Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Ekonomi Lesu | Konsumsi Didominasi Kelas Menengah Rentan

Pelemahan Daya Beli Kelas Menengah Bisa Perburuk Kondisi Fiskal

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah bakal menghadapi tekanan keuangan lebih besar lagi ke depan apabila regulator tak secepatnya mengatasi pelemahan daya beli kelas menengah. Melemahnya daya beli masyarakat kalangan menengah ini juga bakal mempengaruhi rasio pajak sebab mereka penyumbang terbesarnya.

Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia (UI), Teuku Riefky, menerangkan calon kelas menengah (kelas menengah rentan) merupakan penerima terbesar subsidi dan kelas atas tidak menerima subsidi sama sekali. Sementara kelas menengah menerima subsidi relatif lebih kecil.

Riefky memperingatkan jika daya beli kelas menengah turun, hal itu dapat memaksa mereka berpindah ke calon kelas menengah atau rentan. "Kondisi tersebut mengurangi peran mereka sebagai kontributor pajak dan meningkatkan kebergantungan mereka pada dukungan fiskal," ucap Riefky, di Jakarta, Sabtu (4/8).

Akibatnya, lanjut Riefky, pemerintah akan menghadapi tekanan fiskal lebih besar karena harus meningkatkan belanja anggaran untuk subsidi. Kondisi tersebut, lanjutnya, bisa mempersulit upaya mencapai keberlanjutan fiskal serta mempertahankan pertumbuhan ekonomi.

Pada 2023, total konsumsi dari kelompok calon kelas menengah (rentan) dan kelas menengah mencapai 82,3 persen dari total konsumsi rumah tangga di Indonesia. Sebagai rinciannya, calon kelas menengah menyumbang 45,5 persen, sedangkan kelas menengah berkontribusi sebesar 36,8 persen. Ini menandai peningkatan dari 2014, di mana kelompok-kelompok ini masing-masing menyumbang 41,8 dan 34,7 persen dari konsumsi.

Namun, tren mereka mengalami perbedaan dalam lima tahun terakhir. Porsi konsumsi calon kelas menengah meningkat dari 42,4 persen pada 2018. Sebaliknya, porsi konsumsi kelas menengah turun dari 41,9 persen pada periode yang sama.

"Penurunan ini menunjukkan pengurangan konsumsi kelas menengah, yang mencerminkan potensi penurunan daya beli mereka," ujarnya.

Mengutip teori Engel, Riefky menyatakan ketika pendapatan turun, proporsi belanja untuk makanan justru meningkat. "Hal ini karena makanan adalah kebutuhan dasar, dan orang cenderung mempertahankan tingkat konsumsi makanan mereka meskipun dengan pendapatan lebih rendah," urai Riefky.

Kelas menengah mengalokasikan 41,3 persen dari pengeluaran mereka untuk makanan, sedangkan kelas atas menghabiskan 15,6 persen. Untuk calon kelas menengah, porsi pengeluaran untuk makanan sedikit menurun dari 56,1 persen pada 2014 menjadi 55,7 persen pada 2023.

Sebaliknya, pengeluaran kelas menengah untuk makanan naik menjadi 41,3 persen (yoy) dari 36,6 persen. "Peningkatan porsi pengeluaran untuk makanan, atau penurunan konsumsi nonmakanan, dapat dijadikan indikator yang mengkhawatirkan," ujar Riefky.

Dampak Langsung

Karena itu, Riefky memperingatkan pelemahan daya beli ini menjadi mengkhawatirkan karena berdampak pada konsumsi agregat yang merupakan pendorong penting pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Kelas menengah berperan sangat penting bagi penerimaan negara, yakni menyumbang 50,7 persen dari penerimaan pajak, sementara calon kelas menengah menyumbang 34,5 persen.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani, memperkirakan ekonomi Indonesia masih tumbuh lima persen pada kuartal II-2024. Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) optimistis momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap berlanjut sejalan dengan peningkatan konsumsi dan investasi.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top