Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
UU Antiteroisme

Motif Politik Sulitkan Aparat Penegak Hukum

Foto : Koran Jakarta/M. Fachri

Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly (kedua dari kanan) berjabat tangan dengan Wakil Ketua DPR Agus Hermanto (ketiga dari kiri) usai menyampaikan tanggapan pemerintah atas RUU Pemberantasan Terorisme (RUU Terorisme) diskasikan Ketua DPR Bambang Soesatyo (kedua dari kiri), dan sejumlah wakil ketua DPR pada Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (25/5). Dalam rapat ini DPR dan Pemerintah menyepakati pengesahan Revisi Undang-undang (RUU) No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang, dan perubahan signifikan dalam Revisi UU yang dikerjakan selama dua tahun tersebut diharapkan dapat menjadi instrumen penting dalam memberantas tindak pidana terorisme yang menghantui bangsa ini.

A   A   A   Pengaturan Font

Jakarta - Salah satu pembahasan yang cukup alot dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang tindak terorisme (RUU Terorisme) adalah masalah definisi. Definisi terorisme itu sendiri memang tak pernah ditemukan dalam UU Nomor 15 Tahun 2003. Kini definisi terorisme telah disepakati dengan memasukan motif politik dan ideologi.

Namun, masuknya motif politik dalam definisi, akan menyulitkan aparat penegak hukum membuktikan itu. Anggara, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengatakan itu di Jakarta, Jumat (25/5). Seperti diketahui kata Anggara, dalam Rapat terakhir 24 Mei 2018, Menteri Hukum dan HAM membenarkan naskah RUU versi Pemerintah tidak merumuskan definisi tindak pidana terorisme.

Dan dalam perkembangan pembahasan, permasalahan definisi ini telah menuai perdebatan panjang. Pihak DPR sendiri bersikeras, terorisme harus didefinisikan. DPR juga meminta Pemerintah untuk segera mendefinisikan terorisme. "Memang sejak awal pembahasan RUU Terorisme yang dimulai dari 11 Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan berbagai pihak - salah satunya dengan ICJR, juga meminta pembahasan RUU Terorisme untuk merumuskan secara tepat definisi terorisme," katanya.

Baru pada 23 Mei 2018, lanjut Anggara, di masa-masa akhir pembahasan RUU Terorisme, pihak Pemerintah memberikan dua opsi rumusan definisi terorisme.

Opsi pertama, terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana terror atau rasa takut secara meluas yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objekobjek vital yang srategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitasi internasional.
Halaman Selanjutnya....

Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top