Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kesejahteraan Masyarakat - Rata-rata Penurunan "Stunting" Tiap Tahun Cenderung Kecil

Pangan Lokal Bisa Tekan "Stunting"

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Angka stunting di Tanah Air saat ini masih tinggi sekitar 21,6 persen tahun lalu. Meskipun lebih rendah dibanding 2021, namun penurunannya sangat lambat dan jauh dari harapan. Tingginya angka stunting tersebut ditengarai beberapa faktor, salah satunya keengganan para ibu mengonsumsi pangan lokal.

Anggota Komisi IX DPR RI, Elva Hartati, menyebut pada 2021, angka kasus mencapai 24,4 persen. Pemerintah sendiri menargetkan penurunan stunting pada 2024 hingga 14 persen. "Idealnya, target tersebut harus mencapai 3,8 persen," tegasnya dikutip dari laman rsmi DPR RI, Rabu (15/2).

Dia melanjutkan dalam 10 tahun belakangan ini, rata-rata penurunan angka stunting sekitar 1,75 persen per tahun. Sedangkan mulai 2019-2022, penurunan angka stunting mencapai 6,1 persen atau rata-rata 2 persen per tahun. "Sedangkan untuk mencapai target, idealnya penurunan stunting harus menyentuh angka 3,8 persen per tahun," ujarnya

Dari fakta angka penurunan stunting pada 2022 tersebut, kata Elva, berarti masih terdapat 4,7 juta balita di Indonesia mengalami stunting. Karena itu, pemerintah perlu berupaya ekstra keras untuk terus menurunkan angka-angka tersebut. Dia menambahkan setiap kali rapat dengan Kementerian Kesehatan dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Komisi IX DPR selalu menekankan koordinasi untuk percepatan penurunan angka stunting.

"Dengan adanya Perpres Nomor 72 Tahun 2021 diharapkan penanganan stunting sudah lebih terstruktur dan bisa dilakukan secara holistik, sekaligus pelibatan semua pihak dengan kewenangan masing-masing," ungkapnya.

Stunting, terang Elva, umumnya terjadi akibat balita kurang asupan penting, seperti protein hewani, nabati, dan juga zat besi, selain itu ada faktor kemiskinan serta layanan kesehatan yang belum merata. "Ke depan, pemenuhan terhadap tiga hal ini harus terus diupayakan agar anak balita bisa terhindar dari stunting," serunya.

Setengah Hati

Dalam kesempatan terpisah, Pakar Pangan Lokal dari Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti Jakarta, Saptarining Wulan, meminta pemerintah serius mendorong pengembangan dan pemanfaatan pangan lokal. Apalagi, lanjutnya, RI memiliki keanekaragaman pangan atau sekitar 77 jenis pangan lokal yang mengandung karbohidrat.

Sayangnya, kata dia, saat ini pemerintah masih setengah hati mengembangkan pangan lokal. Tingginya angka stunting di RI, kata Wulan, juga dipicu oleh kebiasaan para ibu hamil yang mengonsumsi produk impor yang sudah melalui proses kimiawi.

"Dampaknya ke perkembangan bayinya dalam kandungan. Padahal sebenarnya si ibu bisa saja mengonsumsi pangan lokal. Sebagai contoh saja, penyakit diabetes saja saat ini bukan hanya terjadi pada orang dewasa, tetapi pada bayi juga. Itu karena si ibu yang terlalu sering mengonsumsi produk impor tadi," pungkas Wulan.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top