Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis

Inovasi Robot Pengisi Bahan Bakar dan Servis Satelit

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Pembuatan satelit sangat mahal dan akan berhenti beroperasi ketika bahan bakar roket untuk tetap menahannya di orbit habis. Perusahaan berlomba menciptakan robot yang bisa mengisi ulang bahan bakar sekaligus memperbaiki kerusakan.

\Saat ini ada sekitar 4.852 satelit yang bekerja di orbit. Satelit-satelit itu memainkan peran penting dalam komunikasi, penginderaan jauh, dan tugas lainnya. Setiap satelit dibuat dengan biaya rata-rata sebesar 500 juta dollar AS atau sekitar 7,4 triliun rupiah.
Satelit juga membutuhkan bahan bakar untuk mendorongnya akan tetap di orbit. Jika bahan bakar habis atau terjadi kerusakan, satelit dibiarkan karena sejauh ini tidak ada cara untuk mengisi atau memperbaikinya alias dianggap rusak dan berakhir menjadi sampah luar angkasa yang menambah jumlah puing-puing yang sudah ada.
"Bayangkan Anda akan pergi membeli mobil besok," kata Brian Weeden, kepala kelompok industri yang disebut Konsorsium untuk Pelaksanaan Rendezvous dan Operasi Pelayanan (CONFERS). "Dan Anda harus ingat bahwa Anda tidak akan pernah bisa memasukkan lebih banyak bensin ke dalamnya. Anda tidak akan pernah bisa mengganti oli Anda, tidak akan pernah bisa memelihara atau memperbaiki apapun dan Anda harus menggunakannya untuk 10 tahun ke depan. Sekarang, seberapa mahal dan seberapa rumit mobil itu menurut Anda? Itulah tepatnya yang telah kami alami dengan satelit," ujar dia seperti dikutip Smithsonianmag.
Untuk mengatasi masalah tersebut, beberapa organisasi sedang menciptakan robot untuk melakukan pengisian bahan bakar sekaligus perbaikan. Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) memiliki proyek misi ke ruang angkasa yang disebut dengan On-orbit Servicing, Assembly, and Manufacturing 1 (OSAM-1). Proyek ini pada 2025 akan meluncurkan robot berlengan yang dapat mengisi bahan bakar satelit pengamatan Bumi bernama Landsat 7.
Landsat 7 adalah satelit paling akhir dari Program Landsat. Diluncurkan pada 15 April 1999, misi utama Landsat 7 adalah untuk memperbaiki citra satelit, menyediakan citra yang up-to-date dan bebas awan.
Meski Program Landsat dikelola oleh NASA, data dari Landsat 7 dikumpulkan dan didistribusikan oleh Survei Geologi Amerika Serikat (USGS). Selain itu data Landsat juga dipergunakan untuk proyek NASA lainnya yaitu World Wind yang ini memungkinkan gambar tiga dimensi dari Landsat 7 dan sumber-sumber lainnya untuk dapat dengan mudah dinavigasi dan dilihat dari berbagai sudut.
Masa operasi satelit Landsat 7 telah mencapai 20 tahun. Satelit Landsat 7 diketahui mengelilingi Bumi setiap sekitar 99 menit. Satelit yang diluncurkan pada 15 April 1999 ini mampu menangkap gambar hampir semua permukaan planet setiap 16 hari.
Landsat 7 merupakan salah satu dari banyak satelit yang mengamati perubahan dunia, mulai dari mengungkapkan pencairan gletser di Greenland, pertumbuhan tambak udang di Meksiko dan tingkat deforestasi di Papua Nugini. Namun setelah Landsat 7 kehabisan bahan bakar, maka masa pakainya secara efektif berakhir.

