Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Menyelamatkan Cagar Budaya di Kota Bandung

Foto : foto-foto: koran jakarta/teguh rahardjo
A   A   A   Pengaturan Font

Walikota Bandung Ridwan Kamil sempat meradang ketika mengetahui sebuah bangunan cagar budaya di Jalan Gatot Subroto hampir rata dengan tanah karena dihancurkan pemiliknya dalam sepekan terakhir.

Bangunan yang merupakan karya arsitek Presiden RI Pertama Soekarno itu merupakan bangunan asrama yang telah berganti kepemilikan, kepada pemilik perorangan.

Rupanya bangunan itu akan dibangun untuk keperluan komersil, sehingga akhirnya dihancurkan. Sayangnya Pemkot Bandung baru mengetahui adanya penghancuran bangunan heritage setelah kondisinya rusak parah, bahkan nyaris ambruk. Bentuk bangunan sudah tidak bisa diselamatkan, kayu daun jendela dan pintu asli dan bersejarah pun raib entah kemana. Lantai keramik jadul pun sudah rusak.

Kota Bandung sebenarnya memiliki banyak bangunan cagar budaya yang kondisinya memang kurang terawat. Bangunan yang sudah dilindungi melalui peraturan daerah itu seakan dibiarkan mangkrak pemiliknya. Sebab aturan tegas akan diberikan kepada pemilik bangunan yang mengubah struktur bahkan menghancurkan bangunan tersebut.

Karena ketidaktahuan pemilik dan menganggap perlu biaya mahal untuk perawatan, banyak bangunan heritage dibiarkan rusak dan terkesan sebagai rumah hantu. Padahal jika dirawat, bangunan itu akan indah dan dapat menjadi tujuan wisata, terutama bagi penggemar sejarah. Berikut sejumlah heritage yang ada di Kota Bandung dan layak menjadi tujuan untuk disambangi karena memiliki catatan sejarah menarik.

Saat Belanda berkuasa, Bandung merupakan kota penting. Sehingga Belanda banyak membangun gedung di kota ini. Paguyuban Pelestarian Budaya Bandung (Bandung Heritage) mencatat banyak gedung bersejarah yang kini beralih fungsi. Seperti menjadi toko baju atau kafe.

Namun hal itu tidak bisa disalahkan, asal tidak mengubah ciri khas bangunan apalagi merusak arsitektur aslinya. Di Bandung diperkirakan lebih dari seribuan bangunan bersejarah dengan usia lebih dari 50 tahun, beberapa diantaranya di atas 100 tahun. Namun hanya bangunan besar yang kini dikuasai pemerintah yang masih memiliki catatan sejarah.

Bangunan cagar budaya sendiri paling banyak terdapat di pusat kota, dengan terkonsentrasi di Jalan Braga, Jalan Asia afrika, dan Jalan Ir H. Djuanda atau Dago. Bangunan cagar budaya di Kota Bandung sangat layak untuk dipertahankan. Selain nilai sejarahnya, bangunan tersebut juga menunjukan hasil karya sejumlah arsitek seperti Schoemaker bersaudara, A.F Aalbers, Gerber, Gijsel, dan Soekarno.

Misalnya gedung pensil di Jl A. Yani-Gatot Subroto Nomor 1 kini menjadi kantor Danareksa, perusahaan sekuritas nasional. Bangunan ini dibangun pada 1928 untuk kantor dagang. Lokasinya sangat strategis , terletak di simpang lima sebagai kawasan pusat perdagangan.

Gedung ini dinamakan Gedung Pensil karena menilik dari atapnya yang berbentuk bundar dan lancip di ujung tengahnya seperti pensil yang sudah diraut. Gedung ini pernah menjadi pusat kantor Handel Mij. Groote & Scholtz, agen Dunlop dan minyak pelumas Shell.

Selain Gedung Pensil, bangunan cagar budaya yang hingga kini menjadi pusat bisnis adalah Ex Insulinde di Jalan Braga 135. Awal dibangun pada 1921 fungsi utama bangunan ini adalah pabrik oli yang dirancang arsitek C.P.W Schoemaker dan selesai pada 1924. Gaya Art Deco sangat lekat pada bangunan ini. Yang menarik adalah adanya kap lampu terbuat dari perunggu yang ditempatkan di kolom persegi empat di bagian depan bangunan.

