Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Partai Minus Malu

A   A   A   Pengaturan Font

Memang masih ada yang malu-malu, tetapi gelagatnya, jelas mau sekali. Apakah gelagat demikian etis? Semua kembali kepada partai-partai yang bersangkutan. Kalau mereka beranggapan tidak apa-apa, ya, etis saja. Hanya, secara kewajaran, mestinya mereka malu. Dari kubu yang begitu keras bertentangan sekarang mau ikut menikmati kemenangan orang lain.

Maka dari itu, sebaiknya parpol yang semula dalam koalisi Adil Makmur mesti berpikir ulang untuk merapat ke Jokowi-Amin. Jangan sampai masyarakat mengatakan, tidak tahu malu. Jangan sampai muncul anggapan parpol minus malu. Artinya, akan lebih elegan kalau mereka kesatria, tetap berada di luarpemerintah.

Oposisi juga diperlukan. Bayangkan kalau seluruh partai ada di pemerintah. Lalu siapa yang bakal mengawasi sepak terjang rezim Jokowi-Amin? Tetapi, itu hanya bisa terjadi kalau parpol memang memiliki gengsi atau harga diri. Namun, dalam politik sering harga diri diabaikan dan lebur karena destinasinya kepentingan, misalnya, jabatan di kabinet. Kalau itu yang terjadi akan semakin menjatuhkan parpol tersebut di mata konstituennya.

Ungkapan kubu 02 yang menyatakan, "Saat ini kami belum ada keputusan mau merapat ke Jokowi-Ma'ruf Amin," jelas mendua. Kalau tegas, pernyataannya harus "tidak akan merapat ke Jokowi. Kami tetap oposan." Nah, itu memperlihatkan ketegasan sikap. Jangan menggunakan diksi "belum".

Jadi, semua dikembalikan kepada parpol koalisi Adil Makmur. Mau menjaga integritas, harga diri, atau melebur semua itu demi mengincar jabatan (kabinet) yang mudah-mudahan diberi oleh kubu 01. Memang negara ini tidak mengenal oposisi sejati. Namun, tetap diperlukan parpol di luar rezim agar penggunaan anggaran negara dan kinerja pemerintah dapat diawasi.

Komentar

Komentar
()

Top