Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
UU Penghinaan Kerajaan I Putusan Pengadilan Tinggi Bisa Bubarkan MFP

MK Thailand Perintahkan MFP Hentikan Kampanye Reformasi

Foto : AFP/Jack TAYLOR

Putusan MK l Anggota parlemen Thailand dari Partai Move Forward, Pita Limjaroenrat (tengah), saat tiba di gedung parlemen di Bangkok pada Rabu (31/1). Pada Rabu, Mahkamah Konstitusi Thailand memutuskan agar Partai Move Forward menghentikan kampanye reformasi UU Kerajaan dengan alasan hal itu sama dengan upaya untuk menggulingkan monarki.

A   A   A   Pengaturan Font

BANGKOK - Partai progresif Thailand, Move Forward (MFP), yang memenangkan kursi terbanyak pada pemilu lalu, pada Rabu (31/1) diperintahkan untuk menghentikan kampanye untuk mereformasi undang-undang pencemaran nama baik kerajaan, setelah pengadilan tinggi memutuskan kebijakan tersebut melanggar hukum.

MFP mengubah tatanan politik Thailand dengan menjadi pemenang dalam pemilihan umum Mei lalu, namun janji-janjinya untuk mereformasi militer, mengakhiri monopoli bisnis dan undang-undanglese-majesteditentang oleh elit konservatif yang memiliki pengaruh kuat di kerajaan tersebut.

Mahkamah Konstitusi Thailand pada Rabu memutuskan bahwa janji kampanye partai tersebut untuk mereformasi undang-undanglese-majesteyang melindungi Raja Maha Vajiralongkorn sama dengan upaya untuk menggulingkan monarki.

Keputusan bulat sembilan hakim tersebut bisa membuka jalan bagi MFP untuk dibubarkan berdasarkan undang-undang yang mengatur partai politik.

Pengadilan mengatakan upaya MFP untuk mengubah undang-undang pencemaran nama baik kerajaan menunjukkan niat untuk memisahkan monarki dari bangsa Thailand, yang secara signifikan berbahaya bagi keamanan negara.

"Ada larangan pelaksanaan hak dan kebebasan yang mempengaruhi keamanan dan perdamaian negara, ketertiban negara, dan moral yang baik," kata Mahkamah Konstitusi Thailand.

Dalam putusannya, pengadilan pun memerintahkan MFP dan mantan pemimpinnya, Pita Limjaroenrat, untuk segera menghentikan segala upaya untuk mengubah atau menghapus undang-undanglese-majeste, baik melalui lisan, tulisan atau cara lain.

Pita, yang mengundurkan diri sebagai pemimpin partai tahun lalu dan sekarang menjabat sebagai penasihat senior, mengatakan keputusan itu adalah kesempatan yang hilang bagi parlemen untuk membahas masalah penting. Dia pun menegaskan partainya tidak mempunyai keinginan untuk menggulingkan tatanan konstitusional Thailand.

"Kami menolak bahwa upaya tersebut merupakan alibi, juga bukan upaya untuk menyebabkan kemerosotan monarki dan tidak memiliki niat untuk memisahkan monarki dengan keamanan nasional," kata Pita.

Cikal bakal MFP yaitu Future Forward Party, dibubarkan atas perintah pengadilan pada tahun 2020 dan Pita mengatakan dia sadar nasib yang sama bisa menimpa partai tersebut sekarang. "Kami sedang mempersiapkannya," kata Pita kepada wartawan.

Setelah kemenangan MFP dalam pemilu tahun lalu, Pita dihalangi menjadi perdana menteri oleh kekuatan konservatif d i Senat, dengan alasan karena ia dan partainya mengancam monarki.

Pekan lalu, ia kembali ke parlemen setelah Mahkamah Konstitusi membebaskannya dari tuduhan melanggar undang-undang pemilu dalam kasus terpisah yang bisa membuatnya dilarang berpolitik.

Lindungi Kerajaan

Undang-undanglese-majestedimaksudkan untuk melindungi raja sebagai sosok yang dihormati dalam masyarakat Thailand, dari penghinaan dan siapa pun yang melanggarnya dapat menghadapi hukuman hingga 15 tahun penjara jika melakukan pelanggaran.

Namun para kritikus mengatakan undang-undang tersebut telah ditafsirkan secara luas dalam beberapa tahun terakhir untuk melindungi keluarga kerajaan dari segala bentuk kritik atau ejekan.

Bulan ini, seorang pria dijatuhi hukuman 50 tahun penjara karena serangkaian postinganFacebookyang dianggap menghina monarki. Dan pada Maret tahun lalu, seorang pria dipenjara selama dua tahun karena menjual kalender satir yang menurut pengadilan mencemarkan nama baik raja.

Menurut Pengacara Hak Asasi Manusia Thailand, sebuah kelompok hukum yang menangani banyak kasus, saat ini ada lebih dari 250 orang menghadapi tuduhan penghinaan kerajaan. Mereka yang dikenai tuntutan itu adalah para pemimpin senior yang menggerakkan aksi protes dan setidaknya satu anggota parlemen terpilih. AFP/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top