Merasa Terancam, Pedagang Pasar Rakyat Minta Perlindungan Kemendag
Ketua Umum Aparsi, Suhendro (kanan) menyerahkan surat permohonan perlindungan kepada Moga Simatupang, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag (kiri) pekan lalu. Permohonan proteksi ini terkait regulasi yang berpotensi mengancam usaha pedagang kecil.
Foto: IstimewaJAKARTA - Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (Aparsi) menyerahkan permohonan perlindungan kepada Kementerian Perdagangan (Kemendag). Permintaan proteksi itu disampaikan pekan lalu, terkait aturan yang berpotensi mengancam aktivitas usaha mereka.
Permohonan perlindungan itu secara simbolis diterima oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Moga Simatupang yang dalam kesempatan Musyawarah Nasional tersebut hadir mewakili Menteri Perdagangan.
"Di tengah kondisi ekonomi yang semakin berat saat ini, kami berharap pemerintah dapat melindungi para pelaku ekonomi kerakyatan dengan peraturan yang juga pro rakyat kecil," tegas Ketua Umum Aparsi Hendro selepas gelaran Musyawarah Nasional (Munas) perdana di Jakarta, pekan lalu.
Permintaan adanya proteksi itu terkait dengan pasal-pasal pengaturan penjualan produk tembakau dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK). Itu dinilai mengancam keberlangsungan mata pencaharian pedagang. RPMK tersebut diketahui memuat ketentuan kemasan rokok polos tanpa merek untuk diberlakukan.
"Kami menitipkan petisi permohonan perlindungan dan surat rekomendasi kepada pemerintah. Bahwa ada 10 juta anggota Aparsi yang terdiri dari 10.000 pasar tradisional, yang tentu di dalamnya menjual produk tembakau akan terimbas pelarangan zonasi 200 meter dari satuan pendidikan. Selain tergerus pendapatannya, keberadaan usaha pedagang pasar juga terancam hilang," sebut Hendro.
Permohonan tersebut menyatakan tiga hal; Pertama, komitmen penuh dalam mendukung program pemerintah dan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mencegah akses pembelian produk tembakau dan rokok elektronik kepada masyarakat dengan usia di bawah 21 tahun.
Kedua, pernyataan terkait Pasal 434 ayat (d) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28) untuk tidak diimplementasikan karena setiap lokasi usaha memiliki karateristik yang berbeda-beda. Adapun ketiga yakni Pasal 434 Ayat (e) (PP 28)
Dokumen pernyataan tersebut juga mencakup penolakan sektor ritel terhadap Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan turunan PP 28 yang memuat ketentuan kemasan polos tanpa merek untuk produk tembakau dan rokok elektronik, karena merugikan sektor ritel nasional.
"Aparsi dan asosiasi sektor ritel maupun pasar memohon perlindungan pemerintah, melalui hal ini Kemendag sebagai pembina sektor kami, agar pasal-pasal di dalam PP No 28 Tahun 2024 dan pembahasan aturan teknisnya yang ada di RPMK dihentikan, agar tidak celah bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan praktik-praktik yang merugikan pedagang kecil di lapangan," sambungnya.
Selama ini, papar Hendro, produk produk tersebut adalah barang legal yang berkontribusi terhadap pendapatan pedagang dan penerimaan negara. Oleh sebab itu pengaturan yang berkaitan dengan sektor perdagangan, baik PP maupun RPMK diharapkan dapat melibatkan pedagang dan kementerian pembina sektor.
"Harapan kami pedagang dapat menjual produk produk dimaksud demi keadilan berusaha. Kami siap berkolaborasi, bersinergi untuk melakukan langkah preventif menekan angka perokok pemula dan mencari jalan tengah agar tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dari regulasi yang ada seperti dampak larangan zonasi 200 meter. Kami siap berkolaborasi untuk terus menurunkan angka prevalensi perokok anak" tegasnya.
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Moga Simatupang, menuturkan bahwa PP No 28 tahun 2024 yang memang dibuat dengan konsep Omnibus Law, tersebut menggabungkan semua pengaturan termasuk pengamanan zat adiktif yang di dalamnya terkait zonasi penjualan dengan radius 200m.
"Kami sudah menerima banyak pengaduan dari beberapa sektor bukan hanya ritel dan beberapa kementerian juga tengah membahas kondisi tersebut. Silakan disampaikan pada Kemenko Perekonomian untuk dibahas lebih lanjut, karena ini kan inisiatornya Kemenkes," tandas Moga.
Redaktur: Lili Lestari
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Dorong Sistem Pembayaran Inklusif, BI Hadirkan Tiga Layanan Baru BI-Fast mulai 21 Desember 2024
- 2 Kenaikan PPN 12% Bukan Opsi Tepat untuk Genjot Penerimaan Negara, Pemerintah Butuh Terobosan
- 3 Pemerintah Harus Segera Hentikan Kebijakan PPN 12 Persen
- 4 Kunto Aji Persembahkan Video Musik "Melepas Pelukan Ibu" yang Penuh Haru di Hari Ibu
- 5 Desa-desa di Indonesia Diminta Kembangkan Potensi Lokal
Berita Terkini
- Gunung Raung Erupsi, Warga Diminta Gunakan Masker
- Pasangan Suami Istri Dikeroyok di Jalur Alternatif Puncak, Viral di Media Sosial
- Pertamina dan BRI Bersinergi Dorong UMKM di Jakarta Pusat Naik Kelas Lewat Program Akselerasi Bisnis PUMK
- Tiga Film Bernuansa Bugis Makassar Bakal Tayang, Ini Daftarnya
- Semarakkan Akhir Tahun, Swiss-Belinn Saripetojo Gelar Acara Bertajuk "1001 Night Tales of the Enchanted Lamp"