Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Kamis, 22 Sep 2022, 08:00 WIB

MPR Tak Pernah Bahas Jabatan Presiden 3 Periode

Serahkan hasil kajian -- Ketua Badan Pengkajian MPR Djarot Saiful Hidayat (keempat kiri) didampingi sejumlah anggota mengadakan menyerahkan hasil pembahasan Badan Pengkajian MPR kepada Ketua KPU Hasyim Asy’ari (ketiga kiri) disaksikan sejumlah Komisioner saat pertemuan di Kantor KPU, Jakarta, Rabu (21/9).

Foto: Koran Jakarta/M. Fachri

JAKARTA - Ketua Badan Pengkajian MPR, Djarot Saiful Hidayat menyatakan, bahwa pihaknya tidak pernah membicarakan ataupun mewacanakan amandemen UUD 1945 terkait dengan perpanjangan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode.

"Jadi kita di badan pengkajian itu fokus untuk melaksanakan konstitusi negara, sehingga kalau di masa lalu ada berbagai macam informasi yang berkembang disana-sini itu semuanya hoaks," kata Djarot di Gedung KPU RI, Jakarta, Rabu (21/9).

Ia mengatakan bahwa yang berhak untuk merubah UUD 1945 itu hanyalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI dan harus melalui kajian Badan Pengkajian MPR. Sehingga sebagai alat kelengkapan majelis, kata Djarot, Badan Pengkajian MPR pun tidak pernah melakukan kajian menyangkut perpanjangan masa jabatan Presiden.

Untuk itu, ujarnya lagi, pihaknya pada kesempatan pertemuan dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Rabu hari ini, menyampaikan bahwa Pemilu 2024 harus dilaksanakan sesuai dengan konstitusi negara.

Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari kemudian mengamini bahwa tidak pernah ada pembahasan terkait dengan perpanjangan masa jabatan Presiden di Badan Pengkajian MPR atau di MPR. Ia pun menegaskan regulasi Pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali akan tetap terjaga.

"Maka dengan begitu Pasal 22e ayat (1) UUD negara kita yang menyatakan bahwa salah satu asas Pemilu kita adalah selain luber (langsung, umum, bebas, rahasia) dan jurdil (jujur dan adil), itu Pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali," tutur Hasyim.

Etika dan Moral Politik

Dalam kesempatan itu, Djarot juga memaparkan aturan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia soal pencalonan Presiden setelah masa jabatan dua periode untuk menjadi Wakil Presiden.

Ia menjelaskan bila hanya mengacu pada Pasal 7 UUD 1945 maka Presiden boleh mencalonkan sebagai Wakil Presiden setelah dua periode masa jabatan. Namun aturan tersebut, lanjutnya, akan bertabrakan dengan Pasal 8 UUD 1945.

"Jadi dia (Presiden) boleh mencalonkan sebagai Wakil Presiden kalau kita hanya mengacu pada Pasal 7, namun kalau kita lanjutkan mengacu pada Pasal 8, nah ini persoalannya," kata Djarot. Ia mengatakan Pasal 7 UUD 1945 memperbolehkan, tetapi Pasal 8 UUD 1945 itu membatasi.

Dia menjelaskan isi aturan dalam Pasal 8 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa jika Presiden mangkat, berhenti atau berhalangan tetap maka akan digantikan oleh Wakil Presiden di sisa masa jabatannya. "Artinya jadi Wakil Presiden itu naik menjadi Presiden, aturannya menabrak Pasal 7 UUD 1945," ujarnya.

Selain aturan tersebut, Djarot menggarisbawahi persoalan etika politik dan moral politik yang menjadi satu bahan kajian apabila Presiden yang telah menjabat selama dua periode dapat mencalonkan diri sebagai Wakil Presiden pada periode selanjutnya.

Redaktur: Sriyono

Penulis: Antara

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.