Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Melihat Rumah Sakit Mata Peninggalan Belanda

Foto : Koran Jakarta / Selocahyo

Cagar Budaya - Kondisi Rumah Sakit Mata Undaan di Kelurahan Peneleh, Kecamatan Genteng, Kota Surabaya, baru-bari ini masih terjaga keasriannya. Rumah sakit ini merupakan salah satu bangunan cagar budaya yang masih berfungsi seperti tujuan aslinya.

A   A   A   Pengaturan Font

Dengan usia 725 tahun, Surabaya dikenal sebagai kota yang banyak memiliki bangunan cagar budaya. Beragam bangunan dengan gaya arsitektur kolonial, mulai rumah, hingga gedung banyak tersebar di sudut-sudut kota. Umumnya, sebaran bangunan lawas Surabaya lebih terkonsentrasi antara kawasan utara hingga pusat kota.

Keberadaan Pelabuhan Tanjung Perak sebagai pintu masuk perniagaan pada masa lalu, membuat kawasan itu lebih dulu berkembang. Sejak zaman kolonial, Jalan Oedaanstraat (sekarang Jalan Undaan Kulon) yang ada di Kelurahan Peneleh, Kecamatan Genteng, tumbuh menjadi salah pusat keramaian.

Tak heran, hingga kini masih banyak peninggalan bangunan kuno berstatus cagar budaya di jalan itu. Salah satu bangunan cagar budaya yang masih berfungsi seperti tujuan aslinya adalah Rumah Sakit Mata Undaan. Berawal sebagai sebuah klinik, Soerabaische Oogheelkundige Kliniek mulai beroperasi pada 15 Oktober 1915.

Pemrakarsanya adalah dr JT Terburgh, dr A Doutman, dan dr P Egas yang tergabung dalam perhimpunan dokter Belanda di Surabaya kala itu. Seiring meningkatnya jumlah pasien, pemerintah Belanda saat itu mengizinkan Soerabaische Oogheelkundige Kliniek mengembangkan layanannya menjadi rumah sakit.

Dibangun pada lahan seluas 7.009 meter persegi, Rumah Sakit Mata Undaan mulai menerima pasien pertamanya pada 29 April 1933. Tampilan bangunannya merupakan hasil rancangan Biro Arsitek Algemeen Ingenieurs en Architecten (AIA),yang didirikan oleh Frans Johan Louwrens Ghijsels, Hein van Essen dan Stolt. Demi menyelesaikan rancangan gedung seluas 2.400 meter persegi itu, biro arsitek dari Batavia (Jakarta) tersebut sampai membuka kantor di Surabaya.

Sentuhan gaya art deco Belanda yang angkuh dan resmi masih tampak pada sebagian besar bagian luar maupun dalam bangunan. Ghijsels dikenal sebagai arsitek untuk bangunan rumah sakit maupun gedung pemerintahan resmi, sehingga rancangannya resmi.

Suasana kuno langsung terasa di bagian depan rumah sakit, dengan desain dinding dan lekuk bangunan yang kokoh. Sejumlah ruangan seperti ruang rapat dengan langit-langit yang tinggi dan bentuk jendela dan lubang ventilasi masih berwujud asli, khas gedung Belanda.

Pepohonan Rindang

Bahkan, beberapa mebel seperti lemari jati, dan peralatan rumah sakit zaman itu masih tersimpan rapi. Sementara pada bagian dalam, terdapat ruang terbuka dengan taman rumput dan pepohonan rindang yang menghadirkan kesan asri.

Namun, seluruh kegiatan rumah sakit sempat berhenti saat Jepang berkuasa. Atas prakarsa dokter mata keturunan Tionghoa berkebangsaan Belanda, dr IH Go, pengobatan dan perawatan pasien RS Mata Undaan kembali dibuka pada 8 Januari 1946.

Selanjutnya pada 1950, Perhimpunan Perawatan Penderita Penyakit Mata (P4M) mengambil alih pengelolaannya dari perhimpunan dokter yang lama. Tak lama kemudian, pengelolaan RS Mata Undaan beralih ke dr Moh Basuki, setelah para tenaga medis Belanda kembali ke kampung halaman pada 1968.

Dengan usia 85 tahun, RS Mata Undaan hingga kini tetap melakukan layanan dan berkembang menjadi pusat rujukan utama pengobatan mata di Surabaya dan Jawa Timur. Pasien dari berbagai daerah bahkan Indonesia timur datang untuk mendapatkan layanan pengobatan dengan teknologi terbaru.

Sebut saja vitreoretina untuk penderita kehilangan penglihatan yang kerap dialami penderita diabetes, cangkok kornea, pemasangan implan pada kasus glukoma, laser centre, dan lain-lain.

"Operasi lasik telah menggunakan teknologi high definition sehingga lebih akurat. Ada juga bagian paediatric optalmology, strabismus, dan low vision centre untuk meningkatkan penglihatan bagi yang punya kelainan bawaan atau usia lanjut. Kami juga gencar mensosialisasikan sadar medical checkup mata, untuk mendeteksi dini kelainan dan mencegah kebutaan," kata Wakil Direktur Umum dan Keuangan RS Mata Undaan, Hargo Wahyuono, baru-baru ini.

Hargo menambahkan pihaknya juga membangun gedung lima lantai baru untuk penambahan kamar operasi, ruang rawat, dan layanan lainnya. Namun, penambahan bangunan baru itu tidak sampai melanggar ketentuan status Bangunan Cagar Budaya, sesuai Surat Keputusan (SK) Wali Kota Surabaya Nomor 188.45/283/436.1.2/2011.

"Sesuai ketentuan, seluruh bagian depan rumah sakit kami jaga keasliannya, begitu juga bagian dalam yang masih bisa dipertahankan," ujar Hargo.

selocahyo/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto

Komentar

Komentar
()

Top