Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Selasa, 24 Des 2024, 01:25 WIB

Naikkan Tarif Impor untuk Redam Gelombang PHK

Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Immanuel Ebenezer

Foto: antara

JAKARTA - Kekhawatiran terjadinya gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) benar- benar menghantui Indonesia. Banyak yang memprediksi pemberlakuan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen adalah penyebab utamanya. Namun Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Immanuel Ebenezer di Jakarta, Senin (23/12) mengungkapkan penyebab lain, yaitu Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 yang meringankan impor bahan jadi.

 “Kemarin saya diskusi dengan beberapa kawan, ada sekitar 60 perusahaan yang akan melakukan PHK. Ini kan mengerikan sekali,” kata Immanuel yang biasa disapa Noel. Menurutnya, banyak kalangan pengusaha mengadu bahwa Permendag 8 tersebut sebagai biang kerok tumbangnya dunia industri di Tanah Air, terutama yang mempermudah perizinan impor bahan jadi.

Menanggapi kekhawatiran bakal terjadinya gelombang PHK, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti ketika diminta tanggapannya mengatakan, memang dengan tsunami produk impor akan berpotensi mematikan industri dalam negeri. Apalagi jika produk impor itu kualitasnya lebih bagus dan harga lebih murah dibandingkan produk Indonesia sejenis. “Oleh karena itu, ke depan pemerintah harus memproteksi industri dalam negeri,” tegas Esther.

Hal ini paparnya juga dilakukan Tiongkok. Proteksi itu bisa berupa subsidi dan kemudahan industri dalam negeri lainnya. Kemudian menaikkan tarif impor dan membatasi kuota impor. “Kita gunakan instrumen perdagangan untuk membatasi impor produk- produk yang sudah kita bisa produksi,” tandas Esther. Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unika Atma Jaya, YB. Suhartoko mengatakan, dalam perdagangan bebas saat ini ada beberapa faktor penting yang menentukan kekuatan dalam kompetisi dunia usaha domestik dan luar negeri.

Yang pertama adalah tingkat efisiensi, tingkat efisiensi yang optimal dapat tercapai jika skala usahanya besar, sehingga mampu mencapai rata-rata biaya paling murah, sehingga penetapan harganya masih lebih murah, meskipun ada biaya transportasi.

“Skala usaha domestik barangkali kurang efisien karena skala usaha yang kecil dan tidak adanya kerja sama dalam membeli bahan baku untuk menekan biaya input,” ucapnya. Kedua, berkaitan dengan kalahnya tingkat produktivitas domestik dalam berkompetisi dengan barang asing.

 “Ini memang tidak bisa dilakukan dalam sekejap, tapi patut menjadi perhatian serius dan konsisten dalam jangka menengah dan panjang,”ujar Suhartoko. Ketiga, pemerintah perlu juga memberikan tindakan memberikan proteksi dengan mengenakan tarif impor, bukan malahan mengurangi biaya impor barang konsumsi. “Terakhir, memang tidak bisa dipungkiri keterbukaan impor sering menjadi ajang negosiasi oknum untuk mendapatkan keuntungan pribadi,”tegasnya lagi.

Impor Kebablasan

Pengamat ekonomi dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Dian Anita Nuswantara, mengatakan, impor yang kebablasan memang menjadi penyebab utama jatuhnya dunia usaha nasional. Seharusnya sejak lama pemerintah menyadari ini, bukan malah melonggarkan izin impor.

 Kalau sekarang saling menyalahkan, saya kira sudah terlambat dan tidak ada gunanya,” kata Dian. Kondisi ini harus dijadikan pelajaran bahwa kebijakan perdagangan pemerintah harus mendahulukan pelaku usaha sendiri. Seharusnya impor sebisa mungkin dipersempit sebatas bahan baku, jangan biarkan UMKM kita bersaing dengan produk negara lain yang sudah sangat efesien dari hulu sampai hilir.

Dan juga jangan sampai justru retail kita kebablasan membantu pemasaran produk-produk luar. Pemerintah harus memperketat impor,” tuturnya.

Redaktur: M. Selamet Susanto

Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.