
Menyelamatkan Pohon dari Pembalakan Liar
Foto: istimewaButir-butir keringat muncul di kening Cynel Moundounga ketika ia berulang kali menghantamkan palu ke pohon Okoume. Setiap pukulan memecah keheningan hutan hujan tropis terbesar kedua di dunia itu, dan sepuluh menit kemudian, gema semakin keras.
Pengamat mungkin berasumsi bahwa upaya Moundounga tanpa henti di hutan itu akan merusak salah satu pohon yang paling sering ditebang di Gabon. Tapi yang ia lakukan di Basin, Kongo, tidak hanya aman, tapi juga dapat melindungi pohon di seluruh dunia terhadap pembalakan liar yang mengancam hutan di Bumi.
Moundounga adalah konsultan independen yang mengumpulkan sampel pohon untuk World Forest ID, sebuah proyek global yang mencoba menciptakan prosedur seleksi sangat ketat, dalam menentukan asal sebuah produk kayu. Jika berhasil, cara itu dapat mengubah pengawasan bisnis sektor kayu karena lebih mudah untuk menuntut para pembalak liar.
"Dalam 10 tahun, kami berpikir bahwa dengan produk kayu apa pun Anda akan dapat menguji dan mengetahui dari mana asalnya. Ini adalah pertama kalinya di mana kita memiliki kemampuan bukti yang tak terbantahkan yang dapat diajukan ke pengadilan," kata Phil Guillery, salah satu pemimpin proyek.
Selama ini, perjanjian internasional dan hukum nasional membatasi perdagangan spesies pohon tertentu dari negara tertentu. Identifikasi secara tepat dari mana kayu berasal sangat penting untuk menegakkan upaya pembatasan, tapi sebagian besar penebang liar lolos dari hukum karena aparat mengalami kesulitan melacak asal dari sebuah produk kayu.
Interpol memperkirakan, sekitar 15 sampai 30 persen kayu yang diperdagangkan secara global adalah ilegal dan melanggar hukum nasional atau internasional. Sedangkan Bank Dunia memperkirakan bahwa setiap dua detik, area hutan seluas lapangan sepak bola hilang karena pembalakan liar.
Hutan bukan hanya rumah bagi 80 persen spesies daratan di dunia, tetapi juga punya peran sebagai penyerap karbon dengan mengeluarkan CO2 dari atmosfer Bumi.
Menurut World Resources Institute, lenyapnya pohon tropis menyebabkan akan lebih banyak menimbulkan emisi karbon setiap tahun yang berasal dari 85 juta kendaraan.
Saat ini, metode pemantauan yang dilakukan aparat masih mengandalkan dokumen. Produsen harus dapat membuktikan bahwa mereka telah melakukan uji tuntas pada rantai pasokan mereka melalui dokumentasi, yang menurut para ahli bisa tidak dapat diandalkan, terutama karena pada sepotong kayu lapis, mengandung banyak jenis kayu tropis.
"Kesulitan mempertahankan jejak kertas adalah bahwa itu mudah untuk dipalsu. Sangat sulit untuk benar-benar membuktikan bahwa kayu itu memang berasal dari praktik ilegal," kata Direktur Integritas Rantai Pasokan dari Forest Stewardship Council (FSC), Guillery.
Namun Guillery yakin World Forest ID akan dapat menghilangkan ambiguitas tersebut. Lewat menggabungkan ilmu pengetahuan modern dengan perpustakaan pohon yang komprehensif, tim ingin menciptakan sumber daya universal yang dapat digunakan di pengadilan. Basis data tersebut dapat meningkatkan jumlah kasus pembalakan dan menghemat waktu yang diperlukan untuk menuntut pelaku pembalakan liar.
"Ini seperti bukti DNA dalam penuntutan pidana. Mereka dapat melihat DNA, tetapi mereka harus memiliki database tersangka untuk membandingkannya, jadi kita perlu database sampel kayu itu," terang Guillery.
Sekitar 85 persen area Gabon terdiri dari hutan, tapi negara itu memiliki sejarah yang rumit dalam perdagangan kayu. Menurut sebuah studi dari University of Maryland, penebangan selektif atau menebang spesies pohon tertentu sementara meninggalkan yang lain, adalah salah satu penyebab terbesar deforestasi di Gabon, tapi industri ini juga merupakan salah satu ekspor terbesar negara itu.
