Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Antisipasi Krisis - Sulit Tentukan Akhir Tren Pelemahan Kurs Rupiah

Pelemahan Rupiah Bakal Hambat Pertumbuhan Ekonomi

Foto : Sumber: Bloomberg
A   A   A   Pengaturan Font

>>Masalah mendasar pelemahan rupiah, keterlambatan mengatasi defisit transaksi berjalan.

>>Nilai tukar rupiah sempat menyentuh level terlemah sepanjang sejarah sejak 2013.

JAKARTA - Tren pelemahan nilai tukar rupiah dinilai sulit ditentukan kapan berakhirnya karena sebagian pemicunya berasal dari faktor eksternal. Pelemahan itu juga akan menjadi salah satu risiko proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Padahal, dalam lima tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi terjebak dalam stagnasi pertumbuhan lima persenan. Pada tahun ini, pertumbuhan diprediksi mencapai 5,2 persen atau di bawah target sebesar 5,3 persen.

Ini akan menghambat langkah Indonesia beranjak menjadi negara maju, yang mensyaratkan pertumbuhan ekonomi tinggi.

Ekonom Asian Development Bank (ADB), Emma Allen, seusai merilis laporan Asian Development Outlook (ADO) ADB, di Jakarta, Rabu (26/9), mengemukakan sangat sulit menentukan waktu berakhirnya pelemahan rupiah.

"[Sampai kapan pelemahan rupiah terjadi] adalah pertanyaan yang sulit untuk dijawab, dan kemungkinan [jadi] salah satu risiko terhadap proyeksi [pertumbuhan]," ungkap dia.

Allen menilai sulit untuk memprediksi akhir pelemahan mata uang RI itu karena pemicunya berasal dari luar. Indonesia, lanjut dia, bukan satu-satunya negara di kawasan yang mengalami situasi ini.

Solusi yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah memanfaatkan depresiasi rupiah guna mendorong ekspor, serta melanjutkan langkah proaktif yang sudah dilakukan untuk menopang rupiah.

"BI (Bank Indonesia) sudah sangat proaktif dalam mengelola nilai tukar, dan kami berharap mereka bisa terus membiarkan depresiasi nilai tukar sesuai pergerakan pasar. Namun, juga menggunakan berbagai alat kebijakan yang tersedia untuk membantu menahan laju pelemahan," tutur Allen.

Sementara itu, rupiah berdasarkan kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), Rabu, sempat menyentuh level 14.938 rupiah per dollar AS. Ini merupakan posisi terlemah sepanjang sejarah, sejak tahun 2013.

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah di pasar spot, kemarin, berbalik menguat dan ditutup tujuh poin atau 0,05 persen lebih tinggi menjadi 14.911 rupiah per dollar AS. Pada perdagangan Selasa (25/9), rupiah ditutup pada 14.918 rupiah per dollar AS.

Menanggapi pergerakan rupiah itu, ekonom Indef, Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan masalah mendasar pelemahan rupiah adalah keterlambatan mengatasi defisit transaksi berjalan dan kebergantungan yang tinggi terhadap hot money jangka pendek.

"Akhirnya arus modal keluar bersamaan karena dipicu rencana kenaikan suku bunga The Fed (Bank Sentral AS) sehingga melemahkan kurs rupiah," jelas dia. Bhima memperkirakan hingga 2020 mata uang RI itu akan fluktuatif seiring prediksi beberapa lembaga keuangan internasional.

Contohnya, JP Morgan memprediksi akan terjadi krisis besar pada 2020. "Apalagi, Fed diproyeksi terus menaikkan bunga acuan disusul oleh bank sentral negara-negara G4 lainnya," papar dia.

Menurut Bhima, sektor yang berpeluang terkena krisis itu bervariasi mulai jasa keuangan, manufaktur hingga retail. "Cadev (cadangan devisa) pastinya akan terkuras seiring intervensi BI menjaga rupiah. Cadev berpeluang anjlok di bawah 100 miliar dollar AS jika tekanan rupiah tidak mereda," tukas dia.

Kenaikan Bunga

Analis pasar uang, Muhammad Nafan Aji Gusta, mengatakan pergerakan rupiah juga dipengaruhi oleh wacana kenaikan bunga acuan, BI-7 Day Reverse Repo Rate, pekan ini sebesar 25 basis poin menjadi 5,75 persen.

Selain itu, pasar juga menantikan hasil rapat Federal Open Market Committee (FOMC). "Nanti akan ada pertemuan pada pukul 01.00 dini hari (Kamis) terkait kenaikan suku bunga di Amerika Serikat," ujar dia.

Menurut Nafan, pelaku pasar akan menunggu pernyataan Gubernur The Fed, apakah akan bersifat hawkish atau tidak terhadap dollar. "Pernyataan Gubernur Fed ini akan mempengaruhi kurs mata uang dunia, termasuk rupiah," jelas dia.

Pasar memprediksi The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 2,00-2,25 persen. Ini sejalan dengan proyeksi dari Fed Watch yang meyakini hal tersebut, dengan tingkat probabilitas hingga 95 persen.

Sedangkan BI, kata Nafan, tetap akan menaikkan suku bunga pada pekan ini, meskipun jika bank sentral terus agresif meningkatkan suku bunga acuan bakal mengganggu pertumbuhan ekonomi. ahm/WP

Komentar

Komentar
()

Top