Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Menperin: Hilirisasi Sagu Pacu Pertumbuhan Banyak Produk Hilir

Foto : Istimewa

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita memaparkan besarnya potensi hilirisasi sagu dalam acara"Simposium Nasional Industri Pengolahan Sagu” di Jakarta, Senin (29/7).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan bahwa potensi hilirisasi sagu sangat besar untuk dikembangkan. Namun meski bahan baku di Indonesia sangat besar, pemanfaatannya masih kurang.

Dalam acara "Simposium Nasional Industri Pengolahan Sagu" di Jakarta, Senin (29/7), Menperin menekankan bahwa sagu merupakan salah satu komoditas yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan guna mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia.

"Sagu adalah tanaman asli Indonesia yang menghasilkan pati paling besar dibandingkan dengan tanaman penghasil pati lainnya. Sagu juga merupakan komoditas yang ramah lingkungan karena memiliki laju penyerapan CO2 yang tinggi, sehingga menjadi salah satu kontributor perlambatan global warming," ucap Menperin.

Dalam rangka mendorong percepatan pengembangan industri pengolahan sagu, Pemerintah telah menjadikan program peningkatan pengelolaan sagu nasional sebagai salah satu program prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Menurut Business Research Insight, pada tahun 2031 pertumbuhan pasar pati sagu secara global diproyeksikan mencapai 557,13 juta dollar AS. Hilirisasi industri sagu diharapkan tidak hanya berhenti sampai di pati sagu, tetapi juga dapat memacu pertumbuhan produk hilir lainnya.

"Sagu dapat diolah menjadi beragam produk, mulai dari produk pangan seperti pati sagu, mie, beras analog, modified starch, sampai dengan produk non-pangan seperti biopackaging. Penguatan riset dan inovasi produk diharapkan dapat mendukung pengembangan hilirisasi sagu," ucapnya.

Kemenperin berkomitmen untuk terus meningkatkan hilirisasi komoditas sagu melalui pengembangan diversifikasi produk, fasilitasi kerja sama antara industri pengolahan sagu dengan industri pengguna, mendorong program sertifikasi TKDN, dan program restrukturisasi mesin atau peralatan bagi industri pengolahan sagu.

Selain itu, Kemenperin berupaya untuk selalu bersinergi dengan pemangku kepentingan lainnya, dari pusat maupun daerah, sebagai langkah mendorong percepatan pengembangan industri pengolahan sagu.

Diketahui, Indonesia memiliki potensi luas lahan sagu terbesar di dunia. Dari 6,5 juta hektare lahan sagu di seluruh dunia, sekitar 5,5 juta hektare atau 85% berada di Indonesia. Sebaran lahan sagu terluas, sekitar 5,2 juta hektare berada di Papua. Namun, dari data statistik perkebunan Kementan (Angka Tetap 2022), kurang dari 4% luas areal sagu nasional yang baru termanfaatkan yaitu hanya seluas 212.468 hektare, dengan total produksi sagu sebanyak 385.905 ton pada tahun 2022.

Adapun provinsi Riau menjadi produsen sagu terbesar (74% nasional) dengan angka produksi mencapai 285.468 ton yang berasal dari lahan seluas 76.597 hektare. Produktivitas provinsi Riau mencapai 3,73 ton/Ha, tertinggi dibandingkan provinsi Papua (Peringkat ke-2 Nasional) yang menghasilkan sagu sebanyak 1,21 ton/Ha dan provinsi Maluku (Peringkat ke-3 Nasional) yang hanya menghasilkan 0,27 ton sagu/Ha).

Namun, diakui Menperin bahwa pemanfaatan potensi sagu di Indonesia dirasakan masih sangat rendah karena beberapa kendala. "Misalnya pada alur rantai pasok bahan baku sagu, dimana areal sagu di Indonesia didominasi oleh perkebunan rakyat dengan persentase penguasaan lahan mencapai 94,34% dengan kontribusi produksi sagu mencapai 99%. Namun, infrastruktur perkebunan rakyat ini masih sederhana dengan fasilitas penunjang yang sangat minim," ujar Menperin.

Hal ini menyebabkan rantai suplai sagu dari hulu ke hilir menjadi sangat terbatas, keterampilan dan kapasitas SDM yang masih minim. Oleh karena itu, perlu perhatian khusus untuk mempercepat peningkatannya dan Rendahnya popularitas komoditas sagu menjadi penghambat proses pengembangan dan riset yang pada akhirnya membatasi pencapaian potensi komoditas ini. Padahal, sagu dapat menjadi alternatif sumber karbohidrat dan industrinya dapat dikembangkan agar Indonesia menjadi salah satu pemasok pati terbesar di dunia.

Saat ini, eksportir pati sagu terbesar di dunia dengan nilai ekspor pada tahun 2023 sekitar USD 15 juta adalah Malaysia. Indonesia sendiri pada tahun 2023 menduduki posisi ke-2, dengan nilai ekspor sekitar USD 9 juta. Nilai yang menurut saya masih sangat kecil.

"Saya berharap potensi yang belum termanfaatkan ini dapat dimanfaatkan oleh seluruh stakeholders, terutama untuk membuka, menciptakan, dan mengisi pasar sagu nasional dan internasional bagi para pelaku yang terlibat dalam agribisnis sagu Indonesia," ucap Menperin.

Menteri Agus berharap Simposium Nasional Industri Pengolahan Sagu ini dapat terlaksana dengan baik, dan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat maupun para pemangku kepentingan tentang potensi dan pentingnya hilirisasi sagu. Ia mengingatkan terdapat potensi yang sangat besar dari hilirisasi sagu ini, yaitu Value Added Creation dan Jobs Creation. Dua hal fundamental yang perlu ditingkatkan untuk mencapai tujuan Generasi Emas 2045.


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top