Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Ketersediaan Pangan I Kenaikan Harga Cabai Tidak Dinikmati Petani, Hanya Pedagang

Memalukan, Pemerintah Selalu Gagal Atasi Lonjakan Harga Cabai

Foto : ANTARA/GUSTI TANATI

HARGA CABAI RAWIT TEMBUS 120.000 RUPIAH PER KILOGRAM I Pedagang menata cabai yang dijual di Pasar Induk Regional Youtefa, Kota Jayapura, Papua, Senin (11/12). Cabai rawit di Kota Jayapura mengalami kenaikan akibat terbatasnya suplai cabai ke pasar dari harga 80.000 rupiah per kilogramnya kini menjadi 120.000 rupiah per kilogram.

A   A   A   Pengaturan Font

Pakar pertanian dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran, Jawa Timur, Surabaya, Zainal Abidin, juga sependapat dengan Yakub. Zainal mengkritisi kenaikan harga cabai yang selalu terulang setiap tahun dan hanya menguntungkan pihak pedagang.

"Memang itu selalu terulang karena ulah pedagang. Hal itu lebih parah karena tidak ada transfer payment pada petani cabai di desa, sehingga sebagai produsen mereka sama sekali tidak ikut menikmati lonjakan harga ini. Keuntungan hanya dirasakan pedagang. Ini hanya permainan mereka. Padahal secara agroclimate, komoditas ini adalah potensi perekonomian masyarakat desa," kata Zainal.

Zainal mengusulkan agar komoditas cabai yang mudah rusak, oleh petani dan melalui kelompok-kelompok tani mengolahnya sebagai tepung cabai, karena teknologinya sederhana, apalagi kalau didukung pemerintah pasti bisa dilakukan.

Wakil Ketua Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI) Jatim, Nanang Triatmoko, baru-baru ini mengatakan tingginya harga cabai rawit merah disebabkan stok yang menipis, dan belum memasuki masa tanam.

Secara terpisah, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, mengatakan berlarut-larutnya masalah lonjakan harga cabai karena pemerintah terlalu fokus urus pemilu, lupa mengendalikan harga bahan pokok.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top