Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
GBN 2019

Menggali Kebebasan dalam Citra Batik Nusantara

Foto : DOK CBN 2019
A   A   A   Pengaturan Font

Batik tak lagi berkonotasi tua dan kuno, namun warisan leluhur ini mencitrakan kebebasan, kedinamisan, serta keceriaan sesuai dengan generasi saat ini.

Indonesia terkenal sebagai negara yang kaya ragam kebudayaan, salah satunya kebudayaan bendawi yaitu BATIK. Pada 2 Oktober 2009, UNESCO menetapkan batik sebagai warisan dunia karena memenuhi kriteria, antara lain kaya simbol dan makna filosofi kehidupan rakyat Indonesia.

Berbagai upaya untuk mempromosikan dan mengembangkan batik semakin meningkat dan beragam. Salah satunya penyelenggaraan Gelar Batik Nusantara (GBN) yang dilaksanakan sejak 1996 oleh Yayasan Batik Indonesia (YBI).

Pameran GBN 2019 ini mengangkat tema Lestari Tak Berbatas, yang memiliki arti batik sebagai warisan luhur tidak lagi berkonotasi kuno. Diangkatnya batik Sumatera sebagai highlight pameran kali ini tak lain karena corak serta motifnya yang beragam, serta warna-warna yang berbeda dari warna batik dari Pulau Jawa.

"Tema ini maknanya batik yang sudah menjadi budaya asli masyarakat Jawa ternyata telah berkembang di luar Pulau Jawa. Ada batik Sumatera, Kalimantan, Ambon, Papua. Kali ini kami angkat batik Sumatera. Batik Sumatera sempat mati suri sehingga dibangkitkan kembali oleh perajin di daerah tersebut," kata Wida D Herdiawan, Ketua Panitia GBN 2019, di JCC Senayan Jakarta, belum lama ini.

Batik Sumatera memiliki corak dan motif dengan ciri khas yang mewakili budaya masing-masing. Dan melalui pameran GBN 2019, diharapkan ragam batik dari Sumatera ke depan dapat dikenal masyarakat dalam kaitannya memperkaya khasanah motif batik Nusantara.

Wida menambahkan pelestarian batik mengikuti tren perkembangan zaman. Maka tak mengherankan batik kini telah dianggap menjadi fashion statement bagi banyak orang. Menurutnya, agar batik tidak lekang waktu, dan industrinya tetap berdaya saing global, perajin batik harus semakin kreatif dan inovatif.

"Batik sekarang tak lagi terkesan kuno, tetapi lebih ceria dan mengikuti zaman. Batik tidak hanya untuk busana, tetapi bisa untuk aksesoris hingga desain rumah," katanya.

Sementara itu Menperind Airlangga Hartarto, menambahkan agar industri batik menjadi sektor ramah lingkungan. Industri batik mulai memperkenalkan bahan baku baru seperti dari serat rayon atau memanfaatkan biji kapas sehingga dengan material baru ini menghasilkan produk yang lebih menarik dan kompetitif.

"Penggunaan zat warna alam pada produk batik juga merupakan solusi dalam mengurangi dampak pencemaran bahkan menjadikan batik sebagai eco-product yang bernilai ekonomi tinggi," paparnya.

Pengembangan zat warna alam dinilai turut mengurangi importasi zat warna sintetik. Di tengah persaingan global yang semakin kompetitif dan dinamis, preferensi konsumen terhadap produk ramah lingkungan terus meningkat. Batik warna alam hadir menjawab tantangan tersebut dan diyakini dapat meningkatkan peluang pasar. ima/R-1

Memupuk Kreativitas dan Jaringan

Sebanyak 260 booth perajin batik yang hadir dalam gelaran GBN 2019 setidaknya dapat menjadi gambaran bagaimana batik berkembang. Corporate Secretary BNI, Meiliana, mengatakan, BNI kembali mendukung sepenuhnya kegiatan GBN 2019 bersama YBI.

"Pembatik binaan BNI turut unjuk karyanya bersama perajin batik dari seluruh Indonesia, mengasah strategi pemasaran, dan semakin mengenal tren batik yang disukai masyarakat," katanya.

