PBB Desak Gilead Izinkan Produksi Generik Obat HIV Barunya
Kantor pusat Gilead Sciences di Silicon Valley. Obat HIV buatan Gilead, Sunlenca (lenacapavir), memperoleh persetujuan FDA pada tahun 2022.
Foto: Pharmaceutical-technology/Shutterstock/Sundry PhotWASHINGTON - Raksasa farmasi AS, Gilead, dapat mengakhiri pandemi AIDS jika membuka akses terhadap obat HIV barunya, kata kepala UNAIDS kepada AFP.
Winnie Byanyima mendesak Gilead untuk "menciptakan sejarah" dengan mengizinkan produksi generik Lenacapavir, obat antiretroviral suntik dua kali setahun yang digunakan untuk mengobati pasien HIV.
Ia mendesak Gilead untuk membuka Lenacapavir kepada organisasi internasional Medicines Patent Pool yang didukung PBB, sehingga versi generik yang lebih murah dapat dijual di bawah lisensi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Apa pun keuntungan finansial yang didapat dari penciptaan Lenacapavir, reputasi sebagai perusahaan yang menaklukkan pandemi AIDS akan lebih besar, kata Byanyima.
"Gilead memiliki peluang untuk membawa kita lebih dekat dalam mengakhiri AIDS sebagai ancaman kesehatan masyarakat," kata Byanyima kepada AFP dalam sebuah wawancara di kantor pusat UNAIDS di Jenewa.
"Gilead memiliki kesempatan untuk menyelamatkan dunia. Menyelamatkan dunia, secara harfiah," dari pandemi.
"Mereka bisa menjadi perusahaan yang memenangkan Hadiah Nobel, misalnya. Penghargaan tidak hanya berupa uang. Ada juga pengakuan... bayangkan betapa hebatnya hal itu."
Di Liga yang Berbeda
Sementara sekitar 10 juta orang dengan HIV masih perlu dijangkau dengan terapi antiretroviral, sekitar 30 juta orang telah menjalani pengobatan tersebut.
Byanyima, direktur eksekutif Program Gabungan PBB tentang HIV dan AIDS, mengatakan, hal ini hanya mungkin berkat inovasi dari perusahaan farmasi seperti Gilead.
Namun Lenacapavir "sangat efektif, sehingga termasuk dalam kategori obat pencegahan yang berbeda", katanya.
Byanyima mengatakan obat itu akan membantu mereka yang paling sulit dijangkau.
"Orang-orang yang bersembunyi dari hukum -- kaum gay, kaum transgender -- yang bisa keluar hanya dua kali setahun untuk mendapatkan suntikan dan tetap aman", katanya, belum lagi kaum perempuan muda di Afrika, yang takut terhadap stigma dan kekerasan dalam rumah tangga.
Lenacapavir telah disetujui untuk digunakan pada pasien HIV di Amerika Serikat dan Uni Eropa pada tahun 2022. Obat ini tersedia dengan harga sekitar $40.000 per tahun di AS.
Obat ini juga sedang diuji untuk potensi penggunaan profilaksis pra pajanan (PrEP), untuk mencegah orang tanpa HIV tertular virus -- dengan hasil sementara yang sangat menjanjikan.
Byanyima bersikeras bahwa melalui penetapan harga berjenjang -- misalnya seseorang di Nepal membayar sebagian kecil harga seseorang di Inggris -- Gilead masih dapat memperoleh laba dari Lenacapavir.
"Kita hampir bisa mengakhiri penyakit ini," desaknya.
Gilead sebelumnya mengatakan pihaknya sedang berunding dengan pemerintah dan organisasi "seiring upaya kami mencapai target akses kami".
Sasaran 2030
Secara umum, inovasi HIV menghasilkan produk yang lebih baik untuk pencegahan dan pengobatan dengan kemanjuran yang lebih besar dan efek samping yang lebih sedikit, kata Byanyima.
Namun, "vaksin sangat, sangat sulit dibuat. Sama halnya dengan obat. Tetapi sekarang kita memiliki segalanya agar orang-orang dapat hidup panjang umur dan sehat."
Sekitar 1,3 juta orang baru terinfeksi HIV tahun lalu.
UNAIDS menegaskan HIV dapat diakhiri sebagai ancaman kesehatan masyarakat pada tahun 2030 -- tetapi hanya jika para pemimpin mengambil keputusan yang tepat mengenai pendanaan, sumber daya, dan hak.
"Kami melihat negara-negara membuat kemajuan ke arah itu, yang juga membuktikan bahwa hal itu mungkin," kata Byanyima.
Ia mengatakan, sejak 2010, beberapa negara di Afrika sub-Sahara telah mengurangi infeksi baru lebih dari separuhnya, dan kematian hingga 60 persen.
Namun, "kami juga memiliki wilayah seperti Eropa Timur, Asia Tengah, dan Amerika Latin di mana kami melihat infeksi baru bergerak ke arah yang salah dan meningkat," dengan stigma yang menjauhkan orang dari layanan.
Memenuhi Janji
Byanyima memperingatkan adanya "penolakan yang terkoordinasi dengan baik dan memiliki sumber daya yang memadai" terhadap hak-hak LGBTQ, hak reproduksi, dan kesetaraan gender.
Ia mengutip Undang-Undang Anti-Homoseksualitas yang lebih keras yang diberlakukan di negara asalnya Uganda, langkah-langkah untuk mendekriminalisasi mutilasi alat kelamin perempuan di Gambia, dan Mahkamah Agung AS yang mencabut perlindungan konstitusional untuk aborsi.
Konferensi AIDS Internasional ke-25 berlangsung di Munich dari Senin hingga Jumat, mempertemukan pemerintah, masyarakat sipil, akademisi, ilmuwan, dan orang yang hidup dengan HIV untuk berbagi pengetahuan.
Byanyima mengatakan dia ingin melihat peningkatan kemauan politik untuk menaklukkan pandemi AIDS.
"Penuhi janji bahwa penyakit ini akan berakhir. Tidak seorang pun harus menderita karena hidup dengan HIV," katanya.
"Kita punya semua kemungkinan bagi orang untuk hidup sehat. Dan kita harus melakukannya."
Redaktur: Lili Lestari
Penulis: AFP
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Garuda Indonesia turunkan harga tiket Jayapura-Jakarta
- 2 Pemeintah Optimistis Jumlah Wisatawan Tahun Ini Melebihi 11,7 Juta Kunjungan
- 3 Dinilai Bisa Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Harus Percepat Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT
- 4 Permasalahan Pinjol Tak Kunjung Tuntas, Wakil Rakyat Ini Soroti Keseriusan Pemerintah
- 5 Meluas, KPK Geledah Kantor OJK terkait Penyidikan Dugaan Korupsi CSR BI
Berita Terkini
- Ribuan Mantan Anggota Jamaah Islamiyah Deklarasi Pembubaran di Solo
- Denny JA Rumuskan 6 Prinsip Emas Spiritualitas di Era AI
- Warga Diminta Waspada, Gunung Ibu di Halmahera Barat Sudah Dua Kali Erupsi
- Meningkat, KCIC Sebut 100 Ribu Tiket Whoosh Terjual Untuk Momen Natal dan Tahun Baru
- Terus Meluas, Otoritas Victoria Keluarkan Perintah Evakuasi Akibat Kebakaran Semak