Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Menilik Fenomena Flexing dari Sudut Pandang Kesejahteraan

Foto : voi/isntagram/@donisalmanan

Gaya flexing Doni Salamanan yang kini dihukum empat tahun penjara karena kasus investasi bodong.

A   A   A   Pengaturan Font

Namun, kita patut juga perlu melihat fenomena flexing ini dari bagaimana orang-orang mendefinisikan kehidupan yang "sejahtera".

Banyak orang percaya bahwa jalan terbaik untuk hidup sejahtera adalah dengan mengumpulkan harta kekayaan terus menerus karena hakikat manusia yang lekat dengan keinginan memenuhi kepentingan pribadi (self interest). Bahkan, dalam pemikiran klasik "invisible hand" yang dicetuskan oleh Adam Smith, permintaan barang dan jasa publik akan terpenuhi dengan sendirinya ketika manusia berfokus memenuhi kepentingan pribadinya.

Masalahnya, seseorang kerap tidak tahu apakah ia sudah cukup sejahtera atau belum karena sulitnya menakar kapan seseorang harus berhenti mengakumulasi kekayaan. Akibatnya, ia cemas dan terus mencari harta lagi dan tentu saja mencari pengakuan dari orang lain bahwa ia telah sejahtera.

Pola pikir tersebut berpotensi menjadi awal mula dari sebuah siklus hidup yang terus berulang: mengumpulkan harta kekayaan sebanyak banyaknya, membandingkannya dengan orang lain, melakukan flexing untuk mendapatkan pengakuan, tidak merasa puas akan kondisi hidupnya, kembali mengumpulkan harta kekayaan, dan berulang.

Tak hanya itu, hal ini juga berpotensi membuat orang untuk bertindak impulsif, termasuk melakukan hal hal yang melanggar hukum demi memanjakan ego dan hasrat tersebut. Masih lekat di benak kita influencer media sosial Indra Kenz, misalnya, yang terjerat kasus investasi bodong aplikasi perdagangan ilegal, Binomo.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : -
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top