menyepakati standar umum, prinsip, dan definisi untuk perlakuan utang, bukan untuk merundingkan persyaratan spesifik restrukturisasi yang macet, seperti untuk Zambia, menurut Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF).

Hibah Sangat Lunak

Para pejabat Departemen Keuangan mengatakan mereka akan berusaha meyakinkan Tiongkok bahwa bank-bank pembangunan multilateral memberikan pembiayaan dan hibah yang sangat lunak kepada negara-negara pengutang yang mencapai tujuan yang sama seperti pengurangan pokok utang.

"Jika tujuan (Tiongkok) adalah MDB mengambil potongan utang, itu adalah sesuatu yang tidak akan kami dukung. Jika tujuan mereka adalah MDB menjadi bagian positif dari solusi, kami pikir sudah," kata pejabat kedua, menambahkan kemungkinan pejabat senior Tiongkok akan berpartisipasi dalam diskusi secara virtual.

Para pejabat mengatakan utang yang menggantung di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah belum menjadi ancaman sistemik bagi ekonomi global. Hal itu bisa menjadi ancaman di tahun-tahun mendatang jika restrukturisasi utang tidak diselesaikan dan lebih banyak negara jatuh ke dalam tekanan utang.

Sementara itu, rebound pascapandemi dalam pertumbuhan dunia dan inflasi tahun 2022 berarti jumlah utang yang menumpuk di sekitar ekonomi global mengalami penurunan tahunan pertama dalam dollar AS sejak 2015.

Laporan Institute of International Finance (IIF) yang diterbitkan pada Rabu (22/2) memperkirakan nilai nominal utang global turun sekitar 4 triliun dollar AS, menjadikannya sedikit kembali di bawah ambang batas 300 triliun dollar AS yang ditembus 2021.

Dengan biaya pinjaman yang meningkat, terutama untuk pasar negara berkembang, penghematan didorong sepenuhnya oleh negara-negara kaya, yang secara keseluruhan melihat penurunan total utang sekitar 6 triliun dollar AS menjadi 200 triliun dollar AS.

Sebaliknya, jumlah utang negara berkembang mencapai rekor tertinggi baru sebesar 98 triliun dollar AS dengan Russia, Singapura, India, Meksiko, dan Vietnam yang mencatat kenaikan individu terbesar.

Aktivitas ekonomi yang lebih kuat dan inflasi yang lebih tinggi, keduanya mengikis tingkat utang, membuat rasio utang terhadap PDB global turun lebih dari 12 poin persentase menjadi 338 persen dari PDB, menandai penurunan tahunan kedua berturut-turut.

Namun, sekali lagi, peningkatan itu didorong oleh pasar negara maju yang secara keseluruhan mengalami penurunan 20 poin persentase menjadi 390 persen. Rasio utang pasar negara berkembang naik sebesar 2 poin persentase menjadi 250 persen dari PDB, sebagian besar didorong oleh Tiongkok dan Singapura.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top