Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

"Nilep" Bantuan Gempa Lombok

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram menggelar operasi tangkap tangan (OTT) untuk dana bantuan rehabilitasi fasilitas pendidikan korban bencana gempa bumi Lombok. Yang ditangkap adalah anggota DPRD Kota Mataram dari Partai Golkar (HM), kepala dinas pendidikan berinisial SD, serta seorang kontraktor, CT.

OTT terjadi di sebuah warung makan kawasan pertokoan Cakranegara, Mataram, Jumat (14/9), pukul 09.30 WITA. Kejaksaan mengamankan barang bukti uang tunai 30 juta rupiah dari tersangka.

HM terbukti memeras HS dan CT. Kasus pemerasan yang dilakukan tersangka HM bersumber dari dana proyek senilai 4,2 miliar rupiah yang dianggarkan dari APBD Perubahan 2018. Dana ini perbaikan 14 SD dan SMP yang rusak akibat gempa.

HM adalah Ketua Komisi IV DPRD Kota Mataram dan telah ditetapkan sebagai tersangka. HM diduga minta jatah alokasi dana bantuan rehabilitasi gempa untuk gedung SD dan SMP kepada dinas pendidikan Kota Mataram. Sementara itu, dua lainnya masih berstatus saksi.

Publik sangat menyesalkan perilaku kader Golkar yang tega menyelewengkan dana bantuan pendidikan untuk korban gempa. Perbuatan HM tidak saja memalukan partai, tetapi juga mencoreng harkat dan martabat DPRD Kota Mataram. Apalagi Golkar saat ini tengah gencar mengampanyekan tagline "Golkar Bersih dari Korupsi."

Publik berharap Kejaksaan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat, menindak tegas anggota DPRD Kota Mataram itu, meski barang bukti yang ditemukan "hanya" 30 juta rupiah. Alat bukti seberapa pun nilainya tetap penting ditindaklanjuti.

HM bisa dijerat hukuman maksimal lantaran uang yang dimintanya untuk dana bencana. Di tengah keprihatinan masih mencengkam kehidupan masyarakat Lombok pada masa pascagempa, dia tega melakukan tindakan tidak bermoral itu. Dana yang seharusnya digunakan untuk perbaikan 14 unit gedung SD dan SMP, malah disunat wakil rakyat. Ini perilaku yang sangat memalukan dan keterlaluan.

Dana dan bantuan untuk korban bencana alam memang rawan disalahgunakan. Sumbangan yang mestinya menjadi hak para korban sering ditilep oknum-oknum tidak bertanggung jawab. Tak hanya uang, bantuan material berupa bahan makanan, selimut, pakaian, tenda, dan lainnya juga sering diselewengkan oknum-oknum amoral.

Sebelum penangkapan di Kota Mataram, telah sering didengar kasus serupa di kota lain. Saat terjadi bencana tsunami di Aceh, manajer dana internasional Bank Dunia untuk Bencana Tsunami Aceh dan Sumatera Utara, Joe Leitman, mengatakan, dana bantuan yang dijanjikan Australia tahun 2015 tidak sampai ke Aceh.

Korupsi dana korban gempa juga pernah terjadi di Bantul. Modusnya memotong dana rekonstruksi untuk rumah korban gempa. Rumah warga yang rusak berat seharusnya mendapatkan bantuan 15 juta rupiah per rumah, dipotong lima juta sampai tujuh juta rupiah. Dugaan korupsi dana bantuan gempa juga pernah terjadi di Sumbar, besarnya 500 juta rupiah. Dana untuk korban gempa Liwa, Lampung, juga sebagian ditilep para oknum pejabat daerah tersebut.

Selain pejabat tinggi pusat dan daerah, dugaan korupsi atau penyimpangan dana bantuan korban gempa juga terjadi pada tingkat pemerintahan terendah, perangkat desa, dan warga bukan korban gempa. Sumbangan untuk korban gempa bumi Pidie Jaya dari Dewan Perwakilan Daerah beberapa waktu lalu juga diduga ditilep. Sedianya, lembaga itu menyerahkan bantuan 409 juta rupiah, namun yang sampai hanya 350 juta rupiah.

Alokasi dana bantuan gempa sering menguap ke mana-mana. Dana yang cukup besar itu sering kali dijadikan peluang para koruptor memperkaya diri. Oknum aparat pemerintah daerah dari tingkat desa sampai provinsi memanfaatkan dana gempa itu untuk memperkaya diri sendiri.

Kita perlu mengingatkan, gempa Lombok duka rakyat dan bangsa. Maka, siapa pun yang memanfaatkan gempa Lombok untuk mengais uang dari donatur atau dari lembaga kemanusiaan wajib dihukum berat.

Komentar

Komentar
()

Top