Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 05 Nov 2022, 07:00 WIB

Menkes Mengumumkan Kasus Gagal Ginjal Akut Alami Penurunan Drastis

Foto: Istimewa

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin mengatakan saat ini kasus gagal ginjal akut yang terjadi di negara ini sudah mengalami penurunan drastis. Informasi diumumkan setelah pemerintah menghentikan sementara penggunaan obat sirop penurunan demam untuk pengobatan anak.

"Sudah terjadi penurunan yang sangat drastis dari yang meninggal tadinya lima sampai delapan per hari, sekarang sudah nol, satu per hari. Kasusnya tadi bisa 10 sekarang sudah satu, paling banyak dua," kata dia di Bogor, Rabu.

Ketika ditanya mengenai tindakan hukum pada perusahaan farmasi yang memproduksi obat sirop mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG), Budi mengatakan ini menjadi wewenang Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bukan wewenang kementerian kesehatan.

"Itu wewenang BPOM kalau obat-obatan," kata Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin.

Kemudian Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) beberapa waktu lalu memberikan pengumuman terdapat dua perusahaan farmasi yang produknya mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) melebihi ambang batas aman. Badan POM dan tim penyidik gabungan Bareskrim Polri lalu memutuskan untuk meningkatkan status penanganan kasus gagal ginjal akut dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan setelah melakukan gelar perkara pada beberapa hari yang lalu yakni 31 Oktober 2022.

Sementara itu, kasus gagal ginjal akut pada anak yang terjadi di Indonesia hingga hari ini tercatat mencapai 325 kasus dan sebanyak 178 pasien di antaranya dilaporkan telah meninggal dunia.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang juga Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama melalui pesan elektroniknya, Rabu, mengatakan, diperlukan analisis apakah ada faktor lain di luar obat yang mungkin menjadi penyebab, seperti infeksi, faktor lingkungan, kebiasaan tertentu dan lainnya.

"Untuk analisa ini maka tentu perlu dilakukan penyelidikan epidemiologi (PE) yang amat ketat pada setiap anak itu, termasuk bagaimana keadaan di rumahnya, atau tempat bermain, atau di sekolahnya kalau sudah sekolah dan lainnya," kata dia yang pernah menjabat sebagai Direktur WHO Asia Tenggara itu.

Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama menyarankan analisis dikeluarkan dalam bentuk semacam tabel lengkap berisi demografi, informasi perjalanan penyakit, obat-obat apa saja yang dikonsumsi anak-anak sebelum sakit dan berbagai faktor lain yang mungkin mempengaruhi terjadinya penyakit.

Redaktur: Fiter Bagus

Penulis: Mafani Fidesya

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.