Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 27 Jul 2019, 01:00 WIB

Menjemput Matahari di Puncak Dieng

Foto: foto: P Triyanto Y Wandaru

Kalau mendengar kata salju, asosiasi masyarakat mungkin langsung menuju ke Eropa, Australia, Amerika, atau negaranegara Asia seperti Jepang. Di tempattempat tersebut memang memiliki empat musim di mana salah satu di antaranya musim dingin yang banyak salju.

Tapi, itu dulu. Kini masyarakat tak perlu jauh-jauh ke negeri orang. Salju sudah dapat ditemukan di dataran tinggi Dieng yang masuk Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Beberapa waktu lalu, Dieng mengalami "musim dingin" mencapai minus 9 derajad. Ini terjadi sekitar bulan Juni lalu. Hal ini membuat rerumputan, tanaman, atau pepohonan lain diselimuti embun yang membeku (es).

Bahkan, suatu malam yang amat dingin, bus yang melaju di daerah Temanggung, seperti kejatuhan kerikil cukup "krutuk-krutuk-krutuk" agak lama. Setelah ditengok, ternyata "kerikil-kerikil" es. Daerah-daerah tertentu belakangan memang dingin, apalagi di dataran tinggi seperti Dieng. Meski dingin, justru ini yang menjadi daya tarik wisatawan. Mereka penasaran ingin merasakan derajad di bawah nol dan melihat hamparan embun es.

Menurut Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, R Mulyono R Prabowo, kondisi suhu dingin umumnya akibat aliran massa udara dingin dan kering dari Australia. Aliran ini biasa disebut monsun dingin Australia. Hal ini membuat sejumlah wilayah akan terus mengalami dingin sampai bulan depan. Agustus merupakan puncak musim kemarau untuk wilayah selatan ekuator.

"Udara dingin menyerang terutama pada malam hari, apalagi di dataran tinggi dan pegunungan," katanya. Dieng cukup tinggi karena berada 2.000 meter di atas permukaan laut. Dieng selain masuk Banjarnegara, ada juga yang menjadi bagian wilayah kabupaten Wonosobo. Saat tidak musim bediding, suhu kawasan wisata tersebut mencapai 11-18 derajad Celsius

Beberapa tahun belakangan, Dieng kerap kali membeku. Hal ini menjadi daya tarik para wisatawan yang mau melihat embun salju. Masyarakat tumpah sejak pagi di salah satu destinasi seperti Candi Arjuna yang memang memiliki halaman luas. Mereka berfoto bersama dengan latar belakang candi yang tidak terlalu tinggi.

Tentu saja kalau ada yang menguntungkan, sesuatu senantiasa diikuti yang negatif. Lonjakan wisatawan jelas menguntungkan Banjarnegara karena pendapatan daerah meningkat tajam. Yang menderita adalah para petani Dieng. Mereka terancam gagal panen, di antaranya para petani kentang mulai was-was. Tidak kurang dari 15 hektare kawasan pertanian kentang rusak. Demikian juga tanaman sayur-mayur yang tak tahan ditimpa embun es.

Lihat "Sunrise"

Untuk hari-hari ini sudah tidak ada lagi embun es. Pada waktu terjadi embun es, suhu di Dieng sekitar minus 9 derajad. Namun begitu, masih saja banyak masyarakat berkunjung ke kawasan ini. Salah satu yang mereka cari adalah keindahan semburat sinar matahari waktu terbit.

"Kami berangkat dari Wonosobo pukul tiga pagi untuk menjemput matahari terbit," kata P Triyanto Wandaru (Wawan). Menurut warga Bekasi ini, dari penginapan di Wonosobo perlu waktu sekitar 45 menit sebelum sampai di bawah kaki puncak Dieng. "Kami lanjut berjalan kaki masih gelap agar sampai di puncak Dieng untuk benar-benar mendahului sinar matahari menyemburat," ujar ayah dua anak ini.

Menurut Wawan, yang berkunjung hampir dua pekan lalu itu, kondisi suhu sudah 7-8 derajad. "Namun tetap amat dingin, apalagi kalau minus 9 ya," tanya dia retoris. Bersama istri dan dua anaknya, Stanley serta Kanya, dia naik lewat Gunung Sikunir selama 40 menit untuk sampai puncak Dieng setinggi 2.300 meter. "Capek, tapi terbayar karena berhasil menikmati keindahan matahari terbit," ucapnya.

