Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Peraturan Perundangan

Menafsirkan Jerat Hukum terhadap Potensi Korupsi Direksi BUMN

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

"Kriminalisasi terhadap business judgement rule tidak dapat dibenarkan, kecuali yang bersangkutan memang melakukan tindak pidana seperti menggelapkan dana perusahaan, melakukan penipuan dan lain sebagainya," ucap lulusan magister hukum Universitas Gadjah Mada dan Doktor Hukum Bisnis dari Universitas Padjadjaran ini.

Namun, dia mengakui yang menjadi soal saat ini adalah tafsir UU Tipikor yang terlalu luas oleh penegak hukum, khususnya Pasal 2, membuat sejumlah jajaran direksi berurusan dengan hukum.

"Meskipun direksi yang bersangkutan tidak menerima uang (bribery) sepanjang menyebabkan orang lain untung, maka direksi BUMN itu dapat dituntut pidana. Sehingga tafsir ini sangat luas dan dapat disalah artikan dalam penerapannya," kata Ary yang saat ini memimpin AZP Legal Consultants.

Dia juga menilai tafsir Pasal 12 huruf a UU Tipikor terlalu luas, di mana disebutkan bahwa bagi penyelenggara negara atau pegawai negeri yang menerima `janji` saja, meskipun tidak terima uang, maka dapat juga dikenakan tindak pidana tipikor. Pertanggungjawaban pidana seharusnya baru dapat dikenakan jika memang sudah menjadi perbuatan 'nyata'.

Di sinilah aparat penegak hukum harus dapat memilah di mana unsur perbuatan pidana dan kerugian negara itu terjadi dengan mengkaitkan dengan adanya keuntungan pribadi bagi Direksi yang bersangkutan. Pengambilan keputusan bisnis yang sudah didasarkan pada prinsip Good Corporate Governance, tanpa ada keuntungan pribadi seharusnya tidak dapat dikriminalkan. Karena hal tersebut hanya menyangkut capability atau incapability dari Direksi yang bersangkutan.
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top