Dikatakannya, lima mitra binaan Rumah Kreatif BUMN (RKB) BNI yang ikut serta pagelaran GBN 2019 yaitu Widi Nugraha Batik asal RKB BNI Ngawi, Ayesha Collection RKB Padang, Batik Tebo by Rizky Danang RKB Tebo, Rajasa Mas RKB Cilacap, dan Suruh Temurose asal RKB Banyuwangi.

Batik Tebo by Rizky Danang yang pernah mendapatkan penghargaan Produktivitas Siddhakarya 2018 mengatakan, pihaknya sangat senang dapat memperlihatkan karya Batik Tebo di GBN 2019. "Selain akan semakin dikenal masyarakat, acara ini juga dapat menambahkan motivasi saya untuk berkreasi dan ide-ide baru dengan melihat hasil karya batik dari perajin lainnya," katanya.

Selain itu, Toni Sudarmaji bagian produksi dari Rajasa Mas mengatakan, pihaknya senang dapat ikut serta di GBN 2019. "Di sini, saya mendapatkan jaringan baru bagi penjualan dan menambah teman dari berbagai daerah di Indonesia. Saya berharap melalui acara ini nantinya dapat meningkatkan produksi dan omzet Rajasa Mas," ujarnya.

RKB merupakan wadah bagi BUMN untuk berkolaborasi dalam membentuk digital economy ecosystem melalui pembinaan UMKM. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan kapasitas dan kapabilitas UMKM batik itu sendiri. Selain itu RKB dibangun sebagai pusat data dan informasi serta pusat edukasi, pengembangan dan digitalisasi UMKM.

BNI merupakan salah satu bank BUMN yang turut aktif dalam pengembangan UKM yang tergabung dalam RKB. "Kami memberikan pendampingan kepada RKB binaan BNI antara lain pembukuan dasar sampai quality control dan pemasaran. Sehingga mereka mengetahui cara pengembangan usaha dan peningkatan kualitas produk," tandas Meiliana. ima/R-1

Pentingnya Peran Pemerintah

Selain itu secara ekonomi batik memiliki potensi cukup menjanjikan, di sektor industri tekstil dan pakaian jadi pada triwulan I 2019, mencatatkan posisi tertinggi dengan capaian 18,98 persen. Kinerja ini melampaui pertumbuhan ekonomi sebesar 5,07 persen di periode yang sama.

Ekspor batik Nusantara tercatat senilai 52,44 juta dolar AS. Kemenperin menargetkan nilai ekspor batik nasional dapat meningkat hingga 6-8 persen pada 2019. Dan hal itu memungkinkan karena saat ini batik telah bertransformasi menjadi berbagai bentuk fashion, kerajinan bahkan home decoration yang mampu menyentuh berbagai lapisan masyarakat baik di dalam maupun luar negeri.

Daya serap tenaga kerja pada sektor industri batik pun cukup tinggi, Menperind menceritakan jumlah tenaga kerja yang terserap dari sektor hulu seperti weaving dan dyeing hingga sektor industri batik sebanyak 628 ribu orang. Sementara itu, pekerja di industri batik sendiri mencapai 212.000 orang.

Di kesempatan berbeda kepada Koran Jakarta, Djandjang Purwo Sedjati, pengamat batik sekaligus dosen di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta menjelaskan, tingginya usaha batik yang ada saat ini dikategorikan sebagai bentuk upaya pelestarian.

"Saya memandang, kalau batik sejauh ini masih tetap lestari. Jika melihat dari banyak pelaku usaha yang masih memproduksi batik klasik, dan masyarakat masih menggunakannya," paparnya.

Terkait pelestarian, Djandjang menganggap peran pemerintah sangat penting, terutama dalam upaya peningkatan kualitas produk para pengrajin atau pelaku usaha batik.

Sedangkan regenerasi dapat dilakukan melalui mata pelajaran wajib di sekolah. "Sayangnya yang memberlakukan masih sedikit, sehingga perlu kebijakan supaya semua sekolah bisa menerapkan mata pelajaran tersebut," tandasnya. ima/R-1

Komentar

Komentar
()

Top