Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Antisipasi Bencana

Pariwisata Mesti Perhatikan Peta Rawan Bencana

Foto : ISTIMEWA

Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugro­ho.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Tata ruang dan pembangunan kawasan pariwisata harus memperhatikan peta rawan bencana. Sebab, di balik berkah keindahan alam Indonesia terdapat potensi musibah bila tidak dikelola dengan baik.

"Bencana adalah keniscayaan," kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, di Jakarta, Kamis (18/1).

Sutopo mengatakan penataan dan pembangunan dengan memperhatikan peta rawan bencana harus dilakukan sejak perencanaan dikaitkan dengan ancaman bencana yang ada. Ia mengambil contoh, rencana pembangunan 10 Bali atau 10 tujuan wisata prioritas yang akan dibangun hendaknya mengaitkan mitigasi dan pengurangan risiko bencana sehingga daerah pariwisata tersebut aman dari bencana.

Tujuan wisata prioritas itu adalah Danau Toba, Tanjung Lesung, Tanjung Kelayang, Kepulauan Seribu dan Kota Tua, Borobudur, Bromo Tengger Semeru, Wakatobi, Mandalika, Morotai, dan Labuan Bajo. "Delapan dari 10 daerah prioritas pariwisata tersebut berada pada daerah yang rawan gempa, dan sebagian tsunami," tuturnya.

Apalagi, kata Sutopo, investasi pengembangan 10 destinasi pariwisata prioritas dan kawasan strategis pariwisata nasional tersebut sangat besar yaitu 500 triliun rupiah. "Koordinasi perlu dilakukan dengan berbagai pihak melibatkan unsur pemerintah, dunia usaha/ usahawan, akademisi, masyarakat, dan media," katanya.

Faktor Menentukan

Sutopo mengatakan bencana merupakan salah satu faktor yang sangat rentan mempengaruhi naik-turunnya permintaan dalam industri pariwisata.

Beberapa kejadian bencana telah terbukti menyebabkan dampak negatif terhadap industri pariwisata.

Ia menyebutkan, di antaranya erupsi Gunung Merapi tahun 2010, telah mengakibatkan penurunan jumlah kunjungan wisatawan di beberapa objek wisata di Yogyakarta dan Jawa Tengah hingga mencapai hampir 50 persen.

"Bencana kebakaran hutan dan lahan pada Agustus hingga September 2015 menyebabkan 13 bandara tidak bisa beroperasi karena jarak pandang pendek dan membahayakan penerbangan. Bandara harus tutup, berbagai event internasional ditunda, pariwisata betul-betul tertekan," ungkapnya.

Ia menambahkan, industri penerbangan, hotel, restoran, tour and travel, objek wisata dan ekonomi yang di-drive oleh sektor ini pun terganggu.

Sutopo menyebutkan, erupsi Gunung Agung di Bali tahun 2017 menyebabkan satu juta wisatawan berkurang dan kerugian mencapai 11 triliun rupiah di sektor pariwisata.

"Gempa Lombok yang beruntun pada tahun 2018 menyebabkan 100 ribu wisatawan berkurang dan kerugian 1,4 triliun rupiah. Tsunami di Selat Sunda pada 22 Desember lalu menyebabkan kerugian ekonomi hingga ratusan miliar rupiah. eko/E-3

Komentar

Komentar
()

Top