Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus

Mengenal Jenis dan Bahaya Tekanan Darah Tinggi Selama Kehamilan

Foto : Istimewa

Ilustrasi.

A   A   A   Pengaturan Font

Terlepas dari penurunan angka kematian ibu hamil, komplikasi kehamilan masih menghantui para ibu di dunia, salah satunya masalah tekanan darah tinggi. Faktanya, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika (CDC) mencatat sejumlah wanita memiliki tekanan darah tinggi selama kehamilan. Di Amerika misalnya, sedikitnya satu dari setiap 12 hingga 17 wanita hamil yang berusia 20 hingga 44 tahun dilaporkan memiliki tekanan darah tinggi.

Tekanan darah tinggi atau hipertensi sendiri merupakan suatu kondisi ketika seseorang mempunyai tekanan darah yang terukur pada nilai 130/80 mmHg atau lebih tinggi. Kondisi ini bisa terjadi baik sebelum, selama, dan setelah kehamilan. Menurut CDC, tekanan darah tinggi pada ibu hamil dapat meningkatkan risiko persalinan prematur, dan berat lahir rendah, ditambah masalah yang lebih serius seperti eklampsia, stroke, dan solusio plasenta atau kondisi di mana plasenta terpisah dari dinding rahim.

Menurut CDC, tekanan darah tinggi selama kehamilan dibagi menjadi tiga jenis. Pertama, Hipertensi kronis di mana sang ibu memiliki tekanan darah tinggi sebelum kehamilan atau sebelum usia kehamilan memasuki usia 20 minggu. Wanita yang mengalami hipertensi kronis juga bisa mendapatkan preeklampsia pada trimester kedua atau ketiga kehamilan.

Kedua, hipertensi gestasional yang etika seorang ibu hanya memiliki tekanan darah tinggi selama kehamilan dan tidak memiliki protein dalam urin atau masalah jantung atau ginjal lainnya. Hipertensi gestasional sendiri umumnya didiagnosis setelah 20 minggu kehamilan atau hampir melahirkan dan hilang usai melahirkan. Namun, beberapa wanita dengan hipertensi gestasional memiliki risiko lebih tinggi terkena hipertensi kronis di masa depan.

Ketiga, preeklampsia yang terjadi ketika seorang wanita hamil yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal tiba-tiba mengembangkan tekanan darah tinggi atau masalah lain setelah 20 minggu kehamilan. Menurut CDC, preeklampsia terjadi pada sekitar 1 dari 25 kehamilan di Amerika Serikat. Beberapa ibu hamil dengan preeklampsia selama kehamilan berisiko mengalami eklampsia yang ditandai dengan kejang dan kemudian diikuti penurunan kesadaran atau koma.

Gejala preeklampsia sendiri meliputi: sakit kepala yang tidak akan hilang, masalah penglihatan termasuk penglihatan buram, serta melihat bintik-bintik, merasa nyeri di area perut bagian atas, mual atau muntah, pembengkakan wajah atau tangan, kenaikan berat badan mendadak, hingga kesulitan bernapas. Namun pada kasus yang langka, beberapa ibu hamil bisa mengalami preeklampsia tanpa ada gejala yang berarti atau terlihat.

Dalam kasus yang jarang terjadi, preeklampsia dapat terjadi setelah Anda melahirkan. Ini adalah kondisi medis serius yang dikenal sebagai preeklampsia postpartum. Kondisi ini bahkan dapat terjadi pada wanita tanpa riwayat preeklampsia selama kehamilan. Meski, preeklampsia pasca persalinan biasanya didiagnosis dalam waktu 48 jam setelah melahirkan tetapi dapat terjadi hingga enam minggu kemudian.

Ini dapat menempatkan ibu dan bayinya dalam risiko masalah selama kehamilan. Tekanan darah tinggi juga dapat menyebabkan masalah selama dan setelah melahirkan. Berita baiknya adalah bahwa tekanan darah tinggi dapat dicegah dan diobati dengan kontrol tekanan darah yang baik. CDC menyarankan untuk berkonsultasi dengan tenaga medis tentang masalah tekanan darah sehingga Anda bisa mendapatkan perawatan yang tepat dan mengendalikan tekanan darah Anda - sebelum Anda hamil. Mendapatkan perawatan untuk tekanan darah tinggi adalah penting sebelum, selama, dan setelah kehamilan.


Editor : Fiter Bagus
Penulis : Suliana

Komentar

Komentar
()

Top