Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Space Technology

Memperkirakan Peningkatan Hantaman Asteroid ke Bumi

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Luar angkasa merupakan tempat yang berbahaya, di samping ada radiasi mematikan, temperatur yang sangat dingin dan tekanan yang tidak dapat dibayangkan. Luar angkasa juga masih banyak belum terjamah manusia karena masih belum ada cukup teknologi yang mendukung akan hal itu.

Bumi, telah dijatuhi oleh banyak asteroid 290 juta tahun lalu, yang menurut penelitian jumlah tersebut hampir tiga kali lipat pada saat zaman dinosaurus ada. Penemuan ini merupakan suatu terobosan, di mana para ilmuwan tengah mencoba menentukan pada tingkat mana benda-benda asing menghantam Bumi pada beberapa dekade terakhir. Namun upaya mereka telah dihentikan oleh efek dari atmosfer dan lingkungan di Bumi yang menghasilkan banyak kawah sebagai dampak paling awal, terkikis dan menghilang.

Meskipun begitu, penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Science, peneliti dari University of Toronto yang menggunakan data dari NASA mengenai dampak kawah di permukaan Bulan untuk mengkalkulasikan tingkat hantaman asteroid ke Bumi. Hal itu dikarenakan Bulan dan Bumi mengalami tingkat yang sama ketika asteroid menghantam permukaan dalam sejarah tata surya, dan dampak dari kawah ciptaan asteroid yang ada pada permukaan Bulan tidak tersentuh sama sekali akibat perbedaan atmosfer dan aktivitas tektonik.

Sara Mazrouei, salah satu peneliti yang ikut dalam penelitian tersebut juga mengatakan bahwa Bulan seperti kapsul waktu untuk kejadian-kejadian yang terjadi di sudut tata surya. Dari penelitian yang melibatkan kawah Bulan itu, tim peneliti menemukan bahwa sejak 290 juta tahun lalu Bumi selalu menderita ketika asteroid jatuh ke permukaan Bumi yang terjadi setiap tiga juta tahun sekali. Namun saat itu angka itu berubah menjadi setiap satu juta tahun sekali.

The Guardian menyebutkan bahwa hantaman asteroid itu menciptakan kawah paling tidak seluas 10 kilometer yang terjadi dalam satu miliar tahun terakhir. Dari 96 total kawah itu, 50 ditemukan terbentuk tidak jauh dari awal zaman dinosaurus.

Penyebab dari meningkatnya secara signifikan asteroid yang menghantam Bumi masih belum dapat dipahami sepenuhnya. Namun, penelitian itu menduga bahwa tingginya tingkat asteroid masuk ke permukaan dikarenakan adanya gangguan pada sabuk asteroid yang akhirnya mengirim batu luar angkasa ke Bumi. "Mungkin famili asteroid terpecah di sabuk asteroid," kata Mazrouei.

Bennu Bakal Lintasi Bumi

Sebuah pesawat luar angkasa tergelincir masuk ke orbit di sekitar asteroid bernama Bennu, pada 31 Desember lalu, setelah NASA menemukan bahwa objek ini berada pada jarak yang aman dengan Bumi. Ini merupakan suatu tantangan, karena Bennu adalah batu luar angkasa terkecil yang pernah mengorbit.

Tetapi misi berbahaya itu sudah terbayarkan, dengan OSIRIS-REx yang mengorbit sekitar 1,6 kilometer di atas permukaan Bennu, memberikan gambaran permukaan berbatu asteroid tersebut. Para peneliti percaya bahwa bentuk kasar itu dihasilkan dari puing-puing yang menggumpal menjadi satu yang diperkirakan berusia jauh lebih tua dari tata surya.

Mikroskopik dari debu yang ada pada Bennu mungkin saja berasal dari bintang mati dan bergabung menjadi satu untuk membentuk Matahari dan planet-planet lainnya yang berada di tata surya hampir 4,6 miliar tahun lalu.

Ada beberapa gambar yang berhasil didapatkan oleh pesawat luar angkasa ini. Dua gambar asteroid pertama diambil dari NavCam, yang merupakan kamera utama yang ada pada OSIRIS-REx. Foto-foto itu diambil pada 17 Januari lalu, menunjukkan kutub utara Bennu.

Gambar lainnya dari kutub utara Bennu diambil ketika pesawat luar angkasa itu tengah bersiap untuk mengorbit dalam jarak 12 kilometer, namun cukup untuk memberikan detail kepada para peneliti mengenai topografi permukaan Bennu.

Sementara gambarnya lainnya yang terekam oleh pesawat luar angkasa ini, MapCam, mengambil gambar mengenai warna asteroid dan membantu tim untuk menyeleksi sampel yang dapat dibawa ke Bumi untuk dianalisis.

Meskipun begitu, proses pemeriksaan sampel itu tidak akan dimulai sampai pertengahan 2020 mendatang, setidaknya sampai para peneliti meneliti lebih lanjut mengenai Bennu dari berbagai sudut pandang dan membuat keputusan di bagian mana akan mengambil sampelnya. gma/R-1

Melintas dalam Jarak Aman

Setelah berkelana selama dua tahun dan miliaran kilometer dari Bumi, pesawat luar angkasa OSIRIS-REx akan tiba pada beberapa bulan mendatang ke tujuannya, yaitu asteroid Bennu. Pesawat luar angkasa itu mendarat pada permukaan Bennu sekitar Juli 2020 mendatang. OSIRIS-REx nantinya akan mengumpulkan setidaknya 60 gram debu dan bebatuan. Sampel tersebut kemudian dibawa kembali ke Bumi dan dijatuhkan ke dalam kapsul di padang pasir di sebelah barat Utah pada 2023.

Di balik itu, ternyata ada alasan khusus mengapa Bennu dipilih untuk diteliti lebih lanjut oleh NASA selain dari lokasinya yang dekat dengan Bumi. Beda dengan asteroid lainnya yang berada di sabuk asteroid yang terletak antara Mars dan Jupiter, orbit Bennu dekat dengan Bumi, bahkan diperkirakan akan melintasi orbit Bumi. Namun, hal tersebut tidak mempengaruhi orbit ataupun dalam permukaan Bumi.

"(Bennu) hanya melintasi Bumi pada jarak aman, lebih jauh dari jarak Bumi ke Bulan sehingga tidak memiliki pengaruh apa-apa. Ukurannya terlalu kecil untuk mempengaruhi Bumi," jelas Thomas Djamaluddin, Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) ketika ditanyai mengenai orbit Bennu yang melintasi Bumi.

Menurut hasil temuan NASA, asteroid itu berputar sama halnya seperti Bumi hanya dalam bentuk yang lebih kecil. Bennu memiliki diameter sekitar 492 meter, sedikit lebih besar jika dibandingkan dengan tinggi gedung Empire State Building di New York, Amerika Serikat dan berotasi setiap 4,3 jam sekali.

Dengan ukuran yang lebih kecil itu, menurut Thomas, Bennu jelas tidak mengancam Bumi dan fenomena ini terbilang normal dan sering terjadi karena banyak asteroid yang memiliki orbit dekat dengan Bumi. "Analisis dalam 100 tahun mendatang belum ada yang mengancam Bumi," ujarnya. gma/R-1

Komentar

Komentar
()

Top