Negara-negara Barat Mendorong Kesepakatan Tanggap Pandemi pada Pertemuan WHO
Logo WHO di kantor pusatnya di Jenewa, Swiss, 2 Februari 2023.
Foto: istimewaJENEWA - Negara-negara Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat, Prancis, dan Jerman mendorong pencapaian kesepakatan untuk meningkatkan respons pandemi pada pertemuan besar Organisasi Kesehatan Dunia atauWorld Health Organization (WHO) pada Selasa (28/5), setelah minggu lalunegara-negara gagal menyelesaikan pembahasan.
Dikutip dariThe Straits Times, tidak ada kesepakatan yang dicapai mengenai perjanjian tersebut dan Majelis Kesehatan Dunia diadakan minggu ini dengan perpecahan yang mendalam dan perselisihan antara negara-negara kaya dan miskin mengenai isu-isu seperti pembagian vaksin dan pendanaan, dapat memakan waktu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun untuk diselesaikan.
Namun, kesepakatan paralel mengenai pembaruan peraturan kesehatan yang mengikat secara hukum yang dikenal dengan Peraturan Kesehatan Internasional atauInternational Health Regulations (IHR) yang mencakup sistem peringatan baru dan berjenjang untuk keadaan darurat kesehatan global, dipandang dapat dicapai.
"Permintaan saya di sini adalah mari kita fokus pada IHR sehingga kita dapat mencapai kesuksesan karena hal ini telah memberikan perlindungan yang jauh lebih baik bagi dunia," kata Menteri Kesehatan Jerman Karl Lauterbach, pada pertemuan tahunan 194 negara anggota WHO.
"Jika kita melakukan ini, kita semua akan menjadi bagian dari peluang bersejarah dan kita akan memanfaatkannya," katanya, seraya mendesak perundingan perjanjian pandemi juga diselesaikan dalam waktu satu tahun.
Prancis, Norwegia, Irlandia, dan Amerika Serikat pada hari Selasa juga menyerukan kesepakatan IHR minggu ini.
Beberapa negara tampaknya mempertanyakan pendekatan ini. Uganda dan Tanzania menyerukan agar IHR dan perjanjian tersebut ditangani bersama-sama, sehingga mengisyaratkan perlunya memperpanjang kedua perundingan tersebut.
Untuk melawan apa yang mereka lihat sebagai penimbunan di era Covid, negara-negara Afrika sedang mencari sistem baru yang akan mencadangkan setidaknya 20 persen tes, pengobatan, dan vaksin untuk negara-negara miskin di antara reformasi besar lainnya jika terjadi pandemi lagi.
Lawrence Gostin, seorang profesor di Georgetown Law di Washington DC yang terlibat dalam negosiasi tersebut mengatakan IHR "dimanfaatkan untuk mendapatkan lebih banyak keuntungan dalam perjanjian pandemi".
"Dengan menunda penerapan IHR, hal ini (akan) membuat semua orang menjadi kurang aman," katanya.
Perundingan mengenai kedua rangkaian reformasi tersebut akan dilanjutkan dalam format gabungan baru pada hari Rabu, dan sidang tersebut akan berakhir pada tanggal 1 Juni.
Redaktur: Marcellus Widiarto
Penulis: Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Garuda Indonesia turunkan harga tiket Jayapura-Jakarta
- 2 Keluarga Sido Muncul Kembangkan Lahan 51 Hektare di Semarang Timur
- 3 Kejati NTB Tangkap Mantan Pejabat Bank Syariah di Semarang
- 4 Pemerintah Diminta Optimalkan Koperasi untuk Layani Pembiayaan Usaha ke Masyarkat
- 5 Dinilai Bisa Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Harus Percepat Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT
Berita Terkini
- Status Pailit Sritex, Berikut Penjelasan BNI
- Arab Saudi: Habis Minyak Bumi, Terbitlah Lithium
- Misi Terbaru Tom Cruise: Sabotase Pasukan Jerman!
- AirNav Pastikan Kelancaran Navigasi Penerbangan Natal dan Tahun Baru 2024/2025
- Sambut Natal 2024, Bank Mandiri Bagikan 2.000 Paket Alat Sekolah hingga Kebutuhan Pokok di Seluruh Indonesia