Memang untuk menikmati segala sesuatu tak ada yang gratis seperti mengagumi matahari terbit ini perlu perjuangan yang amat melelahkan karena itu tadi harus mendaki setinggi 2.300 meter. Namun, semuanya terbayar karena matahari terbit yang amat menawan. Apalagi berjalan beramai-ramai karena ternyata banyak wisatawan dengan tujuan sama, hilang lelahnya. wid/G-1

Mengagumi Telaga Warna

Jangan tanggung-tanggung kalau berkunjung ke kawasan Dieng. Jangan hanya datang pagi, lalu sore pulang. Wisatawan perlu menginap untuk menikmati Dieng karena dapat mendapat pengalaman khas seperti menyambut matahari terbit atau mengantarkan ke peraduan. Turis juga dapat merasakan perubahan cuaca atau udara dari siang ke malam dari hangat ke kondisi yang begitu dingin untuk saat tertentu.

Namun yang jelas, pelancong perlu menginap agar dapat menjelajahi destinasi-destinasi yang begitu banyak. Bisa juga ke sawah-sawah atau pertanian untuk menikmati luasnya kehijauan tanamana. Atau sekadar ngobrol dengan penduduk setempat di desa-desa. Sebab rasanya tidak cukup kalau hanya sehari untuk mengeksplorasi tujuan-tujuan turistik yang demikian beragam.

Sekadar informasi yang dapat dijadikan bidikan kunjungan antara lain Telaga Warna. Di luar ini masih banyak tempat menarik yang takkan mengecewakan. Banyak telaga di Indonesia yang warnanya bisa berubah-ubah seperti Kilimutu di Kabupaten Ende, NTT. Demikian juga warna air di Telaga Warna Dieng ini pun bisa berubah-ubah. Hal ini terjadi karena telaga tersebut memiliki kandungan sulfur yang tinggi, sehingga ketika diterpa sinar matahari, warna air bisa berubah menjadi hijau, kuning, dan pelangi.

(istimewa)

Di Dieng ada juga Telaga Pengilon dan Merdada. Namun yang terluas Telaga Warna. Luas Telaga Warna sekitar tiga kali lapangan sepak bola. Berada di lokasi ini terasa sedap sekali. Pemandangan di sekeliling yang berupa perbukitan dengan pepohonan menambah asri pemandangan. Biasanya para wisatawan menikmatinya dari ketinggihan bernama Bukit Ratapan Angin. Turis bisa memandang ke bawah menikmati keindahan warna air atau telaga sebagai keseluruhan.

Kini ada juga jembatan unik dari rangkaian papan yang digantung tali di kiri kanan. Ketika melewati, seakan terayun-ayun. Maka harus pegangan di kiri dan kanan. Dari sini turis bisa leluasa tanpa penghalang untuk memandang atau berfoto dengan latar belakang Telaga Warga yang menjadi berada agak di bawah.

Candi Arjuna

Tujuan lain yang tak kalah menarik dan banyak menjadi bidikan wisatawan adalah kompleks Candi Arjuna. Kompleks ini memiliki beberapa candi. Seperti daerah Prambanan dan sekitarnya, kawasan Dieng juga banyak candi, termasuk kompleks Arjuna yang terluas.

Terletak di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Kompleks Candi Arjuna memiliki luas sekitar satu hektare. Di kompleks ini, ada empat candi lain yaitu Semar, Srikandi, Puntadewa, dan Sembadra.

Selain Candi Semar, keempat candi lain merupakan candi utama yang digunakan sebagai tempat bersembahyang. Kalau dilihat coraknya, meski berada dalam satu kompleks, kelima candi itu dibangun tidak bersamaan. Sepertinya paling awal Candi Arjuna dan terakhir Sembadra. Candi Arjuna, Candi Puntadewa, dan Candi Sembadra merupakan candi yang dibuat untuk menyembah Dewa Syiwa. Sementara, Candi Srikandi dibangun untuk menyembah trimurti (tiga dewa) yaitu Syiwa, Brahma, dan Wisnu.

Halaman kompleks ini cukup luas, sehingga sering menjadi tempat berkerumun turis. Candi ditemukan sekitar abad 18 dan dibangun sekitar abad 8 sebelum Krisitus oleh Dinasti Sanjaya dari Mataram Kuno. wid/G-1

Redaktur:

Penulis: Aloysius Widiyatmaka

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.