Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 08 Jan 2022, 07:12 WIB

Jangan Curiga, Justru Tiru Negara yang Terapkan Prokes Ketat

People hold placards up at a government detention centre where Serbia's tennis champion Novak Djokovic is reported to be staying in Melbourne on January 7, 2022, after Australia said it had cancelled the entry visa of Djokovic, opening the way to his detention and deportation in a dramatic reversal for the tennis world number one.

Foto: William WEST / AFP

Perhatian pecinta olahraga, khususnya tenis, di awal 2022 ini tertuju pada Kota Melbourne di Australia. Mereka menunggu-nunggu digelarnya kejuaraan tenis Grand Slam Australia Open 2022 itu sudah pasti. Tetapi dalam dua hari terakhir pecinta tenis digemparkan dengan dibatalkannya visa masuk Australia bagi petenis nomor satu dunia, Novak Djokovic.

Petenis asal Serbia itu telah mendarat di Melbourne pada Rabu malam, setelah mengungkapkan di media sosial bahwa dirinya memiliki pengecualian medis untuk bermain di Australia Open ini meski tanpa bukti telah divaksinasi Covid-19. Pengecualian vaksin yang diberikan oleh penyelenggara Australia Open setelah permohonannya disetujui oleh dua panel medis itu memicu kemarahan di antara warga Australia yang telah mengalami isolasi karena Covid-19 selama dua tahun.

Meski sudah mendarat di Melbourne, namun juara Australia Open sembilan kali itu gagal melewati imigrasi. "Mr Djokovic gagal memberikan bukti yang sesuai untuk memenuhi persyaratan masuk ke Australia, dan visanya kemudian dibatalkan," demikian petugas imigrasi Australia dalam sebuah pernyataan, Kamis (6/1). Djokovic pun terkatung-katung di Bandara Tullamarine, Melbourne.

Kini Djokovic ditempatkan di hotel yang sama dengan yang digunakan sebagai fasilitas penahanan darurat bagi para pencari suaka di pinggiran kota Melbourne sambil menunggu apakah Pemerintah Australia bakal meloloskan dispensasi kewajiban vaksin yang berlaku atau mengirimnya pulang ke Serbia.

Di tengah kesendiriannya di Park Hotel yang hanya berjarak sekitar empat kilometer dari hotel mewah tempat sebagian besar peserta Australia Open menginap, Djokovic mendapat dukungan penuh dari warga Serbia. Presiden Serbia, Alexandar Vucic menelponnya dan mengatakan bahwa seluruh warga Serbia bersamanya. "Kami melakukan segalanya untuk menyudahi tindakan mempermalukan terhadap petenis terbaik dunia ini," kata Vucic.

Kisah sedih yang dialami Djokovic ini harus menjadi pelajaran kita semua. Bahwa sebagai negara berdaulat, semua negara berhak membuat peraturan untuk melindungi warganya dari penularan Covid-19 seperti yang dilakukan Austrlia. Terlebih saat ini sedang merebak penularan varian omicron yang penularannya lebih cepat dari varian-varian yang ada sebelumnya.

Wajar jika keputusan untuk memberikan Djokovic pengecualian dari kewajiban vaksin memicu kritik tajam di Australia, di mana lebih dari 90 persen orang di atas 16 tahun telah mendapat dua dosis vaksin untuk melawan Covid-19.

Maka wajar pula jika pemerintah Inggris pada Maret 2021 lalu memaksa mundur pemain bulu tangkis Indonesia yang berlaga di kejuaraan All England karena dalam pesawat yang ditumpanginya terdapat penumpang yang positif Covid-19. Dan wajar juga jika empat pemain sepak bola Indonesia yang melanggar bubble system di turnamen sepak bola Piala AFF dilarang tampil di leg kedua babak final melawan Thailand.

Buang jauh-jauh dugaan bahwa pemerintah Inggris di turnamen All England dan langkah pemerintah Singapura di Piala AFF adalah bagian dari konspirasi untuk menggagalkan pemain atau tim Indonesia memenangi kejuaran. Justru Indonesia harus bisa meniru Inggris, Singapura, dan Australia yang menerapkan ketat protokol kesehatan guna melindungi warganya dari penularan Covid-19.

Redaktur: Koran Jakarta

Penulis: Koran Jakarta

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.