
Parah saat Dilanda Banjir, FWI Nilai Jabodetabek Butuh Ekosistem Hutan sebagai Penyangga
Ilustrasi dampak banjir di Jabodetabek.
Foto: antara fotoDEPOK - Juru Kampanye Forest Watch Indonesia (FWI) Anggi Putra Prayoga menyatakan kota-kota besar seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) butuh ekosistem hutan sebagai penyangga kehidupan masyarakat sehingga tidak akan parah saat banjir melanda.
“Sayangnya hutan tidak lagi dilihat sebagai fungsi, melainkan komoditas yang selalu dikalahkan untuk berbagai kepentingan,” kata Anggi dalam keterangannya, Kamis (13/3).
Sisa hutan di tiga Daerah Aliran Sungai (DAS) yakni Ciliwung (14 persen), Kali Bekasi (4 persen), dan Cisadane (21 persen). Rata-rata persentase luas hutan alam tersisa terhadap luas DAS di bawah 30 persen.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UUK), lanjutnya, memandatkan setidaknya 30 persen dari luas DAS merupakan kawasan hutan. “Hutan harus dilihat sebagai fungsinya untuk menunjang sistem penyangga kehidupan bukan sekedar tegakan pohon saja untuk dieksploitasi,” katanya.
Dalam UUK, kata dia, fungsi hutan dibagi ke dalam tiga yakni lindung, produksi, dan konservasi. Kementerian Kehutanan (Kemenehut) telah menunjuk hutan di tiga wilayah DAS itu setidaknya sekitar 23 ribu hektare dari ketiga DAS tersebut sebagai kawasan hutan produksi.
Artinya, menurut dia, kebijakan yang ada justru mendorong perusakan hutan bukan perlindungan hutan, karena hutan produksi lebih mengedepankan hasil hutan kayu dibanding hasil hutan bukan kayu, seperti jasa lingkungan.
Ia mengatakan perubahan kebijakan tata ruang juga turut memfasilitasi alih fungsi hutan dan lahan di ketiga hulu sungai di Kabupaten Bogor.
Setidaknya, lanjutnya, terjadi penyusutan kawasan lindung dalam rencana pola ruang Kabupaten Bogor. Luasnya diperkirakan mencapai 71.595 hektare dari kawasan hutan lindung ke kawasan hutan budi daya.
Menurutnya, Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor yang saat ini berlaku memiliki kawasan lindung yang lebih sedikit dibandingkan dengan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2016 tentang RTRW Kabupaten Bogor yang berlaku sebelumnya.
Di Kawasan Puncak Bogor, kata dia, kawasan perkebunan teh dan kawasan hutan produksi merupakan kawasan lindung pada Perda RTRW sebelumnya, sehingga pembangunan sangat dibatasi.
Sebagai konsekuensi, perkebunan teh di Kawasan Puncak Bogor yang berada di atas Hak Guna Usaha (HGU) juga berfungsi sebagai daerah resapan air.
Perubahan peruntukan ruang menjadi kawasan budi daya seperti pada Perda RTRW saat ini memungkinkan pembangunan lebih bebas dan terang-terangan.
Konversi kebun teh terjadi secara besar-besaran di Kawasan Puncak Bogor untuk memenuhi ambisi pembangunan wisata dengan mengalihfungsikan daerah resapan air, seperti yang terjadi pada objek wisata Hibisc Fantascy Puncak.
Hilangnya Fungsi Lindung Akibat Kerusakan Hutan Di Sejumlah Hulu Sungai Ciliwung,Kali Bekasi, dan Cisadane
Banjir yang melanda Kawasan Puncak Bogor telah menyebabkan gangguan aktivitas dan kerusakan infrastruktur publik di beberapa titik.
Hujan dengan intensitas tinggi menyebabkan aliran Sungai Ciliwung meluap dan merendam sejumlah area pemukimandan jalur utama yang menghubungkan Bogor dengan Kawasan Puncak. Jakarta dan Kota Bekasi turut lumpuh akibat meluapnya Sungai Ciliwung dan Kali Bekasi.
Redaktur: Sriyono
Penulis: Sriyono
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte Ditangkap Interpol
- 2 Didakwa Lakukan Kejahatan Kemanusiaan, Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte Ditangkap
- 3 Luar Biasa, Perusahaan Otomotif Vietnam, VinFast, Akan Bangun Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum hingga 100.000 Titik di Indonesia
- 4 Kerusakan Parah di Hulu Sungai Ciliwung, Sungai Bekasi dan Sungai Cisadane
- 5 KAI Daop 6 Menggandeng Kejaksaan untuk Menyelamatkan Aset Negara di Sleman