Bangunan ini beberapa kali berubah fungsi, dari pabrik oli, kantor Karesidenan Priangan hingga Polwiltabes Bandung. Sempat juga menjadi FO dan sekolah taman kanak-kanak. Saat menjadi sekolah, jendela gedung dicat warna-warni cerah. Kini bangunan ini kembali menjadi pusat bisnis, setelah menjadi kantor pusat Bank BJB Syariah. Bangunan pun dicat putih bersih seperti kondisi aslinya.

Lalu Kantor Pos Besar di Jalan Asia Afrika, sampai hari ini masih tetap berdiri kokoh seperti aslinya saat dibangun arsitek J. Van Gendt. Saat perang kemerdekaan gedung pos ini pernah dibom, namun hanya interiornya yang rusak dan hangus terbakar, sementara gedung kokoh berdiri hingga saat ini. Gedung PLN di Jalan Cikapundung didirikan pada 1933 menjadi kantor aNV GEBEO (perusahaan listrik pada zaman Belanda). Saat ini menjadi kantor pusat PT PLN Distribusi Jabar dan Banten.

Lokasi Hiburan di Jalan Braga

Warga Hindia Belanda dan kaum bangsawan banyak yang berkunjung ke Kota Bandung. Mereka biasanya berkumpul di sekitar Jalan Braga atau disebut Pedatiweg dan Asia Afrika. Belum ada mobil waktu itu, kendaraan mewah adalah pedati.

Di sekitar alun-alun Bandung, berderet gedung bioskop yaitu Elita, Oriental dan Varia, serta Radio City yang bersebelahan dengan rumah bupati Bandung. Sayangnya setelah kemerdekaan, bangunan bioskop itu dihancurkan dan dijadikan pusat perdagangan, pertokoan dan perkantoran. Radio City dibangun pada 1930.

Gedung De Eerste Nederlandsch-Indische en Hypotheekbank (DENIS) yang menjadi bank Hindia Belanda dan kantor perusahaan asuransi yang didirikan Sam Ratulangi kini tetap berfungsi sebagai kantor pusat Bank BJB. Lokasinya di pertigaan Naripan-Braga.

Lalu ada bangunan hook di Jalan Braga yang saat ini masih nampak jelas jika gedung itu adalah gedung tua. Gedung yang kini dikenal dengan sebutan Landmark itu kini sering digunakan sebagai venue pameran. Dulu bernama Centre Point dan dibangun sejak 1925. Dahulu, menjadi pusat belanja orang berduit dan bangsawan karena hanya menjual barang-barang impor dari Eropa. tgh/R-1

Mengenal Ciri Gedung Bersejarah

Banyaknya bangunan sejarah dengan bentuk unik dan catatan lengkap, membuat Kota Bandung sering menjadi tujuan bagi komunitas wisata sejarah. Pesertanya banyak diikuti anak-anak muda. Bahkan terkadang ada rombongan asal Belanda yang menikmati wisata jalan kaki berkeliling menyambangi bangunan bersejarah.

Sebuah komunitas pecinta sejarah di Kota Bandung , yakni Komunitas Aleut sering kali menjadi wadah bagi wisatawan lokal dan asing untuk jalan-jalan mengunjungi sejumlah heritage.

Karena wisata dengan berjalan kaki, maka bangunan bersejarah yang disambangi tentu yang berdekatan. Rutenya pun aman bagi pejalan kaki.

Biasanya kelompok kecil rombongan wisatawan itu terlihat pada Minggu di jalan Asia Afrika atau Braga. Cukup mudah mengenali keberadaan mereka. Mereka sesekali akan berfoto dengan latar belakang gedung heritage dan tentunya dengan membentangkan spanduk jati diri mereka.

Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Kota Bandung, Harastoeti mengungkapkan setelah UU No 11 Tahun 2010 terbit, kriteria cagar budaya berubah. Pemkot Bandung mendata ada hampir 1.700 cagar budaya. Namun banyak masyarakat yang belum paham tentang bangunan cagar budaya.

Berdasarkan UU tersebut, kriteria cagar budaya dapat dirangkum menjadi 5 syarat, yakni cagar budaya tersebut harus berusia minimal 50 tahun, memiliki nilai sejarah, nilai arsitektur, nilai sosial budaya, dan nilai ilmu pengetahuan.

Ia menambahkan, ada pula cagar budaya berupa struktur, seperti menara, reservoir air, dan jembatan. Cagar budaya dapat pula berupa kawasan yang terdiri dari beberapa zona. tgh/R-1

Komentar

Komentar
()

Top