Tonggak Sejarah
Di luar angkasa, servis rutin belum pernah dilakukan. Namun NASA akan menghidupkan satelit yang kehabisan bahan bakar itu dengan meluncurkan robot ke orbit. Selanjutnya robot ini diarahkan untuk mencapai satelit menggunakan lengan mekanis untuk menangkapnya dan mengisi bahan bakarnya di luar angkasa.
Jika berhasil, misi tersebut akan menandai tonggak sejarah pertama kalinya sebuah satelit akan diisi bahan bakar. Misi ini hanyalah salah satu dari sejumlah usaha publik dan swasta yang direncanakan yang dimaksudkan untuk menggunakan robot untuk memperbaiki dan meningkatkan satelit bernilai miliaran dollar di orbit.
Isi ulang bahan bakar satelit dapat menghindari terbuangnya satelit begitu saja. Selain itu pembuatan satelit baru untuk mengganti satelit lama akan memakan biaya yang tidak murah. Hal ini juga akan dapat menekan biaya layanan internet dan jaringan telepon seluler.
Proyek OSAM-1 dengan robot berlengan, bukan hanya ingin menghidupkan kembali satelit Landsat 7 namun juga akan meningkatkan kemampuannya dengan melakukan konstruksi di orbit dengan lengan-lengan robot yang mampu bekerja seperti tangan. Bahkan jika dikembangkan lebih lanjut dapat digunakan untuk membangun stasiun ruang angkasa dan bahkan merakit pesawat ruang angkasa yang menuju Mars.
Kepala Bagian Robotika dan Pembelajaran Mesin di Laboratorium Penelitian Angkatan Laut AS, Carl Glen Henshaw, mengatakan hampir semua konstruksi dan perbaikan yang telah terjadi di luar angkasa sejauh ini setidaknya sebagian mengandalkan astronot seperti pada perbaikan teleskop luar angkasa Hubble dan pembangunan Stasiun Luar Angkasa Internasional.
Mengirimkan manusia untuk perbaikan satelit tidak mudah. Pengembangan robot berlengan diharapkan menjadi alternatifnya. "Apa yang benar-benar ingin kami lakukan adalah memiliki beberapa cara untuk memiliki mekanik robot di ruang angkasa yang dapat memperbaiki satelit ketika mereka rusak," kata Henshaw. hay/N-3

Konstruksi Ruang Angkasa

Misi untuk pengisian bahan bakar roket dan juga perbaikan satelit di ruang angkasa dalam beberapa dekade terakhir telah mencapai kemajuan. Dalam proyek demonstrasi Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) pada 2007, sepasang pesawat yang dibuat khusus merapat di orbit dan mentransfer bahan bakar.
Baru-baru ini, pada 2020, perusahaan kedirgantaraan Northrop Grumman berhasil meluncurkan dua "kendaraan ekstensi misi" yang dilengkapi dengan mesin dan bahan bakar sendiri untuk menghubungkan diri mereka dengan dua satelit komersial dan mendorongnya ke orbit baru.
Dua misi baru yang diharapkan diluncurkan dekade ini akan membawa pelayanan selangkah lebih maju. Proyek percontohan akan menggunakan robot semiotonom yang dilengkapi dengan lengan mekanis untuk menambahkan bahan bakar ke satelit yang mengorbit, dan bahkan untuk melakukan perbaikan sederhana.
Kepala Bagian Robotika dan Pembelajaran Mesin di Laboratorium Penelitian Angkatan Laut AS, Carl Glen Henshaw dan tim sedang mengerjakan Robotic Servicing of Geosynchronous Satellites, sebuah misi yang didanai Badan Penelitian Lanjutan Pertahanan AS (DARPA).
Jika berhasil dalam demonstrasi yang dijadwalkan pada 2024, itu akan menandai pertama kalinya sebuah pesawat robot berhasil mengambil satelit yang tidak dirancang khusus untuk berlabuh dengannya.
Henshaw mengeksplorasi beberapa tantangan yang dihadapi dalam melayani satelit dengan robot luar angkasa. Tantangan bagi perbaikan satelit lama adalah tidak pernah dirancang untuk bisa diservis. Mereka tidak memiliki tanda yang disebut fidusia, yang akan memudahkan robot mengarahkan dirinya secara visual dengan satelit yang bergerak.
Satelit juga tidak ada perlengkapan yang dirancang untuk dipegang oleh robot. Pada bagian satelit yang menonjol, seperti antena dan panel surya misalnya, selama ini cenderung terlalu rapuh untuk dipegang.
Masalah lainnya adalah jeda waktu antara robot dan Bumi. Untuk robot yang beroperasi di orbit geosinkron, sekitar 35.000 kilometer ke atas, jarak dan pemrosesan sinyal membuat penundaan komunikasi beberapa detik antara robot dan pengontrolnya di Bumi. Jadi robot perlu menangani tugas yang paling penting sendiri.
Di sisi positifnya, pekerjaan itu dapat membangun lengan robot yang ada di luar angkasa, termasuk dua yang saat ini digunakan di Stasiun Luar Angkasa Internasional. Untuk misi demonstrasi, Henshaw dan rekan-rekan insinyurnya berencana untuk memilih salah satu dari ribuan satelit tua yang tidak aktif "diparkir" di orbit yang tidak biasa.
Sebuah robot akan mencocokkan orbit dengan satelit, dan bermanuver dalam jarak sekitar dua meter, menggunakan kamera dan pencari jarak laser. Ketika cukup dekat, robot akan menggunakan salah satu dari dua tangannya untuk memegang cincin aluminium yang sebelumnya menambatkan satelit ke kendaraan peluncuran. hay/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top