Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

MRT, Bukti Pinjaman yang Produktif

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

oleh wiwit widodo

Sesaat lagi masyarakat Jakarta dan sekitarnya dapat merasakan alat transportasi seperti di kota-kota maju dunia, mass rapid transit (MRT) sebagai moda massal berbasis kereta. Ini yang pertama dibangun di Indonesia menggunakan teknologi tinggi, berupa kendali terpusat berbasis komunikasi dan pembangunan terowongan.

Studi MRT sebenarnya dimulai tahun 1990 dengan tajuk "Study on Integrated Transportation System Improvement by Railway and Feeder Service in Jabotabek". Proses perencanaan dan studi MRT Jakarta sempat terhenti karena krisis tahun 1997. Jadi, hampir 30 tahun kemudian, MRT Jakarta baru terwujud. Soft opening- nya dilakukan bulan Maret 2019.

Di level nasional, kebijakan peningkatan transportasi publik perkotaan menjadi prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Pemerintah mengupayakan agar setiap kota besar memiliki basis transportasi massal guna mengurangi kemacetan dan polusi udara.

DKI Jakarta, misalnya, memiliki populasi 10 juta (BPS, 2015) dengan jumlah komuter ke DKI Jakarta 2,4 juta per hari (2014). Angka tersebut akan terus meningkat tiap, sehingga menambah kemacetan tidak hanya di Jakarta, tapi juga wilayah perbatasan. Secara umum, kerugian ekonomi akibat kemacetan mencapai 100 triliun rupiah per tahun (2017). Dengan kondisi ini, Jakarta membutuhkan MRT sebagai alternatif solusi pengurangan kemacetan dan polusi udara.

Dalam perjalanan, pembangunan proyek MRT Jakarta memiliki beberapa ciri unik yang dapat ditiru kota-kota besar lain, di antaranya pembiayaan melalui pinjaman luar negeri. Skemanya pembagian porsi antara pemerintah pusat dan pemprov DKI. Simulasinya, pinjaman dilakukan bertingkat. Pemerintah pusat melakukan perjanjian pinjaman dengan JICA. Kemudian 51 persennya lalu dipinjamkan. Sisanya dihibahkan.

Dengan kata lain, DKI Jakarta wajib mengembalikan pinjaman sebesar 51 persen melalui pemerintah pusat. Ini tentu harus disetujui DPRD. Kolaborasi yang baik antar-stakeholders menjadi kunci pembangunan MRT Jakarta. Proyek MRT menjadi buktinya. Kolaborasi melibatkan banyak pihak seperti Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Dalam Negeri, dan Pemprov DKI Jakarta. Di luar ini, ada PT MRT Jakarta dan JICA, representasi pemerintah Jepang sebagai pemberi pinjaman.

Contoh Nyata

MRT Jakarta menjadi contoh nyata proyek yang dibiayai pinjaman luar negeri pemerintah dengan perencanaan matang. Skemanya, dari Jepang/JICA dilakukan secara bertahap. Salah satunya menggunakan skema step berbunga 0,1 persen untuk konstruksi dan 0,01 persen buat consulting services. Periodenya 40 tahun, termasuk grace period 12 tahun.

Total pinjaman luar negeri untuk pembangunan MRT tahap 1, Koridor Lebak Bulus-Bundaran HI, sebesar 146,7 miliar yen atau sekitar 19,8 triliun rupiah dengan panjang lintasan 16 km. Pertimbangan utama penggunaan pinjaman asing karena memakai teknologi tinggi. Selain itu, juga demi transfer pengetahuan dan cost of fund yang kompetitif dari pembiayaan lain.

Beberapa tahapan pelaksanaan pembangunan proyek membutuhkan concurrence dari JICA seperti pengadaan sampai amendemen kontrak. Setiap kemajuan fisik dan realisasi keuangan dipantau pemerintah pusat, pemprov DKI, dan JICA. Dengan begitu, setiap ada permasalahan di lapangan dapat segera dicarikan jalan keluarnya.

