Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Jumat, 26 Agu 2022, 19:43 WIB

Ombudsman: Pengawasan Pemerintah Pusat di Penerimaan Siswa Didik Baru Harus Diperkuat, Sejumlah Kecurangan Terjadi di Provinsi Banten

Anggota Ombudsman, Indraza Marzuki Rais, usai konferensi pers terkait PPDB, di Jakarta, Kamis (25/8).

Foto: Muhamad Ma'rup

JAKARTA - Anggota Ombudsman, Indraza Marzuki Rais menyarankan pengawasan pemerintah pusat dalam program Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) harus diperkuat. Menurutnya, inspektorat jenderal dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan Kementerian Agama (Kemenag) memiliki keterbatasan pengawasan akibat batas kewenangannya.

"Pengawasan pelaksanaan itu ada di kewenangan inspektorat daerah dan dinas pendidikannya sendiri.Tidak ada tindak lanjut dari kementerian karena memang ada batas kewenangan untuk penanganan PPDB," ujar Indraza, dalam konferensi pers Hasil Pengawasan PPDB 2022 di Jakarta, Jumat (26/8).

Dia mengusulkan, perbaikan yang perlu dilakukan adalah membangun sistem PPDB secara nasional dengan tidak diserahkan kepada daerah. Menurutnya, pemerintah pusat yang mengurusi hal tersebut dengan menyesuaikan kondisi-kondisi yang ada di satu daerah.

"Jadi tidak diserahkan ke pemerintah daerah, tapi dilakukan oleh pemerintah pusat. Misalnya beberapa daerah yang kalau tidak terjangkau dengan infrastruktur atau teknologi informasi maka harus dilakukan sistem PPDB yang tidak harus online, tapi offline dengan tetap dibawah kendali Kemendikbud," jelasnya.

Lebih lanjut, Indraza menyebut, ada masih ada daerah yang menggelar PPDB dengan minim persiapan, sosialisasi, dan transparansi biaya. Untuk beberapa daerah yang menggelar secara daring, ditemukan adanya data yang belum sinkron antara Data Pokok Pendidikan dengan Nomor Induk Siswa Nasional sehingga mempersulit proses pendaftaran.

Untuk kuota dalam PPDB, dia menyebut penerapan zonasi belum optimal mengingat semakin tinggi jenjang satuan pendidikan maka jumlahnya sedikit. Selain itu, semakin banyak masyarakat yang tinggal di pinggiran kota tidak diiringi pembangunan infrastruktur pendidikan.

Indraza menambahkan, pungutan liar seperti uang buku, uang seragam, uang OSIS, dan lain sebagainya masih terjadi dalam PPDB akibat kurangnya transparansi dalam proses penyelenggaraannya. Selain itu, sekolah kerap menerima siswa melebihi rombongan belajar atau kapasitas sekolah agar dapat menerima bantuan operasional seperti BOS lebih banyak.

"Ini akan memberikan peluang kepada oknum-oknum yang ada sebagai pelaksana PPDB untuk melakukan maladministrasi dan juga kemungkinan adanya korupsi," tandasnya.

Kecurangan di Banten

Asisten Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Banten Zaenal Mutaqin, menemukan sejumlah kecurangan dalam proses PPDB di Banten. Setidaknya, ada tiga modus operandi yakni pelaku memiliki relasi sehingga mendapat jatah mencari murid titipan, ada rekomendasi yang dikirim pejabat daerah untuk meloloskan calon siswa, penerimaan uang untuk pembangunan kelas.

Dia menjelaskan dalam modus pertama, pelaku memiliki jatah terpisah dari PPDB resmi yang diselenggarakan. Pelaku mengiklankan diri secara terbatas kepada beberapa orang dengan target orang tua/wali yang anaknya tidak diterima atau kurang percaya diri pada saat mendaftarkan diri di PPDB resmi.

"Kemudian orang tua siswa menghubungi pelaku bernegosiasi mengenai harga kursi yang biasanya tergantung dari persepsi terhadap sekolah yang dimasukkan sekolah yang bersangkutan. Maka semakin favorit maka harga kursi semakin mahal," terangnya.

Modus kedua, siswa titipan dari berbagai unsur seperti instansi pemerintah, kepala daerah, aparat penegak hukum, kepala instansi, dan sebagainya. Pihaknya menemukan barang bukti seperti surat rekomendasi dari kepala daerah, hingga bukti pesan singkat kepada kepala sekolah secara langsung menitipkan calon siswa.

"Bentuknya ada rekomendasi dari kepala daerah, kemudian ada daftar yang dibentuk oleh sekolah itu sendiri. Ini khusus dibuat daftar mana saja siswa titipan yang dalam sekolah tersebut," ujarnya.

Selanjutnya, penerimaan uang dengan tekanan untuk membuka ruang kelas baru dan akhirnya sekolah mendadak menambah kelas. Menurut Zaenal, sekolah meminta dana ke orang tua siswa titipan lantara tidak memiliki anggaran yang cukup.

Redaktur: Sriyono

Penulis: Muhamad Ma'rup

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.