Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Mengeliminasi Kemiskinan Desa

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Oleh Diana Dwi Susanti, sst

Desa adalah bagian integral suatu negara. Kemiskikan perdesaan juga sebagai salah satu pendorong urbanisasi yang bisa menyebabkan regional disparity. Jumlah penduduk miskin perdesaan selalu lebih tinggi dari perkotaan. Padahal perdesaan memberi andil besar terhadap perekonomian nasional melalui kontribusi sektor ekonomi.

Tidak berlebihan kalau ada yang mengatakan, jika persoalan sosial ekonomi yang membelit masyarakat desa terselesaikan, maka separuh persoalan negeri telah terpecahkan. Badan Pusat Statistik (BPS) mengelompokkan daerah perdesaan dan perkotaan menggunakan sebuah indeks yang dibangun dari sejumlah variable, di antaranya kepadatan penduduk, persentase rumah tangga pertanian, fasilitas perkotaan, sarana pendidikan formal, dan kesehatan. Berdasarkan pengelompokan ini, hampir separuh penduduk Indonesia (47 persen) tinggal di desa.

Desa identik dengan pertanian yang berkontribusi sangat signifikan terhadap pencapaian target dan tujuan program "Sustainable Development Goals (SDGs)" untuk kesejahteraan manusia. Peran pertanian berkaitan langsung dengan target SDGs tahun 2030 memberantas kemiskinan dan kelaparan. Maka, pertanian menjadi leading sector program ini.

Program pertama SDGs menitikberatkan upaya pengentasan kemiskinan dan kelaparan. Masih ada 9,66 persen penduduk miskin pada September 2018 dengan disagregasi kemiskinan perkotaan 6,89 persen dan pedesaan 13,10 persen. Disparitas kemiskinan kota dan desa masih lebar. Meskipun jumlah penduduk miskin turun, ada indikasi kehidupan rakyat miskin di desa semakin meningkat.

Hal ini tecermin dari peningkatan indeks tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan desa dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Indeks kedalaman kemiskinan perdesaan naik dari 2,25 pada September 2014 menjadi 2,32 pada September 2018. Demikian juga dengan indeks keparahan naik dari 0,57 pada September 2014 menjadi 0,62 pada September 2018. Hal ini mengindikasikan, kesejahteraan lapisan masyarakat bawah di desa semakin memburuk.

Karena itu, visi pemerintah untuk "Membangun Indonesia dari Pinggiran dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia" boleh dikata belum optimal. Pengalokasian Dana Desa (DD) untuk memperkuat pembangunan wilayah perdesaan dari 2014 hingga 2018 sudah mencapai 180 trilliun rupiah belum efektif mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat desa, terutama kesejahteraan petani.

Begitu pula dengan besaran anggaran belanja negara sektor pertanian yang mencapai 22 triliiun rupiah untuk subsidi pupuk, pencetakan sawah baru, dan pembangunan jaringan irigasi. ini sepertinya belum memperlihatkan dampak signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan petani. Antara lain karena pertumbuhan ekonomi selama lima tahun terakhir cenderung melambat. Perlambatan juga terjadi di sektor pertanian. BPS mencatat pertumbuhan ekonomi sektor pertanian berkisar di angka 3 sejak tahun 2015.

Penting

Pertumbuhan sektor pertanian sangat penting dalam mendukung keberhasilan upaya pengentasan kemiskinan. Sebab lebih dari 50 persen rumah tangga miskin mengandalkan sektor pertanian sebagai pekerjaan utama. Bahkan, di perdesaan yang merupakan kantong kemiskinan (63 persen), hampir 70 persen kepala rumah tangga miskin bekerja di sektor pertanian.

Pertumbuhan di bawah 4 persen per tahun tentu jauh dari memadai untuk mendorong peningkatan pedapatan sektor pertanian. Sebab beban sektor pertanian cukup berat. Hingga kini sebagian besar tenaga kerja (28,79 persen dari total penduduk bekerja pada Agustus 2018) masih mengandalkan sektor pertanian.

Sementara itu, salah satu indikator kesejahteraan sektor pertanian (nilai tukar petani/NTP) berfluktuasi mengikuti arah gerak musim panen. Pada saat panen raya, NTP turun bahkan sampai level di bawah 100. Hal ini berarti, petani merugi karena kebutuhan mereka lebih besar dari pendapatan. Sebabnya, harga gabah turun seiring dengan melimpahnya hasil panen. Padahal, sebagian besar petani menaruh harapan untuk mendapatkan keuntungan setelah empat bulan menunggu.

Berbicara keuntungan petani, hasil Survei Ongkos Usaha Tani (SOUT 2017) tanaman pangan mencatat, membudidayakan tanaman padi sawah seluas satu hektare diperoleh hasil 18,5 juta rupiah per musim tanam. Sedangkan ongkos produksi yang dikeluarkan sebesar 13,6 juta. Artinya, petani yang memiliki lahan satu hektare mendapat keuntungan setiap musim (empat bulan) sebesar 4,9 juta. Jadi keuntungan per bulan 1,2 juta rupiah.

Bagaimana dengan petani gurem yang lahannya kurang dari 0,5 hektare? Ada 75 persen petani gurem (SUTAS 2018). Pendapatan petani gurem kurang dari 600 ribu per bulan, jauh dari UMR mana pun. Pemerintah harus hadir untuk memberdayakan dan menyejahterakan kaum tani. Jangan hanya pencapaian produksi yang ditingkatkan. Pencapaian produksi tanpa perlindungan harga, yang diterima petani hanya akan menyengsarakan mereka.

Ada 61 persen penduduk miskin hidup desa. Jika pemerintah ingin menuntaskan kemiskinan harus dimulai dari akarnya. Program pemerintah untuk desa sudah bagus seperti DD. Sayang, aplikasinya DD belum menyentuh petani. Padahal DD yang digulirkan di perdesaan sebagai tempat tinggal sebagian besar petani.

DD memang cukup menyerap tenaga kerja terutama kalangan muda untuk berwirausaha, mengembangkan wisata, perbaikan sarana dan prasarana desa. Tetapi DD ini seakan semakin menjauhkan pemuda dari pertanian. Pemerintah harus lebih ketat dalam pengawasan penggunaan DD agar diarahkan dalam program secara langsung untuk meningkatkan kesejahteraan petani.

DD harus mampu mengaplikasi kebutuhan petani yang membutuhkan modal dan menjual gabahnya pascapanen. Pemerintah desa harus memahami ini jika ingin kesejahteraan petani meningkat. Dengan menggerakkan pemuda desa dalam pengelolaan pertanian dan pemasaran hasil bisa menjadi sinergi meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Pertumbuhan sektor pertanian dan perdesaan yang selama ini menjadi kantong kemiskinan bisa terangkat.

Penulis Pegawai BPS Provinsi Jawa Tengah

Komentar

Komentar
()

Top