Sabtu, 15 Feb 2025, 06:15 WIB

Museum Pusaka, Warisan Budaya yang Sarat Makna

Foto: Koran Jakarta/Fajar AM

Di bangunan utama Keraton Kasepuhan Cirebon terdapat bangunan museum yang diberi nama Museum Pusaka Keraton Kasepuhan. Dari museum ini wisatawan mendapatkan berbagai informasi sejarah perjalanan keraton dari awal berdiri hingga perkembangan terkini.

1739545623_82db80ce6991d041fe1f.jpg

Koleksinya meliputi benda-benda pusaka peninggalan pemimpin Keraton Kasepuhan yang sarat makna bukti kemajuan peradaban masa lalu. Koleksi tersebut mulai dari masa Kerajaan Pajajaran, masa pemerintahan Sunan Gunung Jati, Panembahan Ratu, hingga masa pemerintahan Sultan Sepuh I.

Di dalam museum terdapat peralatan dan ruangan modern seperti televisi sirkuit tertutup, penyejuk udara, pencahayaan, ruang suvenir dan kafetaria. Jumlah pusaka di museum yang beralamat di Jalan Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk Kota Cirebon Jawa Barat ini mencapai 2.000 unit.

Museum Keraton Kasepuhan Cirebon memiliki berbagai ruangan dan koleksi. Taman Indrakila merupakan salah satu taman yang berada di belakang kompleks keratin dengan bentuk tamannya sangat cantik.

1739545624_af0082f729abcd5162b1.jpg

Di depan ada dua buah patung singa yang terbuat dari kayu, lalu kolam buatan yang dulunya terhubung dengan sungai dan juga ada sebuah balai kambang atau bangunan yang terletak di atas danau. Dulunya taman ini digunakan untuk para Sultan menenangkan diri sejenak dan melihat ikan dan teratai yang ada di dalam kolam.

Sedangkan Taman Dewandaru adalah sebuah taman dengan bentuk melingkar. Di tengah bangunan terdapat dua buah patung singa putih di tengahnya. Benda lainnya adalah sebuah meja dan dua bangku serta dua meriam yang dinamakan dengan nama Ki Santono dan Nyi Santoni.

Koleksi lainnya berupa tiga buah pasang Gamelan dengan nama Gamelan Sekaten, Gamelan Megamendung, dan Gamelan Ketuyung. Ketiganya memiliki nama dan fungsi yang berbeda-beda. Gamelan Sekaten yang telah berusia 600 tahun dibunyikan setahun dua kali yaitu pada saat hari raya Idul Adha dan Idul Fitri. Dulunya digunakan sebagai sarana dakwah untuk menyebarkan agama Islam.

1739545624_2c663997e1d62d564323.jpg

Gamelan Megamendung yang dibuat khusus dengan motif ukiran mega mendung yang salah satu motif hiasan khas Cirebon. Fungsi alat yang dibuat pada abad ke-20 ini sebagai pengiring tembang dalam pementasan seni tari. Menurut informasi gamelan ini dibuat sekitar abad 20 masehi.

Gamelan Ketuyung yang merupakan peninggalan dari Sunan Kalijaga. Alat musik ini digunakan sebagai pengiring pementasan wayang. Hal ini terlihat dari adanya sebuah peti yang terletak di dekat gamelan. Kondisi ketiga gamelan tersebut masih cukup terawatt.

Jika memasuki Museum Keraton Kasepuhan ada sebuah bentuk bangunan tua yang tersusun oleh bata dan dilindungi oleh kaca besar. Tempat ini yang dibangun pada abad ke -14 ini dulunya digunakan sebagai tempat penyimpanan barang-barang pusaka milik Kesultanan Cirebon.

1739545623_339153d626ca0fc33a31.jpg

Koleksi bernama Batu Gilang, berupa sebuah batu yang berbentuk persegi panjang. Dulunya digunakan sebagai sebuah petunjuk arah kiblat. Terdapat mitos yang dipercaya oleh sebagian orang, jika ada orang yang berhasil mengukur ukuran batu gilang dengan jari tangan sebanyak 3 kali, dan hasilnya sama maka orang tersebut akan mendapatkan kesuksesan.

Ukiran Kama Sutra merupakan berupa sebuah ukiran yang menggambarkan dua orang yang sedang berhubungan seksual. Di samping ukiran tersebut tertulis dengan nama Ukiran Karya Penambahan I yang menggambarkan manusia purba dan kama sutra dibuat sekitar abad XV.

Tujuan dibuatnya ukiran tersebut pada saat ini sebagai sarana pendidikan seks. Keberadaannya menandakan bahwa sex education telah ada sejak zaman dahulu, bahkan hal ini dapat dilihat di berbagai candi-candi di pulau Jawa.

1739545624_4f9204291c6fa84e7b0b.jpg

Seluruh koleksi museum tersimpan dan bersih karena selalu dibersihkan dengan menggunakan kuas dan lap. Beberapa koleksi seperti keris diperlakukan secara khusus menggunakan air kelapa dan air jeruk. Pembersihan koleksi diadakan tiap hari Selasa tanpa ada ritual khusus. Sedangkan tahunan ditetapkan pada tanggal 1 Sura.  hay

Redaktur: Haryo Brono

Penulis: -

Tag Terkait:

Bagikan: