PDIP vs PSI, Pemilih Muda dan Media Sosial di Mata Kedua Parpol
Pelajar Madrasah Aliyah Ruhul Islam Anak Bangsa Aceh Besar memasukkan surat suara ke kotak saat mengikuti sosialisasi dan simulasi pemilu di rumah pintar Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kota Banda Aceh, Senin (28/10/2019).
Dalam kaitannya dengan politik, media sosial dan komunikasi lain yang berbasiskan internet telah menawarkan kemudahan dialog tanpa batas. Parpol seharusnya bisa memaksimalkan fungsi ini.
Basis massa yang kuat dan rekam jejak yang panjang jelas membuat PDI-P mampu meraup banyak suara, setidaknya dalam Pemilu terakhir. Namun, PDI-P - serta parpol-parpol lainnya - juga perlu belajar mengenai kebutuhan dan gaya komunikasi yang dimiliki oleh pemilih muda.
Parpol harus meninggalkan pemahaman yang menyamakan fungsi media sosial dengan media mainstream. Jika paradigma tersebut terus dipelihara, maka budaya politik yang tidak sehat akan terus berlangsung. Masyarakat tidak akan dapat memainkan perannya sebagai kontrol terhadap wakil rakyat yang telah mereka pilih.
Jika ini terus terjadi, menurut narasumber yang merupakan pengurus DPP PSI, konsekuensinya adalah munculnya sikap apatis dari generasi milenial dan Z terhadap politik pada kehadiran parpol, karena mereka menganggap parpol hanya membutuhkan mereka ketika mendekati pemilihan saja.
Selain itu, parpol juga harus memandang pemilih muda sebagai kelompok komunikan yang aktif dan kritis, sehingga sangat penting untuk membicarakan isu yang menyentuh langsung kebutuhan hidup mereka.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : -
Komentar
()Muat lainnya