Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Tahapan Pemilu -- Pemilih Muda Jangan Pilih Pemimpin Berdasar Sentimen Semata

Menko PMK Minta Kampanye Politik Tak Libatkan Sekolah

Foto : koran jakarta/Muhamad Ma’rup

Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, meminta agar kampanye politik tidak melibatkan sekolah dan madrasah. Hal ini sekaligus merespon putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang memperbolehkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pendidikan dengan beberapa syarat.

"Alangkah lebih baik jika institusi tingkat sekolah dan madrasah untuk fokus belajar," ujar Muhadjir, di Jakarta, Kamis (24/8).

Dia menambahkan, selama 2 tahun belakangan, pembelajaran yang terselenggara juga tidak maksimal akibat adanya pandemi Covid-19. Menurutnya, lebih baik para guru dan peserta didik mengatasi learning loss. "Biarlah mereka guru fokus mengantar peserta didik untuk menebus ketertinggalan akibat learning loss," jelasnya.

Perguruan Tinggi

Muhadjir mengungkapkan, berbeda jika kegiatan kampanye ditujukan kepada institusi pendidikan tinggi. Menurutnya, lingkungan perguruan tinggi akan lebih tepat menjadi arena tukar pikiran para calon kontestan pemilu nantinya karena merupakan bagian dari konstituen.

Dia menambahkan, masyarakat pendidikan di lingkungan perguruan tinggi juga telah memiliki tingkat kesadarannya juga sudah tinggi. Meski begitu, kegiatan kampanye di kampus harus tetap menjaga kondusifitas.

"Segala ketentuan yang nanti diatur oleh penyelenggara pemilu pun harus diikuti secara terukur. Jangan sampai nanti menimbulkan kondisi yang tidak baik di kampus-kampus itu," tandasnya.

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kemenko PMK, Warsito menilai, fasilitas pendidikan sebaiknya dimanfaatkan untuk pendidikan berpolitik, tak hanya sebagai tempat berkampanye.

Menurutnya, dengan adanya pendidikan politik, pemilih muda nantinya tidak lagi memilih partai atau calon pemimpin berdasarkan sentimen semata.

Dia menilai tak masalah jika di lembaga sekolah diadakan pendidikan politik, asalkan tetap dibarengan dengan netralitas. Menurutnya, para pelajar dan mahasiswa cenderung memilih calon pemimpin berdasarkan program-program apa yang akan diusungnya.

"Kita berharap satuan pendidikan tidak dijadikan arena politik praktis, tetapi untuk momen pendidikan politik. Karena sebagaimana kita ketahui, sekitar 60 persen pemilih pemula itu usia muda dan belum pernah melakukan pemilihan," katanya.

Warsito menilai, penyelenggara pemilu seperti Bawaslu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang seharusnya hadir ke fasilitas pendidikan, bukan calon-calon yang akan maju dari partai politik tersebut. Dia tidak ingin pusat pembelajaran itu justru menjadi ajang contoh atau miniatur perbedaan.

"Karena kita belum tahu sejauh apa dan sesiap apa kampus menghadapi perbedaan. Meskipun oke, lah, orang-orang terdidik, tapi ketika bicara sentimen biasanya akan terbawa emosional," ucapnya.


Redaktur : Sriyono
Penulis : Muhamad Ma'rup

Komentar

Komentar
()

Top