Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Rabu, 18 Des 2024, 00:45 WIB

Mengagetkan Hasil Studi Ini, 34 Persen Pelajar SMA Jakarta Punya Indikasi Masalah Mental

Arsip - Ketua Health Collaborative Center (HCC) Ray Wagiu Basrowi.

Foto: ANTARA/HO-Health Collaborative Center

Jakarta - Studi terbaru oleh HCC dan sejumlah pihak terkait menunjukkan 34 persen pelajar SMA di Jakarta memiliki indikasi masalah kesehatan mental, dengan 3 dari 10 pelajar sering marah-marah dan cenderung berkelahi akibat gangguan mental emosional.

"Data temuan 34 persen risiko gangguan mental emosional ini merupakan indikasi gangguan kesehatan jiwa remaja di kota besar seperti Jakarta dan dapat dijadikan angka prevalensi, namun yang lebih penting adalah hasil skrining ini menggambarkan indikasi gangguan emosional dan kesehatan mental pelajar SMA di Jakarta," kata Peneliti Utama Health Collaborative Center (HCC) dr. Ray Wagiu Basrowi.

Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa, Ray menambahkan terdapat 10 persen pelajar SMA yang merasa rentan dengan kondisi status kesehatan mentalnya. Hal ini didasarkan dari perspektif dan pemaknaan remaja terkait risiko kerentanan diri untuk mengalami masalah gangguan kesehatan mental.

Kondisi ini, katanya, menjadi tanda bahwa kesadaran diri remaja terhadap kesehatan mental sebenarnya masih rendah, meskipun sudah banyak informasi mendalam yang tersedia mengenai kesehatan mental.

Sejumlah temuan penting lainnya, kata dia, para pelajar SMA yang menjadi responden pada penelitian ini juga cenderung lebih memilih teman untuk menjadi tempat konsultasi dan diskusi terkait masalah kesehatan mental mereka, bukan guru di sekolah.

Bahkan, dia menambahkan, hampir 7 dari 10 (67 persen) pelajar SMA terbukti tidak ingin mengunjungi ruang Bimbingan Konseling (BK), terlebih untuk melakukan konseling, padahal guru sadar akan risiko gangguan emosional dan kesehatan jiwanya.

"Ini membuktikan bahwa peran teman sebagai rekan konseling sebaya atau peer counselor bisa menjadi salah satu agen mitigasi," katanya.

Dalam keterangan yang sama, Peneliti dari lembaga Fokus Kesehatan Indonesia (FKI) Prof. Nila Moeloek menilai pendekatan peran teman sebaya sebagai teman konseling perlu dilakukan secara hati-hati, karena pelajar usia remaja tetap merupakan individu yang masih perlu bimbingan.

"Sehingga konsultasi antarsesama tetap harus disiasati ruang lingkup sebagai saluran bercerita saja dan bukan untuk dilakukan sebagai upaya mitigasi konseling, karena nantinya akan ada kemungkinan potensi saran yang tidak akurat sebab mereka tetap harus dibimbing, dan ini juga merupakan tugas orang tua, keluarga, serta guru di sekolah,” kata Nila.

Program Manager Health and Wellbeing Yayasan BUMN Heru Komarudin mengatakan hasil penelitian tersebut dijadikan basis rekomendasi untuk Zona Mendengar Jiwa, sebuah institusi pendidikan, yang harapannya dapat diterapkan oleh pihak sekolah terutama pelaksanaan skrining kesehatan mental, identifikasi masalah dan konseling berbasis sekolah, dan konseling sebaya serta integrasi layanan kesehatan dengan sekolah.

"Rangkaian ini sejalan dengan upaya negara dalam membentuk generasi muda yang sehat fisik dan mental dalam menyongsong Indonesia Emas 2045", ujar Heru.

Redaktur: Marcellus Widiarto

Penulis: Antara

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.