Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Selasa, 17 Okt 2017, 01:00 WIB

Menemukan Tubuh Dramaturgi dalam Teater Modern

Pementasan drama panggung yang diperankan sejumlah anak muda dalam suatu pertunjukan. Drama panggung mempunyai sejarah panjang ketika menemukan jati diri teater modern. Sejarah itu diwarnai pasang surut pertumbuhan dan pergolakan pada zamannya.

Foto: dok rawayan award 2017

Menemukan naskah drama untuk teater modern bukanlah perkara mudah. Ada banyak hal yang mesti dilengkapi untuk melahirkan suatu naskah yang mendekati sempurna. Dan, Rawayan Award, merupakan wahana untuk menemukannya.

Salah satu bentuk aktivisme dalam praktik-praktik teater modern yang disebut "bedah" naskah, dilihat sebagai bagian dari kerja dramaturgi yang satu sisi juga disebut sebagai kerja kritik sastra.

Perbedaan ini hampir tidak teramati dalam praktik-praktik pembacaan naskah teater di Indonesia, apakah pembacaan naskah teater dilihat sebagai kerja kritik sastra atau sebagai kerja dramaturgi? Kerja pembacaan tidak lagi terpusat ke hal yang sifatnya kesastraan semata. Ada banyak fitur dalam naskah yang melibatkan ruang, bangunan, tata busana, suara dan produk-produk budaya lainnya sebagai gramatika performatif naskah.

Forum Naskah Teater Indonesia (FNTI) ini merupakan bagian dari forum Rawayan Award untuk pesta "Bulan Bahasa" (bekerja sama antara Dewan Kesenian Jakarta dan Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kemendikbud). Acara ini digagas untuk membuat jahitan kembali atas kerja "pembacaan" produksi naskah teater di Indonesia yang memang cukup lama terabaikan, dan untuk melihat kembali bahasa sebagai realitas pertama sebelum terjadi pengalihan ke tubuh teater.

Naskah teater yang berada dalam persinggungan (sastra dan teater), selayaknya memiliki kekhasan ketika pembacaan atas naskah teater juga berlangsung sebagai pembacaan "menjelang-aksi".

"Setiap naskah teater selayaknya mendistribusi gelombang imaji "menjelang-aksi" ini. Naskah teater pada dirinya sudah mengandaikan akan bersinggungan dengan media lain, dan kelak akan bekerja sebagai transformasi alih-wahana dari realitas teks ke realitas pertunjukan," ungkap Jean Couteau, kurator seni rupa asal Prancis, yang kini bermukim di Bali.

Begitu kiranya hal yang mendasari FNTI ini. Dijalankan untuk mencoba melihat kembali bagaimana praktik-praktik penulisan naskah pada era orde baru (orba) dengan memilih tiga wilayah latar penulisan berbeda, yaitu Saini KM (generasi paling tua dalam forum ini) yang berlatar kultur Sunda, N. Riantiarno berlatar urban Jakarta, dan Heru Kesawa Murti berlatar urban Jawa di Yogyakarta.

Heru yang paling muda di antara penulis naskah teater ini, ternyata yang lebih dulu dijemput kematian.

"Forum ini juga membuka pendekatan lain, melakukan pembacaan inter-teks antara mitos hubungan inses dari situs tua lintas budaya antara Watu Gunung dan Oidipus," lanjutnya.

Jean Couteau adalah kurator seni rupa, tinggal di Bali. Couteau, orang Prancis yang sudah lama hidup di Indonesia. Ia memperoleh gelar Master Sosilogi dari Universitas Sorbonne, Prancis, dan Doktor dari EHESS (Cabang Sorbonne) dengan disertasi mengenai ikonografi seni rupa Bali. Couteau juga bekerja sebagai dosen dan kurator untuk Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. pur/R-1

Tiga Penulis dari Era Berbeda

Saini KM kini telah berusia 79 tahun, menjelang 80 tahun. Seniman teater dan sastrawan ini telah bekerja banyak dalam dunianya, termasuk kerja menjalani peran terjadinya regenerasi dan memperlihatkan iklim sastra maupun teater pada masanya.

