Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
GAGASAN

Menerapkan Sila Keempat

Foto : KORAN JAKARTA/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

Hari-hari ini, sejak Rabu (6/3), umat Katolik memasuki awal Prapaskah 2019. Ini seperti tahun-tahun sebelumnya, Prapaskah merupakan masa untuk menjalankan persiapan selama 40 hari guna menyambut Paskah. Mereka menjalankan pantang dan puasa guna menyambut kebangkitan Yesus pada hari Paskah.

Dia telah wafat di kayu salib, sebagai jalan penebusan umat manusia dan alam semesta. Prapaskah kali ini terasa istimewa karena berdekatan dengan masa perhelatan pemilihan. Prapaskah berbarengan juga masa-masa kampanye. Ini bisa menjadi momen umat untuk merenungkan dengan terang Roh akan tokoh yang pantas dipilih sembari merenungkan persiapan Paskah.

Pada masa tersebut umat menjalankan matiraga. Seperti masa Prapaskah lain, selalu dimulai dengan misa Rabu Abu saat umat ditandai abu di dahi. Ritus tersebut sebagai pengingat bahwa manusia dari abu dan akan kembali menjadi abu. Manusia hanyalah debu dan akan kembali menjadi debu lagi. Hanya debulah manusia di telapak kaki Tuhan.

Ini mau membawa kesadaran manusia hampa belaka, jika tiada Tuhan yang memberi kehidupan. Jadi, jangan merasa bahwa kehidupan milik manusia, lalu seenaknya memperlakukan kehidupan. Orang harus hormat akan hidup karena sebagai anugerah atau pemberian Tuhan paling berharga. Manusia hanyalah kehampaan bila tanpa kehidupan dari Tuhan.

Jadi, tidak ada ruang untuk kesombongan. Jangan juga mengakhiri hidup karena manusia tidak memiliki hak untuk berbuat seperti itu. Ingatlah hidup hanya diberi. Itulah tujuan ritus Rabu Abu atau pengenaan abu di dahi pada awal puasa tersebut. Jadi, maknanya guna menyadarkan agar manusia tidak sombong karena tanpa Tuhan dia hanyalah abu atau debu yang tidak punya nilai apa pun.

Dia hanya kehampaan belaka. Seperti biasa juga, selalu ada surat gembala dari para uskup, setiap Prapaskah. Demikian juga untuk tahun ini. Uskup Agung Jakarta Mgr I Suharyo juga menyampaikan pesan surat gembala masa Prapaskah. Uskup mengajak umat untuk berhikmat, menjalankan isi Pancasila sepenuhnya.

Di dalam surat gembala, Uskup mengingatkan juga bahwa dengan berhikmat yang diambil dari sila keempat Pancasila, akan membuat bangsa bermartabat.

"Makna berhikmat yang diambil dari sila keempat Pancasila berarti bertumbuh menuju kepenuhan hidup kristiani, kesempurnaan kasih, dan kesucian. Paus memberi contoh. Kita dalam situasi apa pun selalu mengambil keputusan-keputusan dengan senantiasa memilih yang baik dan benar, bukan sekadar yang mudah atau menyenangkan," begitulah bunyi sebagian surat gembala.

Namun di zaman ini, masyarakat mau gampang dan enak saja. Mereka lalu menerabas alias menerobos koridor hukum. Misalnya, mereka ingin kaya, tetapi tidak mau bekerja keras. Mereka mau mudahnya saja. Jadilah mereka jatuh ke korupsi yang semakin merajalela.

Masih diperlukan semakin banyak Komisi Pemberantasan Korupsi karena pelaku korup semakin meluas. Jadi, orang sekarang justru sebaliknya, yang penting mudah dan menyenangkan. Mereka tak peduli dengan seruan Paus tadi bahwa orang harus bertindak baik dan benar, bukan yang mudah dan menyenangkan.

Hikmat

Jadi, manusia harus semakin berhikmat agar terjadi kedamaian di dunia ini, juga meski tengah ramai kegiatan politik. Justru kehidupan politik harus dipenuhi dengan nilai kebaikan dan kebenaran. Hanya dengan begitu akan lahir politik yang berakhlak. Politik tak boleh meninggalkan nilai-nilai seperti kejujuran, keadilan, dan kebenaran.

Dengan kata lain, politik harus mengandung kejujuran, keadilan, dan kebenaran. Umat selama masa Prapaskah harus mempertinggi perjuangan menerapkan ketiga hikmat tadi: kejujuran, keadilan, dan kebenaran. Sebab itulah inti dari ajaran Tuhan bahwa semua harus hidup dalam damai sejahtera dan itu hanya bisa terwujud bila ada ketiga mutiara hidup tersebut.

Persiapan batin selama 40 hari harus benar-benar dimanfaatkan sebagai "retret agung" menjelang menyambut Paskah agar lahir hati yang baru pada hari kebangkitan Yesus nanti. Umat Kristiani harus bisa menjadi contoh hidup dengan menampilkan tiga mutiara tadi sebagai implementasi ajaran dan kehendak Yesus sendiri.

Hidup umat Kristiani harus penuh berbela rasa, penuh dengan kepedulian akan sesama, khususnya mereka yang terbuang, terpinggirkan, dan tidak diperhatikan. Sekarang ini semakin banyak orang mengalami keterasingan dengan diri sendiri dan lingkungan. Hal itu terjadi karena orang semakin fokus dengan telepon pintar, sehingga menegasikan orang di sebelah, belakang, dan depan.

Bahkan orang tak bisa sekejap pun lepas dari HP. Di gereja-gereja sudah selalu diumumkan untuk mematikan HP, namun hal itu tidak pernah dipedulikan, bahkan pengumuman dianggap angin lalu. Tetap saja orang di dalam gereja terus bermain HP. Betapa sulitnya mematikan HP hanya 1,5 jam selama di gereja. Umat sekarang sudah gandrung HP daripada gandrung Tuhan.

Bahkan saat menghadap Tuhan di gereja saja, umat tak bisa melepaskan diri dari smart phone. Mungkin HP telah menjadi Tuhan baru, sehingga lebih tergantung padanya daripada tergantung pada Tuhan. Orang bisa hidup tenang tanpa berdoa, tetapi selalu gelisah ketika HP tertinggal di rumah. HP telah menjadi nomor satu dalam hidup dan menomorsekiankan Tuhan.

Prapaskah inilah peluang perbaikan situasi. Mari membalikkan keadaan dengan menonorsatukan Tuhan di dalam hidup dan menomorsekiankan HP. Mari kembali kita gantungkan hidup ini kepada Tuhan, Sang Pemberi hidup. Jangan kita gantungkan hidup pada HP.

Erni Damayanti, Aktivis Gereja

Komentar

Komentar
()

Top