Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Menteri Asean Akselerasi Konektivitas Energi Dukung Ketahanan Kawasan

Foto : ANTARA/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna

Menteri ESDM Arifin Tasrif pada Pertemuan Menteri Energi Asean Ke-41 dan Forum Bisnis Energi Asean di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Kamis (24/8/2023).

A   A   A   Pengaturan Font

Badung - Menteri energi di Asean berkomitmen mengakselerasi konektivitas pasokan energi untuk mendukung ketahanan dan menjamin berkelanjutan di kawasan Asia Tenggara.

"Kami akan meningkatkan interkonektivitas melalui saluran pipa gas trans-Asean, jaringan pembangkit listrik dan juga komitmen antarpihak lainnya," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif saat membuka Pertemuan Menteri Energi Asean Ke-41 dan Forum Bisnis Energi Asean di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Kamis.

Menurut dia, konektivitas energi diperlukan untuk menjawab tantangan permintaan energi yang terus meningkat di Asia Tenggara yang rata-rata mencapai tiga persen per tahun sesuai proyeksi Badan Energi Internasional (IEA).

Melalui energi yang saling terkoneksi, lanjut dia, negara-negara di kawasan Asia Tenggara dapat menjamin kebutuhan, keberlanjutan sekaligus ketahanan energi, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi negara di kawasan Asean yang dipastikan terus bertumbuh.

Adapun laju pertumbuhan di Asean mencapai sebesar 4,6 persen pada 2023 berdasarkan proyeksi Bank Pembangunan Asia (ADB).

Menteri ESDM RI menyebutkan konektivitas energi dapat mendukung kawasan Asean sebagai pusat pertumbuhan sesuai dengan komitmen bersama di Asean.

"Dalam skenario ambisius di masa depan, dua per tiga dari permintaan energi yang tumbuh itu dapat dicapai dengan energi terbarukan," imbuh Arifin.

Konektivitas energi menjadi salah satu topik yang dibahas dalam pertemuan gabungan antara unsur pemerintah dan bisnis di kawasan Asean selama 24-25 Agustus 2023 di Nusa Dua, Bali.

Pada pertemuan itu juga ditargetkan mencetuskan investasi dan kemitraan khususnya dalam tiga pilar energi di Asean yakni keberlanjutan, ketahanan dan konektivitas.

"Ini akan menuntun pencapaian rencana Asean dalam kerja sama energi dan target emisi nol karbon," ujarnya.

Sementara itu, khusus untuk Indonesia, pemerintah memiliki ambisi menurunkan emisi karbon hingga 93 persen pada 2060 menjadi 129,4 juta ton setara CO2 dari perkiraan sekitar 1.927.4 juta ton setara CO2 dari aktivitas bisnis misalnya industri, perumahan, transportasi, komersial hingga pembangkit listrik.

Ada pun strateginya di antaranya elektrifikasi, pengembangan BBM nabati, pensiun dini pembangkit listrik tenaga batu bara, sumber baru energi seperti hidrogen dan amonia, dan efisiensi energi.

Selain itu, teknologi penangkapan, utilisasi, dan penyimpanan karbon ataucarbon capture, utilization, and storage(CCS/CCUS).

Berdasarkan kajian IEA dalam laporan bertajuk the IEA's Energy Sector Roadmap to Net Zero Emissions in Indonesia pada September 2022, Indonesia membutuhkan hampir tiga kali lipat investasi energi pada 2030 yakni tambahan investasi sebesar 8 miliar dolar AS per tahun.

Sementara itu, Direktur Celios, Bhima Yudisthira mengatakan, persediaan energi di kawasan Asean perlu mempertimbangkan ketersediaan pendanaan yang murah sehingga diperlukan dorongan bagi sektor perbankan, asuransi, dana pensiun dan lembaga keuangan lainnya untuk lebih banyak lagi terlibat dalam penyaluran pembiayaan dengan bunga murah ke sektor energi terbarukan.

Selain itu, tambah Bhima, kebutuhan energi perlu dipenuhi dengan sumber yang berkelanjutan dan pasokan yang stabil karena berbagai negara dengan ketergantungan energi fosil yang tinggi mengalami kenaikan inflasi saat harga energi naik tajam.

"Kolaborasi antar negara Asean bisa dimulai dengan memasukkan berbagai energi terbarukan kedalam pipeline investasi yang fokus. Dilengkapi dengan pembangunan riset, dan rantai pasok lokal dalam komponen energi terbarukan," tegas Bhima.

Bhima juga mengatakan negara negara Asean juga bisa berkolaborasi menciptakan sumber pendanaan sendiri untuk mendanai EBT, sehingga tidak bergantung pada kucuran dana negara negara maju seperti skema Just Energy Transition Partnerships (JETP) yang sampai saat ini belum turun juga dananya.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Antara, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top