Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus
Indeks Harga

Nilai Tukar Petani Makin Mengkhawatirkan

Foto : ANTARA/PRASETIA FAUZANI

NTP TURUN I Petani menyiapkan lahan untuk ditanami bawang merah di Desa Paron, Kediri, Jawa Timur, Senin (3/5). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Nilai Tukar Petani (NTP) nasional pada April 2021 sebesar 102,93 atau turun 0,35 persen dari Maret 2021 yang mencapai 103,29.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Nilai Tukar Petani (NTP) pada April 2021 kembali turun 0,35 persen menjadi 102,93 terutama disebabkan penurunan subsektor tanaman pangan yang turun 1,18 persen. Selain itu, juga terjadi penurunan 2,62 persen pada subsektor hortikultura.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik, Setianto, dalam video conference, di Jakarta, Senin (3/5), mengatakan penurunan subsektor tanaman pangan karena nilai yang diterima petani terjadi penurunan 0,89 persen, sedangkan indeks yang dibayarkan petani naik 0,29 persen.

"Kalau kita lihat komoditas yang dominan mengalami penurunan terkait indeks harga yang diterima petani salah satunya adalah gabah," jelas Setianto.

NTP adalah perbandingan indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib). NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.

Menanggapi penurunan tersebut, Pakar Pertanian dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Jatim, Surabaya, Ramdan Hidayat, mengatakan rendahnya NTP petani saat ini cukup mengkhawatirkan dan dapat memengaruhi target pertumbuhan pemerintah yang tinggi.

"NTP bisa dikatakan tinggi kalau petani bisa menabung dan membeli berbagai kebutuhannya. Sedangkan NTP sekarang ini memang masih di atas biaya produksi, tetapi kategori marginnya sudah yang paling bawah," kata Ramdan.

Kondisi tersebut semakin mengkhawatirkan karena pupuk subsidi dan benih masih tetap sulit, sehingga bisa memengaruhi pergerakan NTP ke depan. Pemerintah, jelasnya, harus berupaya meningkatkan kesejahteraan petani agar daya beli masyarakat di desa menguat.

Kalau daya beli di desa kuat, sektor apa pun akan tumbuh karena dipicu roda ekonominya oleh petani. Untuk itu, ketersediaan pupuk dan benih bersubsidi harus dijaga agar tepat sasaran dan tepat waktu.

Dalam kesempatan terpisah, Pengamat Pertanian, Said Abdullah, mengatakan wajar jika NTP kembali turun pada April 2021 karena dipicu penurunan harga di tingkat petani, terutama harga gabah seiring mencuatnya isu impor yang digaungkan Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, dan Menteri Perdagangan, Muhamad Luthfi.

"Ini memukul petani dari sisi penerimaan, sementara pada sisi pengeluaran memasuki bulan Puasa dan Lebaran, pengeluaran relatif meningkat," kata Said.

Dengan demikian, pendapatan petani yang marjinnya tipis habis digerus inflasi. Apalagi sebagai konsumen, harga komoditas pangan dan barang lainnya yang mulai naik juga membebani pengeluaran petani.

"Situasi seperti ini sangat disayangkan, ketika panen seharusnya NTP meningkat karena produktivitas bertambah apalagi permintaan menjelang Lebaran pun naik, namun yang terjadi sebaliknya," kata Said.

Petani tanaman pangan tercatat menjadi kelompok yang paling sedikit menerima margin dari usaha taninya. "Masalah yang sama selalu terulang, bukan kali ini saja," kata Said.

Jumlah Stok

Sementara itu, Peneliti Sekolah Bisnis IPB, Raden Dikky Indrawan, mengatakan penurunan harga pangan sudah diprediksi karena peningkatan jumlah produksi untuk menjaga stok pangan, khususnya beras jelang Lebaran.

"Mekanisme pengendalian supply dan demand seharusnya juga memperhatikan psikologis pasar," tegas Dikky.

n SB/ers/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top