Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Menyongsong Tahun Pemilu 2019

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Oleh : Paulus Mujiran

Tahun 2019 sering disebut orang sebagai tahun pemilihan umum (pemilu). Mata semua orang tertuju pada perhelatan penting di tahun 2019 ketika digelar pemilu serentak Presiden/Wakil Presiden, DPR, DPD dan DPRD. Maka memasuki tahun 2019 kitapun dibawa ke dalam suasana tahun pemilu. Setelah berhasil melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak di 171 daerah pada 27 Juni 2018 secara damai dan tertib kita percaya pemilu 2019 akan berlangsung dengan lancar.

Pemilu 2019 menjadi batu ujian untuk kualitas demokrasi bangsa Indonesia ketika kita memilih presiden dan para anggota legislatif dari pusat sampai ke daerah. Setidaknya ada beberapa indikasi yang memperkuat tahun sebutan itu.

Pertama, pada tanggal 17 April 2019 akan digelar pemilu serentak pertama untuk Presiden/Wapres, DPR, DPD dan DPRD. Ini menjadi sejarah karena baru digelar pertama kali di tanah air dengan tensi yang amat tinggi.

Bagi rakyat Indonesia nuansa politik pasti akan terasa sepanjang tahun karena pelantikan Presiden/Wapres baru akan dilaksanakan 20 Oktober 2019 mendatang.

Riuh rendahnya perhelatan pemilu ditandai dengan banyak orang akan mematut diri dengan memajang foto-foto mereka di ruang publik dengan slogan hendak melayani masyarakat. Sampah ruang publik berupa poster, baliho, pasti dijumpai dimana-mana.

Mereka berupaya merayu rakyat dengan beragam cara agar memberikan suaranya. Rakyat pun harus cerdas membaca pesan-pesan itu agar tidak tertipu dengan janji-janji manis politisi yang ditawarkan.

Kedua, suhu politik nasional juga mulai memanas dengan digelarnya pemilu legislatif (pileg) dan pemilu presiden (pilpres) pada tahun 2019. Mereka yang mencalonkan diri menjadi calon wakil rakyat dan calon presiden calon wakil presiden sudah bersiap-siap mematut diri menghadapi perhelatan nasional pemilu tahun 2019. Sebagai tahun pemilu gesekan karena perbedaan pilihan pasti tidak terhindarkan.

Suasana pemilihan kerap memecah masyarakat dalam kelompok dukungan. Di tengah riuh rendahnya kampanye muncul kekhawatiran tentang ujaran kebencian, berita bohong dan menguatnya politik identitas.

Penelitian Litbang Kementerian Agama (2018) meskipun toleransi makin tinggi ada kecenderungan menurun dalam tiga tahun terakhir. Media sosial menjadi sarana melontarkan ujaran kebencian dan berita bohong. Namun media ini jugamenjadi sarana ampuh menggalang dukungan.

Yang mengkhwatirkan ketika rakyat diadu domba dalam kubu-kubu dukungan dan dipecah belah mempergunakan isu yang memecah belah persatuan bangsa. Oleh karena itu yang harus diwaspadai di tahun politik ialah penggunaan isu suku, ras dan agama (SARA) untuk memecah belah persatuan.

Isu SARA ini laris manis menjadi bumbu penyedap kampanye. Ini mengkhawatirkan karena belajar dari pengalaman sebelumnya penggunaan isu SARA justru membuat persaudaraan yang dibangun justru mudah retak oleh rebutan kekuasaan.

Suhu Politik Memanas

Isu SARA kerap ampuh untuk menjatuhkan lawan. Karena itu perayaan tahun baru 2019 selain bermakna khusus sebagai pergantian tahun juga bermakna sebagai pergantian dari tahun politik ke tahun pemilu. Besar kemungkinan suhu politik nasional kian memanas karena mendekati 17 April 2019.

Semua yang telah kita lalui termasuk pengalaman berpolitik menunjukkan masyarakat semakin cerdas dan matang dalam demokrasi. Sebagai bangsa kita mempunyai ketahanan yang baik di tengah keberagaman yang tinggi. Ini menjadi pondasi dan modal sosial yang sangat kuat.

Gesekan antar pendukung pasti tidak terhindarkan. Suasana politik yang panas kerap menciptakan suasana kurang harmonis. 1) memasuki tahun pemilu hendaknya kita bersikap dewasa dan santun. Para politisi dan partai politik yang hendak berlaga sudah seharusnya tidak mempergunakan isu yang memecah belah persatuan sebagai bangsa. Terlalu mahal taruhannya ketika hendak meraih kekuasan namun mempergunakan cara-cara yang merusak. Sulit untuk memulihkan persatuan dan persaudaraan yang terlanjur koyak karena politik.

2) berpolitik itu untuk kemaslahatan bersama dan kesejahteraan umum. Ketika cara-cara kasar bahkan SARA dipergunakan maka hasilnya tidak akan menghasilkan pemimpin yang diharapkan. Rasa benci terhadap pemimpin yang lahir dengan cara seperti itu tidak pernah akan hilang.

Beda halnya ketika pertarungan demokrasi secara fair play yang dipergunakan. Rakyat mudah legowo menerima kekalahan dan mendukung pemimpin yang menang. Mengajak rakyat untuk dewasa dan santun adalah keharusan bukan justru memecah belahnya.

Menuju hari pemungutan suara masyarakat berharap mereka yang berlaga dalam menyajikan kampanye yang substansial sekaligus menyejukkan.

Menjadi tanggung jawab bersama mengajak rakyat berpikir kritis nan cerdas. Dan tahun 2019 akan menjadi ujian kita sebagai bangsa dan negara lolos menyelenggarakan pemilu yang jujur, adil, bersih dan bertanggung jawab.

Didiklah rakyat dengan cara berdemokrasi yang santun dan mendewasakan. Di awal tahun baru ini marilah kita tegaskan komitmen kita semua untuk menciptakan tahun 2019 sebagai tahun yang damai.

Sebagai tahun baru mari kita rayakan dengan damai. Sebagai tahun pemilu mari kita jaga dengan sikap yang dewasa dan peduli. Selamat tahun baru 2019 Tuhan beserta kita semua.

Penulis Paulus Mujiran, alumnus S-2 Undip,

Ketua Pelaksana Yayasan Kesejahteraan Keluarga

Soegijapranata Semarang.

Komentar

Komentar
()

Top