Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Motif Ekonomi yang Membuat Para Pemulung Mengais Rezeki ke Pembuangan Sampah

Foto : Istimewa

Rumah pemulung di sekitar tempat pembuangan sampah.

A   A   A   Pengaturan Font

Bila dibanding dengan pertanian, tambah Bagong, hasilnya cukup lama, tiga bulan lebih baru bisa panen untuk tanaman padi, sayur-sayuran, dan jika umbi-umbian seperti talas, singkong baru memetik hasil minimal enam bulan. Ini kalau punya lahan sendiri di kampungnya.

Jika tidak punya tanah sendiri, berarti jadi buruh tani income-nya rendah. Buruh tani di kampung sulit mendapat penghasilan 60-100 ribu rupiah per hari. Rata-rata di bawah 50 ribu rupiah per hari.

Sektor informal, tambah dia, seperti pemulung mengais sampah di TPST dan TPA punya income relatif lebih baik dibanding buruh tani di kampung. Masalahnya, pemulung mampu mengatur pendapatan (uangnya) atau tidak. Karena meskipun penghasilan besar biasanya pengeluarannya juga besar.

"Pemulung digoda oleh berbagai keinginan bak orang kota. Apalagi barang-barang elektronik, motor, dan lain-lain yang dijual dengan sistem kredit luar biasa banyaknya. Hampir tiap hari tukang kredit masuk ke gubuk-gubuk pemulung, kredit uang mudah dan super cepat seperti bank emok atau bank plecit. Banyak pemulung yang terperangkap dalam kredit super cepat. Karena bunganya lumayan tinggi, 10-20%," kata Bagong.

Bagong mengatakan meskipun penghasilan mengais sampah cukup besar tetapi tak mampu mengelolanya, boleh jadi mereka tak mampu memperbaiki nasibnya. Banyak contoh, pemulung tetap mempertahankan kemiskinannya selama lebih dari 30 tahun, malah mewariskan kemiskinannya pada anak dan cucunya.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Marcellus Widiarto

Komentar

Komentar
()

Top