Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Partai Minus Malu

A   A   A   Pengaturan Font

Perhelatan Pilpres 2019 berjalan amat panjang, melelahkan, dan penuh intrik. Meski hasil penghitungan Komisi Pemilihan Umum berbeda sangat jauh, hampir 17 juta suara antara pasangan 01 dan 02, toh kubu Prabowo-Sandi belum mau mengakui kekalahan.

Mereka akhirnya maju ke Mahkamah Konstitusi (MK), walau sebelumnya bersikeras tak akan mencari keadilan lewat lembaga pengadil terakhir itu. Banyak pihak telah menilai, saksi dan back up data 02 lemah. Hal itu juga terlihat dalam persidangan dan akhirnya terbukti seluruh gugatan ditolak MK. Hasilnya tetap tak mengubah seperti hitungan KPU. Akhirnya, KPU menetapkan capres 01 sebagai pemenang Pilpres 2019.

Meski begitu, Capres 02 Prabowo pada hari yang sama usai MK mengumumkan hasil sidang gugatannya, masih juga menyatakan mau mencari celah-celah hukum yang bisa dimasuki. Artinya, apakah kubu 02 belum juga menerima keputusan MK? Hanya mereka yang tahu. Memang dalam pidato Prabowo itu dengan tegas menghormati keputusan MK, namun sejauh yang didengar, belum ada kata "menerima" keputusan MK.

Seluruh elemen bangsa mengingatkan untuk kembali bersatu kembali dan mulai membangun. Presiden Joko Widodo juga menyatakan, jangan ada lagi kubu 01 atau 02. Dia mengajak untuk kembali bekerja seluruh rakyat. Negara ini memerlukan kerja keras seluruh bangsa. Untuk itu, saatnya bergandeng tangan membangun seluruh bangsa.

Hanya, sebagian rakyat kini dibuat geleng-geleng kepala lantaran hampir semua partai yang tergabung dalam kubu 02 mulai menjajaki untuk merapat masuk ke kubu 01. Ada partai yang dari awal tidak jelas posisinya. Kakinya tidak mantap di salah satu kubu. Dia memulai untuk bisik-bisik kemungkinan bergabung ke koalisi Jokowi-Ma'ruf Amin. Langkah partai tersebut diikuti partai-partai lain dari koalisi Adil Makmur.

Memang masih ada yang malu-malu, tetapi gelagatnya, jelas mau sekali. Apakah gelagat demikian etis? Semua kembali kepada partai-partai yang bersangkutan. Kalau mereka beranggapan tidak apa-apa, ya, etis saja. Hanya, secara kewajaran, mestinya mereka malu. Dari kubu yang begitu keras bertentangan sekarang mau ikut menikmati kemenangan orang lain.

Maka dari itu, sebaiknya parpol yang semula dalam koalisi Adil Makmur mesti berpikir ulang untuk merapat ke Jokowi-Amin. Jangan sampai masyarakat mengatakan, tidak tahu malu. Jangan sampai muncul anggapan parpol minus malu. Artinya, akan lebih elegan kalau mereka kesatria, tetap berada di luarpemerintah.

Oposisi juga diperlukan. Bayangkan kalau seluruh partai ada di pemerintah. Lalu siapa yang bakal mengawasi sepak terjang rezim Jokowi-Amin? Tetapi, itu hanya bisa terjadi kalau parpol memang memiliki gengsi atau harga diri. Namun, dalam politik sering harga diri diabaikan dan lebur karena destinasinya kepentingan, misalnya, jabatan di kabinet. Kalau itu yang terjadi akan semakin menjatuhkan parpol tersebut di mata konstituennya.

Ungkapan kubu 02 yang menyatakan, "Saat ini kami belum ada keputusan mau merapat ke Jokowi-Ma'ruf Amin," jelas mendua. Kalau tegas, pernyataannya harus "tidak akan merapat ke Jokowi. Kami tetap oposan." Nah, itu memperlihatkan ketegasan sikap. Jangan menggunakan diksi "belum".

Jadi, semua dikembalikan kepada parpol koalisi Adil Makmur. Mau menjaga integritas, harga diri, atau melebur semua itu demi mengincar jabatan (kabinet) yang mudah-mudahan diberi oleh kubu 01. Memang negara ini tidak mengenal oposisi sejati. Namun, tetap diperlukan parpol di luar rezim agar penggunaan anggaran negara dan kinerja pemerintah dapat diawasi.

Komentar

Komentar
()

Top