Pemanfaatan EBT di Wilayah 3T Bisa Substitusi 3 Gigawatt Energi Kotor
Suprapto Pengamat energi terbarukan dari Universitas Brawijaya, Malang - PLTS atap dapat digunakan untuk program listrik di wilayah tertinggal, terdepan, serta terluar yang selama ini masih harus menggunakan genset. Jadi apa pun jenisnya, EBT adalah solus
Foto: antaraJAKARTA– Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai pemerintah Indonesia sangat memungkinkan untuk menyediakan listrik bersih dan terjangkau di wilayah perdesaan dan daerah tertinggal, terdepan, serta terluar (3T), mengingat potensi energi baru terbarukan (EBT) yang dimiliki cukup besar.
“Pemanfaatan potensi energi terbarukan setempat bisa menggantikan tiga gigawatt pembangkit listrik tenaga diesel yang tersebar. Dengan ini, selain akses listrik jadi lebih merata, penurunan emisi dan biaya penyediaan tenaga listrik dapat terjadi,” kata Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, dalam pernyataan di Jakarta, Minggu (24/11).
Kementerian ESDM, jelas Fabby, menyatakan potensi energi terbarukan di Indonesia mencapai 3.686 gigawatt. Adapun kajian pihaknya pada 2022 mengindikasikan ada potensi energi terbarukan yang lebih besar mencapai lebih dari 7.800 gigawatt, dengan lebih dari 75 persen merupakan sumber energi surya.
Oleh karena itu, ia mengatakan pemerintah Indonesia perlu mempersiapkan peta jalan transisi energi dengan pilihan biaya yang paling murah, menjamin keandalan pasokan yang optimal, dan berkeadilan.
Menurut Fabby, lewat transisi energi terbarukan, Indonesia dapat meningkatkan ambisi penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) yang selaras dengan target 1,5 derajat Celsius yang disasar oleh Persetujuan Paris (Paris Agreement).
Adapun data dari Kementerian ESDM hingga November 2024 menunjukkan masih ada sekitar 86 desa yang belum memiliki akses listrik.
Libatkan Swasta
Pengamat energi terbarukan dari Universitas Brawijaya, Malang, Suprapto, mengatakan potensi energi baru terbarukan (EBT), terutama energi surya yang sangat melimpah di Indonesia, bisa menjadi solusi mengatasi kesenjangan listrik di wilayah 3T.
“Kesenjangan listrik di kepulauan-kepulauan dan perdesaan adalah masalah lama yang sebetulnya sekarang dengan kemajuan teknologi energi terbarukan bisa diatasi. Sistem PLTS fotovoltaik, PLTS atap dapat digunakan untuk program listrik di wilayah 3T yang selama ini masih harus menggunakan genset. Jadi apapun jenisnya, EBT adalah solusi jitu kesenjangan energi,” kata Suprapto.
Wilayah 3T, jelasnya, adalah tempat yang tepat untuk memulai adopsi EBT. Mereka bisa didahulukan karena selain belum terjangkau oleh jaringan PLN, lokasi-lokasi terpencil itu kebutuhannya listriknya relatif kecil, karena mungkin belum ada mal, gedung-gedung perkantoran, dan sebagainya.
“Tinggal bagaimana pemerintah mau mempermudah, memberikan insentif untuk lebih mendorong komersialisasi sistem ini dengan memaksimalkan keterlibatan swasta, dan mendorong sistem pendanaan yang efisien,” tuturnya.
Project Lead Clean, Affordable and Secure Energy for Southeast Asia (CASE for SEA) di Indonesia, GIZ Energy Program for Indonesia/Asean, Deni Gumilang, menggarisbawahi pentingnya pengembangan instrumen kebijakan yang bertujuan untuk memitigasi risiko transaksi, mengingat tantangan dalam kebijakan dan regulasi masih dianggap sebagai hambatan utama dalam pengembangan energi terbarukan di Tanah Air.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Tiongkok Temukan Padi Abadi, Tanam Sekali Panen 8 Kali
- 2 Cegah Jatuh Korban, Jalur Evakuasi Segera Disiapkan untuk Warga Sekitar Gunung Dempo
- 3 Ratusan Pemantau Pemilu Asing Tertarik Lihat Langsung Persaingan Luluk-Khofifah-Risma
- 4 BKD Banten Periksa Pejabat Kesbangpol Buntut Spanduk Kontroversial
- 5 Dharma-Kun Berjanji Akan Bebaskan Pajak untuk Pengemudi Taksi dan Ojek Online