Itulah alasan mengapa Moundounga yang tumbuh dewasa di Gabon dan telah mengabdikan hidupnya untuk melestarikan pohon-pohon, bergabung dengan proyek tersebut. Dia tidak percaya bahwa penebangan kayu seharusnya dihentikan sama sekali, tetapi orang yang berpartisipasi dalam perdagangan kayu harus melakukannya dengan bertanggung jawab.
Moundounga menghabiskan waktu dua minggu untuk mengumpulkan sampel di sebuah sudut di hutan Basin. Bersama dengan Emily Crumley dari FSC, ia mengumpulkan sekitar 48 spesimen dari sembilan jenis pohon.
Anggota tim seperti ini mencerminkan ruang lingkup kerja World Forest ID. Konsorsium tersebut terdiri dari lebih dari selusin organisasi yang berbasis di seluruh dunia, mulai dari lembaga pemerintah, LSM hingga lembaga akademik, dan perusahaan swasta.
Sementara FSC, badan global yang mensertifikasi perusahaan dan produk kayu, sebagian besar bertanggung jawab untuk mengumpulkan sampel.
Jaringan FSC mencakup hampir 490 juta hektar hutan bersertifikat, memungkinkan badan ini leluasa mengakses pohon-pohon yang paling terancam dan diperdagangkan di dunia.
Sejauh ini, tim telah mengumpulkan sampel pohon dari negara-negara yang berisiko tinggi terhadap pembalakan liar, seperti Peru, Nikaragua dan Kepulauan Solomon. Departemen Luar Negeri AS sendiri telah menyediakan dana untuk ekspedisi pengumpulan sampel pohon di 21 negara lain pada tahun depan.
Perpustakaan Pohon
Tim telah menguji beberapa jenis sampel berbeda, tapi akhirnya menemukan solusi terbaik untuk membawa sebongkah kayu sepanjang 11 centimeter yang diperoleh para peneliti seperti Moundounga. Setelah itu, London Botanic Gardens di Kew akan menyimpan sampel di perpustakaan, dengan tujuan pada suatu hari dapat menampung semua spesies pohon yang terancam, atau yang berisiko ditebang secara ilegal.
Lembaga bersejarah itu telah menjadi rumah bagi salah satu koleksi kayu terbesar dan paling beragam di dunia.
Namun basis data World Forest ID terpisah karena menggunakan metode pengumpulan yang lebih modern. Setiap sampel di-geolokasi dan dikemas secara tepat untuk memastikan bahwa para pejabat dapat menggunakannya untuk tahun-tahun mendatang.
"Kami memiliki di laboratorium di sini cukup banyak sampel jati. Misalnya, yang berasal dari Myanmar dan Thailand, tapi pohon itu tumbuh di seluruh daerah tropis. Dan sampel kami mungkin hanya mengatakan Myanmar pada mereka. Tidak benar-benar cukup tepat, untuk menunjukkan itu datang dari lokasi ini," kata Peter Gasson, ahli anatomi kayu dari Royal Botanic Gardens.
Gasson menggunakan tes DNA untuk membantu mengidentifikasi setiap spesies. Namun potongan terakhir dari teka-teki telah membuktikan asal kayu tertentu, akan jatuh ke tangan Markus Boner. Ia ahli dalam jenis pengujian yang disebut analisis rasio isotop stabil, untuk dapat menentukan asal suatu sampel.
Meskipun beberapa perusahaan melakukan analisis jenis ini pada makanan, Boner mengklaim bahwa bisnis yang ia dirikan, Agroisolab, adalah satu-satunya perusahaan yang menggunakannya pada kayu.
Boner percaya bahwa jika otoritas penegak hukum dapat menggunakan World Forest ID untuk mengidentifikasi pembalak liar, maka ancaman penuntutan akan mendorong industri untuk melakukan pengawasan dari dalam.
- Baca Juga: OpenAI Klaim Memiliki 400 Juta Pengguna Aktif Mingguan
- Baca Juga: Apple Rilis iPhone 16e
"Saya berharap dalam beberapa tahun ke depan, ini akan menjadi alat standar bagi pasar untuk memeriksa asal kayu," pungkasnya. SB/R-1
Penulis: Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Cegah Tawuran dan Perang Sarung, Satpol PP Surabaya Gencarkan Patroli di Bulan Ramadan
- 2 AWS Dorong Inovasi Melalui Pendidikan Berbasis STEAM
- 3 Persija Jakarta Kini Fokus Laga Lawan PSM Makassar
- 4 Penemuan Fosil Purba di Tiongkok Mengubah Sejarah Evolusi Burung
- 5 Harimau Memangsa Hewan Ternak Warga Mukomuko Bengkulu