Kemudian, pembentukan PT MRT Jakarta sebagai special purpose vehicle (SPV). Dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No 9 Tahun 2018 tentang Perseroan Terbatas MRT Jakarta (Perseroan Daerah) diatur bahwa ruang lingkup MRT Jakarta meliputi penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum perkotaan.

Kemudian, penyelenggaran sarana perkeretaapian umum. Lalu, pengembangan dan pengelolaan properti/bisnis di stasiun atau kawasan sekitarnya. Saham PT MRT dimiliki pemprov DKI (99,99 persen) dan PD Pasar Jaya (0,01 persen).

Pembentukan SPV berupa BUMD menjadi unik mengingat di Indonesia, penyelenggaraan perkeretaapian masih didominasi PT Kereta Api Indonesia (Persero) beserta anak usahanya. Perdebatan dan negosiasi panjang untuk mencapai kesepakatan membentuk SPV tersebut.

Pertimbangan utama pembentukan PT MRT Jakarta berbaju BUMD antara lain karena jalur yang akan dibangun sebagian besar berada di wilayah DKI Jakarta. Kemudian, pertimbangan manajemen dan governance proyek baik saat konstruksi maupun operasi. Juga memiliki fleksibilitas sebagai BUMD untuk mengungkit bisnis.

Pembentukan BUMD yang betul-betul baru tersebut bukan tanpa risiko. Pada awalnya, keterbatasan kapasitas SDM menjadi tantangan MRT Jakarta. Beruntung, MRT memiliki jajaran eksekutif dengan komitmen tinggi untuk mewujudkan Jakarta bebas macet dan polusi sebagai hasil merit system.

Meskipun pembangunan MRT menggunakan teknologi Jepang, persentase penggunaan konten lokal cukup tinggi. Untuk pembangunan MRT tahap 1, misalnya, porsi pinjaman yang direncanakan untuk belanja menggunakan porsi mata uang rupiah mencapai 64,12 persen. Kontraktor utama Jepang bergandengan beberapa perusahaan BUMN dan Swasta membentuk konsorsium untuk pelaksanaan proyek.

Hal ini dilakukan untuk memastikan transfer teknologi ke perusahaan lokal. Salah satu contoh penerapan konten lokal adalah pembuatan segment pre-cast oleh Wika Beton. Segment pre-cast tersebut digunakan sebagai penguat dinding tunnel yang menjadi lintasan kereta MRT. Proyek ini juga menerapkan konsep Transit Oriented Development (TOD) sebagai basis untuk men-generate income. Operasional MRT sulit mencapai nilai keekonomian bila tidak menerapkan konsep pengembangan TOD.

TOD merupakan pendekatan pengembangan kota yang mengadopsi tata ruang dengan mengoptimalkan penggunaan angkutan massal seperti MRT. PT KAI telah memulai dengan mengembangkan beberapa konsep hunian vertikal tepat di area stasiun bekerja sama dengan Perumnas. PT MRT Jakarta memperoleh wewenang sebagai operator utama pengembangan Kawasan Berorientasi Transit. Bukan tidak mungkin, ke depan MRT dapat membentuk anak usaha properti yang fokus mengembangkan TOD di beberapa stasiun.

Dengan berbagai keunikan tadi, MRT sudah menjadi show case pengembangan moda transportasi massal perkotaan yang dapat diadopsi kota-kota besar lainnya. Leverage bisnis yang diharapkan tinggi. Dalam banyak hal ini akan mengubah cara pandang rakyat dalam memajukan kota atau wilayah melalui pembangunan transportasi massal.

Semoga MRT dapat mengubah perilaku masyarakat untuk berpindah ke transportasi umum yang aman, nyaman, affordable, dan ramah lingkungan. Ke depan, partisipasi swasta dalam skema pembiayaan kreatif seperti Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) atau Pembiayaan Infrastruktur Non APBN (PINA) dapat dikembangkan. Misalnya, untuk membiayai proyek pembangunan moda transportasi massal selanjutnya.

Penulis Pegawai Bappenas

Komentar

Komentar
()

Top