Saini KM telah menulis naskah, paling tidak sejak 1973 (Pangeran Suntenjaya). Sebagian naskah-naskah teaternya bersumber pada situs-situs tradisi, terutama dari sumber lingkungan budaya Sunda sebagai habitat kultural Saini KM. Naskah terakhir yang dibuatnya, tercatat pada 1985 (Amat Jaga).

Sebagian naskah yang ditulisnya memang khas diwarnai kondisi sosial-politik orba, seperti Ben Go Tun (1977).
Sementara itu, N. Riantiarno kini telah berusia 68 Tahun, 10 tahun lebih muda dari Saini KM. Berbeda dengan Saini, N. Riantiarno tidak hanya menulis naskah, tetapi juga sutradara yang bekerja terus dengan media teater hingga hari tuanya sekarang.

Sebagai pimpinan dan sutradara Teater Koma, paling tidak, setiap tahun N. Riantiarno membuat 3 produksi pertunjukan. Kerja yang bisa dibayangkan bahwa tidak ada waktu yang dimilikinya untuk istirahat. N. Riantiarno memiliki singgungan lumayan banyak dengan dunia sekolahan.
N Riantiarno yang sering dipanggil dengan nama akrab "Nano", pernah ikut mendirikan majalah Zaman (1979) dan majalan Matra (1986). Nano juga menulis skenario film, sinetron, selain naskah teater. Nano, dalam konteks kultur politik orba, mulai dilihat sebagai ancaman, dan pemerintah melarang pertunjukan Maaf Maaf Maaf pada 1978. Ini juga terjadi untuk pertunjukan Sampek Engtay (1989), Suksesi dan Opera Kecoa (1990).

Heru Kesawa Murti lahir pada 1957 dan meninggal pada 2011 di Yogyakarta, dalam usia 53 tahun. Ketiga penulis naskah teater dalam forum ini hampir rata-rata beda usia 10 tahunan. Ketiganya hidup pada era orba dengan perspektif zaman yang mungkin berbeda berdasar momen sosial-politik masing-masing. pur/R-1

Tradisi Panjang untuk Naskah Beragam

Lakon Raden Beij Soerio Retno karya F. Wiggers yang pernah dipentaskan di Gedung Kesenian pada 1901, sampai kini tercatat sebagai naskah pertama di bidang kepenulisan naskah drama pada era Hindia Belanda. Kemudian naskah drama lebih banyak dijadikan ciri utama untuk mengacu pada istilah teater modern.

Variabel ini sungguh celaka, karena kelompok-kelompok teater yang tumbuh di era awal abad ke-20 sampai abad ke-30-an, yang tidak menggunakan naskah alih-alih sering disebut teater tradisi seperti Kondobuleng di Makassar, Makyong di Riau, Lenong di Betawi, Ubrug di Banten, Ludruk maupun Ketoprak di Jawa Tengah dan Jawa Timur, atau Miss Tjitjih dan lain-lain.

"Penerjemahan naskah-naskah Barat, Timur-Tengah maupun Tiongkok merupakan era masuknya naskah dalam seni pertunjukan, di samping terdapat juga naskah hasil penyaduran. Naskah bisa ditulis tanpa harus membayangkan siapa kelompok teater yang akan mementaskannya. Dengan demikian, naskah lebih abadi dibandingkan dengan pertunjukan," ungkap Afizal Malna, sastrawan Indonesia.

Dewan Kesenian Jakarta memiliki tradisi panjang untuk program penulisan naskah drama, dan beberapa kali terputus, kehilangan mata rantai antara penulisan naskah, pemilihan, penerbitan dan produksi pertunjukan (dalam kesatuan program Festival Teater Jakarta). Forum ini kini diberi nama baru Rawayan Award, bekerja sama dengan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Rawayan Award merupakan forum penghargaan terhadap naskah teater melalui proses kuratorial. Rawayan berarti jembatan dalam bahasa Sunda (naskah sebagai jembatan antara pertunjukan dan penonton). Forum ini dirancang untuk membuka medan penulisan naskah teater yang beragam. pur/R-1

Penulis:

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.