MK Hapus Persyaratan Ambang Batas Pencalonan Presiden 20 Persen
Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (2/12/2025).
Foto: Tangkapan Layar YouTube Mahkamah Konstitusi RIJAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau calon wakil presiden atau presidential treshold yang diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Keputusan tersebut berdasarkan putusan Nomor Nomor 62/PUU-XXII/2024.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (2/12/2025).
“Menyatakan norma Pasal 222 dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” tambahnya.
Dalam pertimbangan putusan, Wakil Ketua MK Saldi Isra mengatakan bahwa merujuk risalah pembahasan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu merupakan hak konstitusional partai politik bersangkutan.
"Dalam konteks itu, gagasan penyederhanaan partai politik dengan menggunakan hasil pemilu anggota DPR pada pemilu sebelumnya sebagai dasar penentuan hak partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden merupakan bentuk ketidakadilan,” ucapnya.
"Selain itu, dengan menggunakan hasil pemilu anggota DPR sebelumnya, disadari atau tidak, partai politik baru yang dinyatakan lolos sebagai peserta pemilu serta-merta kehilangan hak konstitusional untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden," lanjut Saldi.
Pada kesempatan itu, terdapat dua dari sembilan hakim konstitusi yang memiliki perbedaan pendapat, yakni Anwar Usman dan Daniel Yusmic. Keduanya berpendapat pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing.
Perkara ini dimohonkan oleh empat orang mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, yakni Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna.
Dalam gugatannya, para pemohon menggugat pasal 222 UU Pemilu yang mengatur tentang presidential threshold berupa 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional. Pasal 222 UU Pemilu telah mengatur persyaratan capres-cawapres hanya dapat dicalonkan oleh parpol yang memiliki minimal 20 persen kursi DPR atau memperoleh 25 persen suara sah nasional pada pemilu sebelumnya.
"Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya," bunyi pasal tersebut.Redaktur: Rivaldi Dani Rahmadi
Penulis: Rivaldi Dani Rahmadi
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Jangan Lupa Nonton, Film "Perayaan Mati Rasa" Kedepankan Pesan Tentang Cinta Keluarga
- 2 Kurangi Beban Pencemaran Lingkungan, Minyak Jelantah Bisa Disulap Jadi Energi Alternatif
- 3 Trump Mulai Tangkapi Ratusan Imigran Ilegal
- 4 Menkes Tegaskan Masyarakat Non-peserta BPJS Kesehatan Tetap Bisa Ikut PKG
- 5 Keren Terobosan Ini, Sosialisasi Bahaya Judi “Online” lewat Festival Film Pendek
Berita Terkini
- Bulan Depan WHO ke Indonesia. BPOM Langsung Cek Kesiapan Lab Uji Klinis
- Isyana Menangis Haru Lagu Terbarunya Jadi Pembuka Serial ‘Pokemon Horizon’
- Dorong Swasembada Pangan, Pertamina Fasilitasi Rumah Potong Unggas Raih Sertifikasi Halal
- PPRO Tawarkan Evenciio Apartment, Hunian Modern yang Dinamis untuk Mahasiswa Depok
- Fundamental Ekonomi Domestik Kuat, BI Ajak Investor Global Berinvestasi di Indonesia