Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Motif Ekonomi yang Membuat Para Pemulung Mengais Rezeki ke Pembuangan Sampah

Foto : Istimewa

Rumah pemulung di sekitar tempat pembuangan sampah.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Tujuan utama dan motif para pemulung bermukim di pinggiran pembuangan sampah, bahkan istri, anak, dan saudara dibawa ke sekitar TPST Bantargebang dan TPA Sumurbatu Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi adalah ekonomi.

"Mereka dari berbagai daerah datang ke pembuangan sampah dalam upaya mengais rezeki guna mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari," kata Ketua Umum Asosiasi Pelapak dan Pemulung Indonesia (APPI), Bagong Suyoto, dalam pernyataan tertulisnya yang diterima Koran Jakarta, Senin (10/7).

Bagong mengatakan ada yang bilang mencari uang yang kecil. Mereka mengais sampah yang punya nilai ekonomi, dua, tiga sampai enam hari sudah terkumpul beberapa ratus kg. Lalu, dijual ke pengepul/bos terdekat. Bekerja dalam relatif singkat, paling lama dua minggu sudah bisa menghasilkan uang.

"Coba dikalkulasi, jika sehari dapat 100 kg, maka seminggu dapat 600 kg, jika hari Minggu libur. Maka dalam dua Minggu mendapat 1.200 kg. Harga sampah campuran 800-1.200 rupiah/kg. Atau harga sampah gabrudan rata-rata 1.000 rupiah/kg. Maka dua Minggu punya penghasilan 1,2 juta rupiah," kata Bagong.

Jika pemulung tersebut mampu mengais sampah 150 kg, maka hasilnya cukup besar. Jika istri dan anaknya membantu mengais sampah, jelas hasilnya bertambah banyak.

Bila dibanding dengan pertanian, tambah Bagong, hasilnya cukup lama, tiga bulan lebih baru bisa panen untuk tanaman padi, sayur-sayuran, dan jika umbi-umbian seperti talas, singkong baru memetik hasil minimal enam bulan. Ini kalau punya lahan sendiri di kampungnya.

Jika tidak punya tanah sendiri, berarti jadi buruh tani income-nya rendah. Buruh tani di kampung sulit mendapat penghasilan 60-100 ribu rupiah per hari. Rata-rata di bawah 50 ribu rupiah per hari.

Sektor informal, tambah dia, seperti pemulung mengais sampah di TPST dan TPA punya income relatif lebih baik dibanding buruh tani di kampung. Masalahnya, pemulung mampu mengatur pendapatan (uangnya) atau tidak. Karena meskipun penghasilan besar biasanya pengeluarannya juga besar.

"Pemulung digoda oleh berbagai keinginan bak orang kota. Apalagi barang-barang elektronik, motor, dan lain-lain yang dijual dengan sistem kredit luar biasa banyaknya. Hampir tiap hari tukang kredit masuk ke gubuk-gubuk pemulung, kredit uang mudah dan super cepat seperti bank emok atau bank plecit. Banyak pemulung yang terperangkap dalam kredit super cepat. Karena bunganya lumayan tinggi, 10-20%," kata Bagong.

Bagong mengatakan meskipun penghasilan mengais sampah cukup besar tetapi tak mampu mengelolanya, boleh jadi mereka tak mampu memperbaiki nasibnya. Banyak contoh, pemulung tetap mempertahankan kemiskinannya selama lebih dari 30 tahun, malah mewariskan kemiskinannya pada anak dan cucunya.

"Merupakan tragedi kemanusiaan yang luar biasa. Seperti kemiskinan laten, takdir yang diukir sendiri diantara gunung-gunung sampah," katanya.

Tiada penyesalan yang berarti dan tidak berguna, tambanya, sebab puluhan tahun bekerja tidak ada perubahan hidup, kecuali terkumpulnya penyakit batuk, penyakit nafas/asma, penyakit pikun, dan terparah penyakit lupa pada Tuhan. Hidupnya dipenuhi penyelesaian. Kenapa dulu ketika tanah masih murah, 2.500-3.000 rupiah/meter2 tidak beli.

"Asal dapat dapat bantuan jumlahnya cukup lumayan habis. Habis untuk macam-macam kegiatan, yang paling sering untuk perbuatan menjauhkan dari kebaikan dan Tuhan. Hati masih kacau kalau belum minum beralkohol, hampir saben hari judi, juga senang lihat jablay," kata Bagong.

Bagong mengatakan sekarang sebagian pemulung tua, ada yang sadar tetapi sudah tak kuat jalan, yang lainnya masih bisa mengais sampah, namun tidak segagah dan sekuat tiga puluh tahun lalu. Umur dan tenaganya 80-90% berkurang. Teriak pun sudah tidak lantang. Rambutnya hampir seluruhnya memutih dan rontok.

Maka menjadi penting bagi pemulung muda yang masih produktif harus berhati-hati dan bijaksana mengelola uang. Selain itu harus ada kontrol, harus mau dikontrol dan dinasehati. Dan, saving adalah yang terbaik untuk jaminan masa depan. Dan janganlah lupa harus berubah menjadi lebih baik secara lahir dan batin. Semua pemulung, berbuatlah banyak kebaikan sebelum menyesal di kemudian hari.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Marcellus Widiarto

Komentar

Komentar
()

Top