Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Pakar UB Proyeksikan Konflik dan Anomali Iklim Pengaruhi Perlambatan Ekonomi Global pada 2024

Foto : Istimewa

Pakar resolusi konflik internasional, Universitas Brawijaya, Malang, Adhi Cahya Fahadayna.

A   A   A   Pengaturan Font

SURABAYA - Dalam Laporan Situasi dan Prospek Ekonomi Dunia 2024, PBB baru-baru ini meramalkan bahwa pertumbuhan ekonomi global akan melambat menjadi 2,4 persen pada 2024, turun dari 2,7 persen di tahun sebelumnya. Angka tersebut lebih rendah dibanding sebelum pandemi Covid-19 dengan tingkat pertumbuhan 3,0 persen.

Terkait hal itu, pakar Hubungan Internasional dari Universitas Brawijaya, Malang, Adhi Cahya Fahadayna, mengungkapkan proyeksi bahwa penurunan pertumbuhan dunia yang diproyejsikan bukan sekedar akibat perlambatan perdangan, tapi turut didorong oleh stabilitas politik dan keamanan di dunia yang menurun.

"Kondisi ekonomi global memang akan memburuk, hal ini disebabkan oleh belum pulihnya kondisi ekonomi akibat pandemi Covid-19 beberapa tahun belakangan, namun sudah disusul dengan trend memburuknya stabilitas politik dan keamanan di dunia.

Menurut Adhi, dengan semakin tingginya tren konflik di beberapa negara, disusul dengan konflik-konflik baru menambah beban perekonomian global semakin berat, bahkan juga dampak dari bencana iklim yang jelas sangat merugikan.

"Tren perdagangan global bukanlah faktor terkuat, melainkan dampak dari pandemi Covid-19 yang belum bisa diatasi dengan baik, ditambah dengan kondisi dunia yang makin tidak stabil dan konflik yang makin merajalela," ujarnya.

Sebelumnya, Voice of America melansir, Direktur Divisi Analisis dan Kebijakan Ekonomi PBB, Hantanu Mukherjee dan Kepala Cabang Pemantauan Ekonomi Global, Divisi Analisis dan Kebijakan Ekonomi, Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial PBB, Hamid Rashid, mengatakan, perkiraan terbaru ini muncul setelah kinerja ekonomi global yang melebihi ekspektasi pada 2023.

"Pertumbuhan PDB yang lebih kuat dari perkiraan tahun lalu menutupi risiko jangka pendek dan kerentanan struktural," katanya dalam konferensi pers di New York.

Laporan ekonomi PBB ini menyajikan prospek ekonomi yang suram dalam waktu dekat. Suku bunga yang masih tinggi, eskalasi konflik yang terus berlanjut, perdagangan internasional yang lesu, dan bencana iklim yang meningkat, menimbulkan tantangan yang signifikan terhadap pertumbuhan global.

Prospek kondisi kredit yang lebih ketat dan biaya pinjaman yang lebih tinggi dalam waktu lama dinilai akan menghadirkan hambatan yang kuat bagi ekonomi dunia yang telah terbebani oleh utang. Ekonomi dunia juga sedang membutuhkan lebih banyak investasi untuk memajukan pertumbuhan, memerangi perubahan iklim, dan mempercepat kemajuan menuju Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).

"Tahun 2024 harus menjadi tahun di mana kita keluar dari persoalan ini. Dengan berani membuka investasi besar, kita dapat mendorong pembangunan berkelanjutan dan aksi iklim, serta menempatkan ekonomi global pada jalur pertumbuhan yang lebih kuat untuk semua," kata Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres.

"Kita harus meningkatkan kemajuan yang telah dicapai pada tahun lalu menuju Stimulus SDG setidaknya $500 miliar per tahun dalam bentuk pembiayaan jangka panjang yang terjangkau untuk investasi pembangunan berkelanjutan dan aksi iklim."

Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Melemah

Pertumbuhan ekonomi di beberapa negara besar dan maju, terutama Amerika, diproyeksikan melambat pada tahun 2024 karena suku bunga yang tinggi, melambatnya belanja konsumen, dan pasar tenaga kerja yang lebih lemah.

Prospek pertumbuhan jangka pendek di banyak negara berkembang, terutama di Asia Timur, Asia Barat, serta Amerika Latin dan Karibia, juga memburuk karena kondisi keuangan yang lebih ketat, ruang fiskal yang menyusut, dan permintaan eksternal yang lesu. Negara-negara berpenghasilan rendah dan ekonomi yang rentan menghadapi tekanan neraca pembayaran yang semakin meningkat dan risiko keberlanjutan utang.

Sementara prospek ekonomi negara-negara kepulauan kecil yang sedang berkembang, khususnya akan dibatasi oleh beban utang yang besar, suku bunga tinggi, dan meningkatnya kerentanan terkait iklim yang berpotensi merusak, dan dalam beberapa kasus bahkan membalikkan kemajuan yang telah dicapai dalam SDG.

Inflasi Cenderung Menurun

Inflasi global diproyeksikan akan menurun lebih lanjut, dari sekitar 5,7 persen di tahun 2023 menjadi 3,9 persen di tahun 2024. Namun, tekanan harga di banyak negara masih tinggi, dan eskalasi konflik geopolitik lebih lanjut berisiko meningkatkan inflasi.

Laporan itu menyatakan, inflasi tahunan di sekitar seperempat dari semua negara berkembang diproyeksikan melebihi 10 persen.

Sejak Januari 2021, harga konsumen di negara-negara berkembang telah meningkat secara kumulatif sebesar 21,1 persen, yang secara signifikan mengikis keuntungan ekonomi yang diperoleh setelah pemulihan COVID-19.

Di tengah gangguan terhadap pasokan, meluasnya konflik, dan cuaca ekstrem, inflasi harga pangan lokal di banyak negara berkembang tetap tinggi. Hal ini menimbulkan dampak tidak proporsional terhadap rumah tangga termiskin. SB/VoA/


Redaktur : Selocahyo Basoeki Utomo S
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top